1. New Beginning

1600 Words
Selamat membaca, jangan lupa tinggalkan jejak komentar, dan RATE bintang kecil di pojok kiri bawah layar ponsel kalian. Chapter 1 New Beginning Grace Elizabeth, wanita cantik dengan rambut kuning kemerahan, matanya berwarna biru seindah lautan di Grace bay, wajahnya cantik, kulit putihnya sehalus batu pualam, bibirnya berwarna merah jambu. Sebenarnya ia adalah putri tidak sah dari salah satu bangsawan di London yang dijual oleh ibu kandungnya sendiri, tetapi ia beruntung karena keluarga Johanson membesarkannya lalu pada usia dua puluh tiga tahun putra pertama keluarga Johanson yang bernama William Johanson menikahinya.  Awalnya William dan Grace berulang kali terjebak dalam lingkaran yang membuat mereka saling membenci dan saling menyakiti dalam kata balas dendam. Grace sangat membenci William, begitu juga William, pria itu juga membenci Grace karena Grace menanggalkan nama Johanson di belakang namanya. Grace melarikan diri dari keluarga Johanson yang telah merawatnya sejak ia mengenal dunia.  William menganggap perbuatan Grace adalah penghinaan terhadap keluarga Johanson.  Keluarga Johanson adalah keluarga terpandang di London, meskipun bukan keluarga bangsawan nyatanya derajat mereka nyaris sama dengan keluarga bangsawan di London karena kekayaan mereka yang fantastis, perusahaan mereka meraksasa, tidak hanya di daratan Eropa saja tetapi mencakup seluruh dunia. Bahkan Johanson Corporation masuk ke dalam seratus perusahaan terbaik di dunia. Sebagai balasan kemarahan William atas perbuatan Grace, pria itu menjebak Grace, mengambil kesuciannya lalu menjadikan dengan paksa Grace sebagai pelampiasan nafsu bejatnya.  Sebanyak apa William membenci Grace, seperti itu juga Grace membenci William. Ia membenci William dengan seluruh kehidupannya meski di masa lalu William adalah kakak yang paling baik sebelum Grace mengetahui jati dirinya yang sebenarnya. William adalah dewa penolong bagi Grace karena saudara kembar di dalam dokumen Grace yang bernama Leonel Johanson selalu menggertaknya.  Seiring berjalannya waktu, William dan Grace kebencian mereka berubah menjadi saling mencinta setelah melewati masa-masa sulit, menghadapi pasang surut dan gejolak emosi serta banyak kesalahpahaman yang tidak sedikit hingga akhirnya mereka menikah secara diam-diam karena saat itu bahkan hingga saat ini Grace masih memiliki kontrak perkerjaan yang mengikatnya.  Grace adalah seorang model di sebuah agensi yang sangat ternama di London, Agensi itu di miliki oleh Leonel Johanson. Grace juga seorang desainer sepatu dan yang sedang berjuang untuk memiliki brand sendiri yang ia beri nama Bebe Shoes. Karier Grace tidak luput dari campur tangan William dan Leonel, mereka memanfaatkan nama besar Johanson. Tetapi, tidak sepenuhnya karena ia memiliki kemampuan, kecantikan, dan tentunya bakat.  “Bagaimana pekerjaanmu hari ini, sayangku?” William mengecup puncak kepala istrinya. Ia baru saja kembali dari bekerja disambut oleh Grace yang langsung melompat ke dalam pelukannya.  “Bagaimana denganmu?” Grace justru bertanya balik, jemarinya yang lentik menyentuh ikatan dasi yang mencekik leher suaminya sementara matanya yang berwarna biru menatap William dengan tatapan penuh cinta, juga rindu. William menghadiahkan kecupan manis di kening Grace. "Aku sangat merindukanmu."  Pipi Grace Tempak merona merah, ia menggigit bibirnya. Di dalam benaknya tidak pernah sedikitpun terbesit jika akan ada masa indah ia dan William, bersatu dalam pernikahan yang dipenuhi cinta dan kasih sayang mengingat bagiamana di masa lalu mereka pernah saling membenci. "Aku juga merindukanmu, Willy."  Ia melingkarkan lengannya di leher William dengan manja, tanpa malu-malu ia mendaratkan bibirnya di bibir William. "Aku mencintaimu," bisiknya pelan. William melingkarkan satu lengannya di pinggang Grace sementara satu tangannya masih memegangi tas kerjanya, ia membalas kecupan bibir Grace. "Kau hidupku, Grace."  Grace tersenyum bahagian, perlahan ia melepaskan lengannya dari leher William, tangannya mulai mengendurkan dasi di leher suaminya. "Apa menu makan malam kita?" "Apa unta kau inginkan?"  Grace menyeringai jail. "Kau." William menatap Grace yang tampak begitu serius membuka ikatan dasi di lehernya. “Aku berharap bisa bersamamu sepanjang hari.”  "Apa kita akan seperti ini sepanjang hidup kita?"  "Jangan coba-coba merasa bosan padaku atau kau akan tahu akibatnya." William meletakkan tas kerjanya di atas meja kemudian duduk di sofa, diikuti Grace yang duduk di atas pahanya dengan posisi miring, menghadap ke arahnya.  "Aku tidak akan berani, Tuan Pemaksa."  "Bagus, kau memang gadisku yang patuh." William mengecup salah satu pundak Grace. “Kau selalu membuatku harus menjadi patuh, hari ini kau juga melakukannya dengan baik. Mulai besok Leonel yang menjadi manajerku,” ujar Grace menyindir perbuatan William yang diam-diam mengganti manajernya.  “Kau keberatan?” Telapak tangan William mengelus paha istrinya yang hanya terbungkus gaun rumahan yang terbuat dari kain satin berkualitas tinggi.  “Kau tahu bagaimana Leonel, aku tidak bisa bersamanya terlalu lama, aku dan dia akan terus berdebat. Kami tidak cocok.” Grace bersungut-sungut, ia dan Leonel memang tidak cocok dalam segi apa pun.  Mereka tidak lagi terlibat cekcok seperti saat mereka kecil tetap jelas mereka tidak akan bisa bekerja sama. Bagaimana mungkin ia bisa bekerja sama dengan orang yang hanya mengurung diri di kamarnya bermain game dan tidur sementara pekerjaannya di tuntut untuk sempurna dan cepat. Harus orang yang memang menguasai bidangnya dan mengerti dirinya, bukan sekedar mengerti cara berbisnis.  “Kalau begitu, biar aku yang menjadi manajermu,” ucap William dengan seringai penuh kemenangan.  Grace memutar bola matanya. "Memang itu tujuanmu, bukan?"  William menaikkan kedua alisnya, ia menyeringai lebar. Ia memang tidak ingin Grace ditangani oleh orang lain, terutama manajer pria. Ia juga tidak sampai hati meminta Leonel memecat Ford dan sebagai ganti ia pernah menghajar pria itu, ia meminta Ford dipindahkan.  “Suami macam apa yang meninggalkan pekerjaannya demi memata-matai istrinya?” Grace perlahan menarik dasi dari leher suaminya, mencampakkan benda itu ke atas meja begitu saja lalu ia membuka kancing di bagian d**a kemeja yang dikenakan oleh William.  “Sialan, terkutuklah brand yang mengontrakmu itu,” gerutu William, ia menatap istrinya dengan tatapan kesal yang tidak dibuat-buat. “Aku ingin sekali mengumumkan kepada dunia bahwa kau milikku.”  Grace terkekeh. “Hanya lima bulan lagi, tidak akan lama, kenapa kau begitu kesal?”  “Hanya lima bulan kau bilang?” William menyipitkan sebelah matanya, ia ingin bisa mencium Grace di mana saja ia menginginkan menciuminya, ia ingin mencium Grace di taman, di tepi sungai Thames dan di mana saja. Termasuk saat mereka berdua makan malam di restoran.  Ia ingin makan malam dengan lilin-lilin yang menambah suasana romantis, ia ingin membawakan Grace seikat bunga mawar berwarna merah, ia ingin semua orang tahu jika ia dan Grace saling memiliki. "Aku ingin menciummu di mana saja aku ingin," geramnya seraya menatap bibir Grace yang tampak ranum. Grace tahu jika William menatap bibirnya, pria itu tampak lapar dan mendambakannya. Seperti dirinya. “Bersabarlah, lagi pula kau sangat menggemaskan saat mencuri ciuman di luar rumah, kita seperti remaja," ucapnya dengan nada jail. Ia menjilat bibirnya menggunakan lidahnya beberapa kali.  William membelai pipi Grace menggunakan punggung jemari telunjuknya. “Jangan menggodaku."  "Aku?" William tersenyum, di dunia ini ia belum pernah tergoda oleh siapa pun selain Grace. “Angkat bokongmu, Sayang.”  Grace mengubah posisinya menjadi menghadap William, ia menumpukan kedua lututnya di sofa. “Apa yang akan kau lakukan?”  “Aku tahu apa yang kau inginkan,” geram William, telapak tangannya menyusup di balik gaun Grace, membelai kulit paha istrinya yang selembut sutra.  “Aku tidak seperti itu,” elak Grace, pipinya tampak merona. Tatapan matanya menatap William dengan sorot mendamba.  William menaikkan sebelah alisnya. “Oh, ya? Sejak kau menduduki pahaku, aku tahu apa yang kau pikirkan.”  Grace mengerang saat William menyibak celana dalam yang ia kenakan, ujung jemari panjang suaminya menyelinap di antara celana dalamnya, menyentuh area pribadinya. “Jangan omong kosong.”  “Aku tidak pernah salah menilaimu, istriku.” William mengunci tatapan mata Grace. “Kau sangat menginginkanku.”  Ketika jari tengah William menerobos masuk ke dalam tubuhnya Grace sesaat menegang, kulit terdalamnya seolah bersorak penuh kebahagiaan. “Willy, ya Tuhan.”  Grace menangkup kedua pipi suaminya menggunakan telapak tangannya, tanpa malu-malu ia mendaratkan bibirnya di bibir William, menggoda bibir pria itu kemudian mulai mendesakkan lidahnya masuk ke dalam rongga mulut William, menemukan lidah hangat pria itu, mengisapnya dengan rakus tanpa sedikit pun ia mencoba menyembunyikan fakta bahwa saat ini ia memang sangat membutuhkan William.  William terus menggerakkan jarinya menggoda istrinya, dengan senang hati ia menerima cumbuan dari bibir Grace yang nakal dan lapar, ia sangat hafal dengan reaksi tubuh Grace setiap kali ia menyentuhnya. Ketika erangan-erangan kecil Grace yang tertahan mulai semakin terdengar seolah sedang merintih, William menghentikan gerakan tangannya dan menjauhkan dari area pribadi istrinya.  Grace menghentikan cumbuan di bibir William, ia menatap suaminya dengan tatapan protes. Gelombang besar yang bergulung-gulung nyaris menghancurkan tubuhnya telah surut. “Jangan coba-coba mempermainkan aku, Mr. Johanson,” ucapnya dengan nada galak.  “Tidak dengan pakaian lengkap dan posisi sepeti ini.” William menaikkan kedua alisnya, tatapan matanya sekilas mengarah ke pakaian yang masih menempel lengkap di tubuh mereka.  Grace mendengus kesal. Ia menarik gaun rumahannya melalaui atas kepalanya membuat ia seketika ia hanya tinggal menggunakan celana dalamnya.  William menyeringai puas. Satu bulan mereka menjalani rumah tangga yang manis, Grace tidak lagi seperti dulu saat mereka belum mengakui adanya perasaan cinta di dalam benak masing-masing. Setelah menikah, Grace lebih santai menghadapinya, istrinya itu tidak pernah lagi bersikap canggung apa lagi dalam urusan bercinta. Jika ia sangat b*******h terhadap istrinya, begitu juga sebaliknya, Grace sangat mengerti bagaimana cara menyenangkannya. Mereka seperti tercipta untuk saling melengkapi, saling memiliki dalam gairah yang tidak bisa padam.  “Kita buktikan saja, siapa yang akan terlebih dulu menyerah,” ucap Grace dengan nada menggoda. Ia membuka seluruh kancing kemeja William, perlahan telapak tangannya mengusap d**a William yang berotot turun ke perutnya yang sempurna lalu mulai membuka ikat pinggang suaminya.  “Yang jelas bukan aku,” kata William sambil melepaskan kemejanya.  Ketika seluruh pakaian William telah teronggok di lantai, Grace segera membuang sisa kain yang masih melekat di tubuhnya. “Kau terlalu banyak bicara.”  Bersambung.... Jangan lupa tinggalkan jejak komentar dan RATE! Salam manis dari Cherry yang manis.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD