Bertemu Lagi

1430 Words
"Argh ... remuk badan ini rasanya!" keluh Celine sembari mencoba membuka mata sekaligus menggerakkan tubuhnya. Sontak dia terkesiap ketika menyadari ada lengan kokoh dan otot-otot padat yang membungkus dirinya. "Apa yang kulakukan tadi malam?!" cicitnya pelan agar tidak membuat sosok di sebelahnya terbangun. Perlahan dia mencoba melepaskan diri dari lilitan pria muda berparas tampan yang mengungkung tubuh rampingnya. “Aduh, berat banget! Ini kok nggak bisa dipindahin sih lengannya sama kakinya!” gerutu Celine yang ingin segera kabur sebelum pemuda itu terbangun. "Ckk ... kamu sudah bangun, Celine Cayank?!" sapa Ares berdecak lalu menguap karena baru beberapa jam saja dia tertidur. "Kamu siapa? Kok tahu namaku dan kita ngapain tadi malam?!" cecar Celine yang menyiratkan kepanikan yang teramat kentara. Ares enggan melepaskan lengan dan kakinya dari tubuh Celine karena jelas wanita itu pasti akan kabur bila dia lengah. Dia tersenyum miring lalu bertelekan tangan kirinya di kepala memandangi wajah cantik yang berantakan akibat aktivitas heboh semalam. "Kita sudah kenalan juga, masa lupa sih. Di club tadi malam, di depan toilet lantai dua, Baby!" jawabnya santai. "Aku lupa, kamu siapa? Cerita deh biar aku paham!" Celine menyerah karena sama sekali tak ingat setelah keluar dari toilet. Bagian femininnya terasa remuk, dia menebak semalam pria itu yang menjalani one-night-stand bersamanya. Ares menyusuri bahu mulus wanita yang memunggunginya itu dengan bibirnya. "Lupa rupanya, hmm ... padahal yang tadi malam bikin aku terbayang-bayang. Pengin kuulangi malahan!" "Eitss ... please deh, aku nggak sedang bercanda! Gini aja deh, lepasin aku sekarang. Anggap saja semalam kita khilaf ... atau aku yang mabuk berat dan jadi begini. Sudah ya, kunci mobilku di mana?" cerocos Celine tak membiarkan pemuda itu mengoceh tentang kehendak yang tidak-tidak. Dia bukan jenis wanita yang gemar mereguk euforia sesaat. "Aku nggak bercanda kok, aku serius banget, Cantik. Dan perlu kamu tahu, aku suka sama kamu. Mau ya jadi pacarku?" bujuk Ares tak mau dipukul mundur dengan kejutekan wanita yang baru saja bangun tidur di tempat tidurnya. Celine menoleh ke sisi Ares untuk memprotes, tetapi matanya terpejam menerima pagutan ganas bibir pemuda itu. Dia baru paham seperti apa korban keganasan ular Anaconda. Cowok berondong yang berparas good looking itu melilitnya begitu erat. "Cayank, mulai sekarang kita pacaran. Aku nggak mau ditolak, okay?!" Ares memaksakan kehendaknya sambil menatap sepasang mata bermanik biru cemerlang di hadapannya yang melebar. Wanita itu menggeleng-gelengkan kepalanya bergidik seram. "Nggak, apa-apaan sih? Tolong lepasin aku sekarang, aku harus kerja dan ini sudah telat banget!" hardik Celine galak kali ini sambil meronta-ronta. "Kalau aku nggak mau gimana?" Ares merasakan juniornya berdemo di bawah sana. Lebih karena makhluk cantik galak itu memiliki pesona yang dahsyat atas tubuhnya. "Pokoknya lepasin aku sekarang kalau nggak mau kulaporin ke polisi!" ancam Celine sungguh-sungguh. Lagian cowok berondong ini apa-apaan ingin menahannya tetap di ranjang hingga matahari sudah terik. Akhirnya, Ares melepaskan belitan kaki dan lengannya di tubuh wanita yang keras kepala itu. Dia sudah tahu alamat Celine dari ID card di dompet yang semalam dia screenshot dengan kamera ponselnya. Termasuk nomor HP Celine karena dia menelepon sendiri ponselnya dengan HP milik wanita itu. Beres! Dengan grusak-grusuk Celine memunguti pakaiannya, wajahnya menghangat dan merona karena dia bertelanjang di hadapan seorang pria muda. Segera dia berlarian menuju kamar mandi untuk mengenakan bajunya lagi yang semalam. "Argh … kenapa badanku jadi sakit semua?" gerutu Celine sambil merasakan tubuhnya yang pegal dan bagian intinya pun terasa perih. “Bodoh banget sih, kenapa sih aku sampai datang ke sini dan terlibat cinta satu malam sama pria berondong itu?” Setelah menyalahkan dirinya, Celine pun mulai membasuh wajah dengan air dari wastafel, lalu mengeringkannya menggunakan tisu sebelum keluar dari kamar mandi. “Ngopi dulu aja, ya? Biar badan kamu lebih segar!" ujar Ares tersenyum sambil menyodorkan secangkir kopi yang sengaja dia buatkan untuk Celine. Celine pun coba bersikap kooperatif lalu duduk di sofa bersebelahan dengan pemuda yang belum dia kenal itu. "Jadi, nama kamu siapa?" Pemuda itu mengulurkan tangan untuk berjabat tangan dengan Celine. "Ares Holmes. Mobil kamu ada di parkiran gedung ini. Apa bisa nyetir sendiri? Sudah nggak pusing karena mabuk semalam?" balas pemuda itu penuh perhatian menatap wajah Celine. "I'm okay, Ares." Celine meneguk kopi hangat itu, meletakkan cangkirnya di meja sofa lalu bangkit berdiri. Dia terlihat mengulurkan tangannya seraya berkata, "Kembalikan kunci mobilku, aku benar-benar harus pergi sekarang!" Dengan helaan napas berat Ares bangkit lalu berjalan menuju ke nakas tempat tidurnya untuk mengambil kunci mobil milik Celine. Dia menyerahkannya lalu bertanya, "Apa kita bisa bertemu lagi untuk dinner bareng, Celine?" "Kurasa yang tadi malam kita anggap selesai saja, ya!" sahut Celine lalu mengambil tasnya di atas meja sofa. Dia membalik badan untuk meninggalkan penthouse luas nan mewah itu. Namun, langkahnya tiba-tiba terhenti karena sepasang lengan kekar menahannya. Matanya membulat terkesiap. Suara bass yang maskulin terdengar di samping telinga kanannya, "Aku nggak mau ditendang begitu saja setelah semalam bekerja keras bikin kamu puas!" "Tapi itu bukan kemauanku, aku sedang mabuk!" protes Celine kesal. Dengan santai setengah memaksa Ares berkata, "Pokoknya nanti malam aku jemput kamu ke rumah, okay?" "Memang kamu tahu di mana rumahku?" cicit Celine panik. Dia berasa distalking oleh pemuda berondong itu. Bibir Ares mengecup leher mulus Celine dan meninggalkan kenang-kenangan di sana. Merah dan bulat, jelas sekali. "Perum Berlian Pratiwi nomor. 8, benar, 'kan?" ucapnya. "Jangan-jangan kamu orang psiko yang suka nguntitin cewek ya?!" tuduh Celine dengan panik. Mendengar perkataan Celine, Ares tertawa singkat, lalu kembali menatap wanita yang masih ada di hadapannya. "Maybe … but I don't care! Aku tidak peduli tanggapanmu." Ares melepaskan dekapannya, tetapi menepuk b****g bulat Celine dengan sengaja. "Pergilah sekarang, Baby! Pokoknya nanti pasti kita akan ketemu lagi!" ujar Ares ringan seraya bersedekap menatap Celine yang memelototinya galak. "Dasar ... kamu memang kurang ajar!" sembur Celine lalu menghentak-hentakkan kakinya meninggalkan griya tawang itu. *** Jam di dashboard mobil menunjukkan pukul 10.20, dia telat masuk kantor. Sekalipun jabatannya presdir sekaligus owner perusahaan, bukan berarti bisa seenaknya masuk kerja. Celine menginjak pedal gas mobil untuk mengebut untuk pulang ke rumahnya. Setelah mandi pagi, Celine pun uring-uringan sendiri. "Duh, bisa-bisanya sih aku mabuk sampe begituan sama berondong itu?! Umurnya mana kayaknya sepantaran sama Diego lagi.” Setelah memoles lipstik red coral di bibirnya yang nampak lebih menebal dibanding normal efek dilumat semalaman oleh Ares, dia meraih tas tangannya lalu berangkat ke kantor. Kedatangannya terlambat baru terjadi sekali ini, Celine terkenal sebagai bos yang on time. Dia segera disambut oleh Silvia, asistennya di depan ruang presdir. "Selamat siang, Bu Celine. Apa Ibu lupa kalau ada meeting dengan klien besar pelanggan produk perusahaan ini ya?" ujarnya sekaligus menegur. "Ya ampun, jam berapa janjiannya, Silvia?" sahut Celine seraya memasuki ruangan diekori asistennya. "Seharusnya jam sepuluh tadi, Bu. Untungnya big boss-nya mengundur meeting itu juga. Beliau minta makan siang di restoran Hotel Pullman jam dua belas siang. Jadi, kita sebaiknya berangkat sekarang saja, Bu Celine!" jawab Silvia sambil tersenyum tipis. Sisa sekitar setengah jam dari meeting tersebut, padahal terkadang jalanan macet tak terduga. "Oh oke, ayo berangkat!" Celine tak jadi duduk di kursi kerjanya dan melangkah keluar lagi menenteng tas tangan. Mereka pun terlambat tiba di tempat meeting. Dengan langkah tergesa-gesa Celine dan Silvia memasuki restoran hotel. "Silvia, yang mana klien kita?" tanya Celine karena ada tiga meja makan bundar yang ditempati tamu dan semuanya bapak-bapak. Asistennya menyapukan pandangan ke sekeliling restoran dan tak yakin yang mana. Maka dia pun menelepon klien mereka. "Hello, Mister Holmes. Kami sudah sampai di restoran. Apa Anda bisa berdiri agar kami tahu mejanya?" ujar Silvia yang membuat Celine mengerutkan keningnya. “Holmes? Sepertinya aku pernah dengar nama belakang itu baru-baru ini deh!” batinnya gelisah. Seorang pria jangkung bertubuh atletis dalam setelan jas hitam yang memunggunginya bangkit dari kursi lalu membalik badan ke arah mereka. Celine spontan terkesiap dan melangkah mundur. “Oh God, nggak mungkin dia, ‘kan?” batin Celine masih tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Seketika dia teringat lagi perkataan Ares bahwa mereka akan bertemu kembali. "Silvia, apa klien kita yang di meja itu?" Celine bertanya, memastikan pada asisten pribadinya. "Iya, Bu.” jawab Silvia santai, dia tidak mengetahui apa yang terjadi semalam. Merasa enggan untuk mendekat, Celine hanya mematung diam. Ingin pergi. Namun, dia tak ada pilihan karena tetap harus menghadapi pemuda itu. “Ayo, mari, Bu!” Silvia mempersilakan atasannya untuk jalan lebih dulu ke meja di mana Ares berada. Dengan ragu Celine melangkah. Menggerutu dalam hati karena dia merasa dunia terasa kecil karena kembali dipertemukan dengan pemuda yang sebenarnya tidak ingin dia temui lagi setelah kejadian semalam. “Kenapa perasaanku jadi nggak enak, ya? Apa ini memang kebetulan aku bisa bertemu dia lagi?” gumam Celine semakin dekat pada Ares yang sejak tadi sudah melempar senyum padanya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD