bc

Marriage Agreement

book_age18+
670
FOLLOW
3.1K
READ
dark
love-triangle
possessive
contract marriage
forced
dominant
CEO
sweet
bxg
city
like
intro-logo
Blurb

Akibat sakit komplikasi yang diderita sang ayah menyebabkan kebangkrutan perusahaan, Bulan Sri Rahayu terpaksa menerima pinangan dari seorang pria yang baru sehari dikenalnya. Pria itu berjanji akan membiayai pengobatan sang ayah, sekaligus bertanggung jawab terhadap ibu dan kedua adiknya.

Namun, siapa sangka pria yang menikahinya itu memiliki sifat seperti iblis keji bermuka dua. Pria angkuh yang bernama Langit Wiranaldhy tersebut membuat hari-hari Bulan bagai di neraka, tetapi terkadang bersifat lembut seperti malaikat.

Selama pernikahan mereka, Bulan dibuat dilema saat kekasih masa lalunya dari Amerika datang dan berniat mengeluarkan Bulan dari penderitaan itu. Sementara Langit berkata dia akan mengubah sifat angkuhnya.

chap-preview
Free preview
Hari-Hari Kelabu Itu
Embusan napas terbuang tidak terasa ketika pertama kali tidurnya terusik oleh suara gemericik air di kamar mandi. Saat menerka sekeliling, seluruh tubuhnya hanya terbalut oleh selimut tebal yang membuatnya nyaman hingga larut dalam mimpi indah. Yah ... hanya terjadi dalam mimpi. Karena itu tidak mungkin hadir di dalam kehidupannya yang nyata. "Kau sudah bangun, Lan?" tanya seseorang. Wanita bernama Bulan Sri Rahayu itu menoleh dan mendapati sesosok laki-laki bertubuh tegap, putih, berambut hitam dan berhidung mancung. Alisnya sedikit tebal seperti ulat bulu dan bibir tipisnya menorehkan senyuman yang manis. Laki-laki bernama Langit Adithama itu duduk tepat di sebelahnya. "Iya," jawab Bulan singkat. Ia membenarkan selimut untuk menyembunyikan tubuhnya dari pandangan laki-laki yang berstatus sebagai suaminya itu. "Mandilah, aku akan menyiapkan sarapan untuk kita. Kau ingin makan apa?" Langit bertanya lembut. Bulan tertunduk, tidak berani menatap sepasang mata yang jelas terarah padanya. Ia takut. "Maaf, tapi aku belum lapar." "Apa? Jadi kau menolak tawaranku?!" Laangit bersuara sedikit menekan. Sorot mata tajam ia tujukan ke arah Bulan dengan satu tangan memegang kedua pipi istrinya yang meringis kesakitan. "T-tidak." "Kalau begitu katakan ... katakan sekali lagi jawabanmu!" "Nasi goreng, aku ingin sarapan itu. Sudah cukup," jawab Bulan. Langit tersenyum manis, kemudian membelai rambut istrinya dengan sangat lembut dan berkata, "Kalau begitu bersiaplah, dandan secantik mungkin. Karena aku tidak ingin istriku terlihat kumal." Usai mengecup kening sang istri, Langit melangkah menuju lemari dan memakai pakaian. Sesudah itu ia berlalu dari dalam kamar meninggalkan perih yang masih terasa di pipi Bulan. *** Derap langkah kaki telanjang Bulan seolah berbisik menapaki lantai yang dingin, menuruni setiap anak tangga menuju ruang makan di lantai bawah, kedua kakinya masih gemetar hingga kini. Sebab serangan semalam telah menyisakan luka di setiap bagian tubuhnya. Bulan telah melakukan apa yang Langit katakan, sekarang ia sudah terlihat cantik dengan polesan make up. Pakaiannya pun ia selaraskan dengan selera Langit yang begitu tinggi. Rambut panjangnya yang berwarna cokelat gelap, tergerai indah, dres seatas lutut tanpa lengan membuat kulit putih mulusnya terekspose sempurna. Ia tidak begitu tahu sifat suaminya itu, karena pernikahannya baru terjadi seminggu lalu. Dan semalam, adalah malam pertama yang ia lewati dengan Langit. Setelah berulang kali ia mendapat ancaman keras dari suaminya jika ia tidak menurut. Menikah dengannya pagi hari kemudian ia langsung diboyong Langit ke rumah ini sore harinya dengan tanpa membawa satu stel baju dari rumah kecuali yang ia pakai. Segala keperluan sudah siap tersedia di rumah baru, pakaian, kosmetik, alas kaki, tas, semuanya ada dan bahkan ia tidak pernah menduga Langit sudah menyiapkan segalanya. Hanya hati Bulan sendirilah yang belum siap menerima suaminya tersebut. Saat telapak kaki Bulan sampai di depan meja makan, aroma harum masakan nasi goreng spesial yang dibuat Langit menyeruak sampai ke indera penciumannya. Bulan tidak menepis bahwa ia memang tengah dilanda lapar. Sebab sejak pernikahan paksa itu terjadi selera makannya langsung hilang tidak ada kabar. Bulan menarik kursi dan mengempaskan perlahan tubuh di atasnya, tapi ia tidak berani menoleh ke arah Langit yang hampir siap dengan sarapan paginya. Bulan hanya mengulum bibir dan mengeratkan pegangan pada dress yang ia kenakan, takut sifat ganas laki-laki itu akan muncul kembali. "Ini, makanlah ...." Langit meletakkan piring tepat di hadapan Bulan, semakin tercium aroma masakan itu hingga menggugah selera makan siapa saja yang menciumnya. "Bolehkah?" Langit tersenyum manis. "Boleh dong, aku kan, memasak ini untuk kamu. Cobalah, jadi aku bisa tahu kamu suka atau tidak masakanku," pintanya. Tangan Bulan sedikit gemetar ketika memegang sendok, makanan ini memang terlihat enak dan baunya pun sangat menarik perhatiannya. Tapi pandangan Langitlah yang membuatnya tidak nyaman. Ia merasa begitu takut melihat pandangan Langit padanya, padahal senyumnya lebar dan seolah menunjukkan kasih sayang yang teramat dalam. Sebagai seorang istri, harusnya ialah yang memasak sarapan untuk Langit. Tapi laki-laki itu telah lebih dulu mengambil alih pekerjaannya. Apa ini sogokan? Entahlah. Langit seperti memiliki dua sisi dalam dirinya. Kadang ia sangat lembut dan kadang sangat kasar dan arogan. Ia mulai menyadari itu bahkan hanya dalam satu minggu pernikahannya. "Bagaimana?" Langit menodongkan wajahnya tepat di hadapan bulan. Ingin tahu apakah masakannya disukai atau tidak oleh istrinya. Bulan memerlukan satu gelas air putih untuk melancarkannya dan memastikan makanan itu bisa tertelan. Ini ... aneh. Campur aduk antara pedas merica serta manis dari gula yang berlebihan. Asin dari garam pun kalah oleh hitam kecap. Ia berdeham. Tampilan memang tidak selalu serupa rasa. "Enak," jawabnya singkat. "Syukurlah, kalau begitu habiskan secepatnya. Karena hari ini kita akan pergi jalan-jalan." Wajah cerah ditunjukkan Langit. Menatapi istrinya yang tampak begitu sempurna dengan pakaian yang ia belikan, hingga tidak henti-hentinya senyum ia torehkan karena puas dengan hasilnya. Bulan menghentikan gerak tangan yang memegang sendok, kemudian memberanikan diri menatap ke arah Langit. "Ke mana?" "Kemanapun, kita akan melewati bulan madu bersama dan hanya berdua saja." "T-tapi, Lang. Aku tidak mau, ayahku dirawat di rumah sakit dan aku ingin menemani ayah di sana." Bulan menatap Langit dengan wajah penuh harap. "Tadi kamu mengatakan apa? Tidak mau?" Nada suara Langit mulai berubah. Bahkan senyum itu hilang seketika mendengar penolakan Bulan. Wanita itu mulai mulai menyembunyikan ketakutannya di balik bayang wajah yang sejenak ia tundukkan. "Aku mohon, Lang. Izinkan aku bertemu dengan ayah. Sekali saja, aku hanya ingin memastikan keadaan ayah seperti apa." Bulan memegang lengan Langit, tapi tepisan kasar ia terima. Belum lagi tatapan Langit yang semakin tajam menunjukkan amarah yang sangat besar padanya. "Tidak bisa!" bentak Langit. Dia berdiri dari duduknya, tatapan tajam itu sekali lagi ia arahkan ke arah Bulan. "Sekarang kau adalah istriku! Dan aku berhak menentukan ke mana pun kau pergi. Sudah kukatakan tidak, itu artinya tidak! Kau harus mematuhi perintahku ...!" Suasana jadi kacau balau. Langit marah, tapi Bulan sangat khawatir dengan keadaan ayahnya yang berada di rumah sakit. "Dan aku tidak pernah ingin menjadi istrimu, Lang! Laki-laki licik yang memanfaatkan keterpurukan keluargku demi tujuanmu. Kau benar-benar tidak punya hati ...!" Bulan menangis, deras air matanya mengalir di kedua belah pipi. Sakit hatinya merajai ketakutannya terhadap Langit. "Itu karena aku mencintaimu ...!" PRAK' Pecahan piring berserakan di atas lantai ketika dibanting keras oleh Langit. Menandakan kemarahan suaminya itu sudah mencapai puncaknya. Bulan menunduk, sedikit ia menyesal kenapa harus berkata begitu. Tapi ayahnya pasti memerlukan keberadaanya saat ini, penyakit diabetes yang di derita ayahnya sudah komplikasi ke jantung dan ginjal. Ia ingin berada di samping ayahnya dalam keadaan seperti ini. Tapi manusia iblis ini telah menunjukkan sifat aslinya. Ia berkata akan menanggung segala biaya berobat ayahnya dan menanggung beban hidup ibu dan kedua adiknya yang masih sekolah. Langit datang disaat yang tepat, seolah sudah membaca keadaan perusahaan calon mertuanya yang mulai runtuh dan keuangan mulai menipis. Ia bagai pahlawan di keluarga Bulan. Tapi syarat pembayaran niat baiknya itu bukanlah dengan uang lagi, melainkan meminta Bulan bersedia menikah dengannya. Syarat terberat bagi seorang Bulan. Kini ia harus rela mengabdikan diri seumur hidup demi kelangsungan hidup keluarganya. Demi ayah, ibu dan kedua adiknya. Tanpa berpikir panjang ia mengatakan 'iya' dari permintaan Langit. Yah ... manusia picik ini telah menjadi suaminya sekarang. Permintaan yang akan mematri hidupnya di tempat ini. Tapi Ia akan bertahan jika Langit masih memegang teguh janjinya sendiri. Sejenak Langit kembali menghampiri Bulan, jemarinya menyibak anak rambut istrinya dengan lembut seraya berkata, "Sudah sangat lama aku menanti hari ini tiba, Sayang," bisiknya. Bulan terdiam seribu bahasa, kecuali isakan tangis yang mewakili seluruh luapan perasaannya saat ini. Ia menunduk, mendapati sentuhan lembut mengerikan dari suaminya. "Menunggu mimpi menikahimu menjadi kenyataan itu bukanlah hal mudah. Dan aku lelah menjadi bayangmu setiap saat, sekarang kau adalah istriku. Jadi jangan isi pikiranmu dengan yang lain kecuali aku ... hanya aku." Langit mengusap tetesan air mata yang berjatuhan di wajah istrinya, tapi tidak ayal membuat tangisan Bulan semakin menjadi. Entah sampai kapan Bulan akan bertahan, jika saja tidak terbesit keluarganya dalam benak. Mungkin saja semalam ia sudah mati bunuh diri.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Siap, Mas Bos!

read
13.3K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
205.8K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Tentang Cinta Kita

read
190.3K
bc

My Secret Little Wife

read
98.1K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.6K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.4K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook