bc

PESAN MESRA LAKI-LAKI DI PONSEL SUAMI

book_age18+
295
FOLLOW
2.1K
READ
love-triangle
family
HE
love after marriage
kickass heroine
drama
love at the first sight
like
intro-logo
Blurb

"Sayang, kirimkan tiga juta lagi. Uangnya ga cukup loh. Ditunggu ya, beib."Haura tercengang saat tak sengaja membaca pesan chat di ponsel suaminya dengan kontak nama Bambang. Itu kan nama laki-laki, apa wajar memanggil suaminya dengan sapaan Yang, dan beib. Haura bergidik geli, lalu bergegas membuka profilnya. Alangkah terkejutnya Haura saat melihat foto pemilik nama kontak Bambang tersebut. ternyata dia adalah ....

chap-preview
Free preview
Pesan Chat Mencurigakan
Ponsel suamiku berbunyi. Cukup lama, bahkan sepertinya dipanggil ulang hingga membuatku penasaran, dan memutuskan untuk mengambilnya. Siapa tahu telepon penting. Belum sempat kuambil, nada deringnya sudah berhenti. Namun rasa penasaranku tak terbendung memaksa tangan ini untuk tetap meraihnya. [Yang, kok dikirimnya cuma 3 juta?] Aku mengernyit. Yang? [kan Adek mintanya 10 juta. Mana cukup uang segitu buat ultah ....] Teks hilang karena tak terbuka penuh. Aku tertegun saat membaca chat dari seseorang bernama Bambang di ponsel suamiku. Masih belum kubuka, pesannya baru terlihat di jendela layar ponsel. Bambang? Siapa? Teman Mas Toha? Ah, tidak mungkin. Kenapa nyapa pake kata yang. Itu artinya sayang kan? kenapa juga menyebut dirinya Adek, mirip panggilan Mas Toha untukku. Aneh, masa laki-laki menggunakan kata sapaan begitu dengan sesama laki-laki juga. Jangan-jangan suamiku selingkuh, tapi masa sama Laki-laki? Atau jangan-jangan .... Ah, itu tidak mungkin. Aku menolak semua prasangka yang hadir. Penasaran, dan didera rasa khawatir takut suamiku "belok", akhirnya kubuka kontak bernama Bambang tersebut dan melihat foto profilnya. Tampak dalam gambar tersebut foto wanita yang sedang memangku seorang anak kecil laki-laki dengan raut wajah bahagia. Mataku membola saat mencermati foto itu. Aku tidak mengenal wanita tersebut, tapi anak kecil tampan, menggemaskan dengan pipi montok itu kukenal dengan baik. Dia Baim, anak Mas Toha dari pernikahannya terdahulu. Namun sudah bercerai. Mas Toha pernah membawanya sebentar untuk dikenalkan kepadaku beberapa hari sebelum kami menikah. Apa wanita di dalam foto profil ini adalah Diana–mantan istrinya–Mas Toha? Jujur, aku belum pernah bertemu, apalagi dikenalkan pada mantannya itu. Mantannya itu menetap di kota lain, dan tidak dapat menghadiri pernikahan kami. Katanya sulit untuk mempertemukan kami. Apalagi setelah tahu mantannya itu sudah lebih dulu menikah, jadi tidak mempermasalahkan, dan tidak menaruh curiga juga kalau mereka bakal berhubungan kembali. "Lancang kamu membuka ponsel Mas! Harusnya izin dulu!" bentak Mas Toha merebut paksa ponsel dari tanganku. Aku yang sedang berpikir, tercengang dan kaget bersamaan tak menyangka akan reaksinya Mas Toha. Dadaku sampai berdegup kencang karena terkejut. Kenapa dia bisa semarah itu? Seharusnya aku yang marah karena isi ponselnya seperti itu. "Tadi ponsel Mas bunyi lalu Adek angkat, siapa tahu penting. Ternyata ada pesannya juga. Biasanya kan juga gitu, Mas. Adek pegang hape Mas. Kenapa sekarang marah?" Mencoba menjelaskan, tapi hati diliputi kesal atas responnya. "Eh, ehm … Mas takut itu dari klien atau pelanggan yang komplain, nggak enak." Terbata Mas Toha menjawab. Dia tampak gugup. Gurat kemarahannya tadi lenyap seketika. Ponsel digenggamnya erat. "Takut? Kenapa? Kan bagus adek jadi tahu perkembangan restoran kita. Lagian Adek sudah lama nggak ke sana." Netraku menyelidik, mengamati gerak-geriknya yang tampak salah tingkah. Bola matanya bergerak tidak fokus. "Nggak usah, Dek. Restoran kita aman. Pemasukkan meningkat, dan setiap bulan juga Mas transfer 'kan ke rekening Adek." Mas Toha berjalan menjauhiku menuju lemari pakaian. Dia baru selesai mandi tepat saat ponselnya berada di tanganku. Ada banyak panggilan tak terjawab, dan itu semua dari nama Bambang. Mungkin karena tidak terjawab makanya nomor itu mengirimkan pesan. Apa dia mendengar ponselnya berbunyi, makanya suamiku itu bergegas keluar? Padahal kurasa baru saja dia masuk ke kamar mandi. Kenapa aku sampai tidak mendengar suara langkahnya keluar dari sana? "Baguslah." sahutku mendekat. "Mas, pesan tadi dari siapa? Apa benar itu Diana–mantan istri Mas?" To the point aku bertanya. Rasa penasaran memantikku untuk menanyakan segera. Aku tak sempat membaca semua isi chatnya. Namun pesan barusan membuatku menaruh curiga ada sesuatu yang disembunyikan. Gerakan tangannya yang sedang memilih pakaian terhenti. "Hm … itu." "Kenapa dia minta uang sama, Mas? Sebanyak itu lagi. Bukankah dia sudah menikah, sudah punya suami? Dan kenapa namanya ditulis dengan nama Bambang? Biar Adek nggak tahu ya? Mas mau main kucing-kucingan, begitu?" gegas aku menanyakannya tanpa berhenti. Kekesalan di hati kuluapkan sebagai bentuk protes. "Apaan kamu, Dek. Nuduh Mas begitu. Mas nggak suka. Asal kamu tahu, Bambang itu nama suami Dina. Kalau Mas berhubungan diam-diam nggak mungkin kan lewat nomor suaminya. Lagipula yang kami bahas itu tentang Baim, nggak ada yang lain. Soal uang itu karena Mas hanya ingin berlaku adil." "Adil? Maksudnya?" Dua alisku bertaut saat mendengarnya. "Eh, itu, ehm … bukan. Maksud Mas biar adil ke Baim. Suaminya Diana sudah sering memberikan Baim uang untuk kebutuhannya, jadi apa salahnya Mas ngasih juga sebagai bentuk tanggung jawab Mas." Mas Toha merunduk mengambil bajunya yang terjatuh. Kuperhatikan tangannya sempat gemetar, seperti orang gugup. Mencurigakan. "Setiap bulan kan sudah Mas kasih untuk Baim. Itu sudah tanggung jawab, Mas. Soal suaminya Diana sekarang, ya nggak ada salahnya juga menafkahi anak mantan Mas itu sebagai rasa sayang karena sudah menikahi ibunya. Yang tidak habis Adek pikir, kenapa dia minta uang sebanyak itu sama Mas? dan dari pesan tadi juga sangat memaksa loh, apalagi sampai manggil "Yang", dan kenapa Mas nggak bilang sama Adek?" Aku masih mencercanya dengan seribu pertanyaan. Jawaban dari Mas Toha tidak memuaskan. Justru semakin mencurigakan. Apakah selama ini dia berhubungan dengan mantan istrinya itu tanpa sepengetahuanku? "Haura, jangan salah paham, dengar dulu penjelasan Mas." Mas Toha menuntunku duduk di tepi ranjang. Dia membuang napas kasar sebelum membuka mulutnya. "Baim bulan ini mau ultah. Diana bilang butuh uang yang besar buat merayakan ultahnya Baim. Dia mau merayakannya dengan meriah karena bulan ini genap umurnya lima tahun, karena itulah dia minta uang sebanyak itu sama mas. Buktinya Mas nggak ngasih banyak 'kan? Cuma 3 juta saja. Kenapa Mas nggak bilang sama kamu, ya Mas pikir itu masalah receh dan kamu pasti tidak mau dipusingkan sama hal begitu." Dengan pelan dan lembut Mas Toha menjelaskan semuanya padaku. Tangannya bahkan menggenggam jemariku. "Itu bukan masalah receh Mas. Adek juga perlu tahu. Apalagi menyangkut mantan Mas itu," sewotku masih kesal dengan mengurai genggaman tangannya. "Iya, Mas minta maaf. Nanti kalau ada apa-apa lagi, Mas janji akan bilang sama Adek. Sekarang Mas lapar nih, masakannya sudah siap 'kan?" Aku mengangguk menjawab pertanyaannya. Biarpun punya restoran sendiri, tapi Mas Toha akan makan di rumah. Bosan katanya makan masakan restoran terus. Sepertinya saat ini Mas Toha ingin mengalihkan pembicaraan. Hati masih belum puas, tapi sekarang memang waktunya Mas Toha makan setelah pulang bekerja dari restoran. Mungkin nanti kubahas lagi sebelum kami tidur. Aku ingin penjelasan sejelas-jelasnya dari Mas Toha, sejak kapan ia berhubungan lagi dengan mantan istrinya itu tanpa sepengetahuanku dan kenapa diam-diam. Setelah selesai makan makan, Mas Toha izin lebih dulu ke kamar. Aku yang masih sibuk membereskan bekas makan malam mengangguk mengiyakan. Kebetulan kami tidak mempunyai asisten rumah tangga. Biasanya ada pekerja khusus yang datang bantu beres-beres itu juga cuma sampai sore, setelahnya dia pulang. Akulah yang tidak ingin mempunyai asisten rumah tangga karena ingin mengurus rumah sendiri. Apalagi kami belum dikasih momongan jadi tidak begitu direpotkan. "Mas …." Kucolek lengan Mas Toha mencoba membangunkannya. Baru sejam kutinggalkan di dapur, ternyata dia malah tertidur lebih dulu. Tidak seperti biasanya. Kenapa malam ini tidur cepat? Gagal, padahal aku ingin pillow talk sama dia tentang mantannya itu. Wajahku memberengut kesal. Tetiba mataku mengarah ke benda pipih dengan layar yang menyala di atas nakas. Ponsel Mas Toha. Sepertinya tadi bergetar. Kulihat Mas Toha masih terpejam. Terdengar dengkuran khasnya saat tidur. Hatiku curiga, sejak beberapa bulan ini, Mas Toha tampak sibuk dengan ponselnya itu. Sering melihatnya sedang berbalas chat dengan seseorang, dan setiap ditanyakan katanya cuma pegawai atau rekan kerja yang membahas kerjaan. Kenapa sekarang aku meragukan perkataannya itu, ya? Kukibaskan tangan di depan wajahnya memastikannya telah tidur. Tidak ada pergerakan. Sepertinya aman. Kuambil pelan ponselnya. Belum sempat jemari ini menggulirkan layar ke aplikasi chat, hatiku nelangsa kembali. Ponselnya terkunci. Sejak kapan ponselnya dikunci? Bukankah sebelumnya masih bisa kubuka. Pasti ada sesuatu yang disembunyikan. Jangan-jangan ...

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

BELENGGU

read
64.6K
bc

The CEO's Little Wife

read
627.6K
bc

Revenge

read
16.0K
bc

Hasrat Istri simpanan

read
7.7K
bc

After That Night

read
8.5K
bc

Aku ingin menikahi ibuku,Annisa

read
53.8K
bc

Istri Lumpuh Sang CEO

read
3.7K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook