03 - MY HOT BILLIONAIRESS

2084 Words
MHB.03 PERASAAN SEDIH “Bibi… Bibi… Bibi Xia…” Aku berteriak dari kamarku saat aku tidak menemukan baju kesayanganku di dalam lemari walk in closet milikku. Sebuah baju yang merupakan hadiah dari Gerald Wyman Ye saat aku berulang tahun ke-18 bulan lalu. Meski hanya sebuah baju kaos biasa yang tidak semahal baju yang aku miliki lainnya, tapi baju kaos itu sangat berharga bagiku. Hari ini adalah hari terakhirku berada di Macau. Hari ini aku akan berangkat ke Amerika Serikat untuk melanjutkan pendidikanku di Harvard University diantar oleh kedua orang tuaku. Meski sebenarnya hatiku terasa berat untuk pergi karena harus meninggalkan kekasihku Gerald Wyman Ye, namun aku harus tetap pergi demi pendidikanku dan masa depanku. Aku tidak ingin mengecewakan Daddy Drex dan Mommy Xaviera yang telah berharap banyak padaku. Karena aku adalah putri tunggal mereka, aku juga ingin membuat kedua orang tuaku bangga karena telah memiliki putri sepertiku. Saat aku masih mengacak-acak lemariku mencari barang kesayanganku dengan perasaan kesal, Mommy Xaviera pun muncul dari balik pintu walk in closet. Beliau melangkah memasuki walk in closet sembari berkata dengan lembut kepadaku, “Sayang, kenapa kamu berteriak? Tidak bisakah kamu bicara dengan baik-baik?” “Aku hanya berteriak memanggil Bibi Xia, Mom.” Aku menjawab sambil terus memeriksa lemariku. Melihatku yang terus sibuk memeriksa lemariku, Mommy Xaviera pun kembali bertanya, “Kamu sedang mencari apa, Vicky?” “Aku sedang mencari baju kaos milikku, Mom.” Aku menghentikan gerakanku dan menjawab pertanyaan Mommy Xaviera. Kemudian aku melangkah melewati Mommy Xaviera yang kini telah berdiri di dekatku menuju pintu walk in closet. Saat aku telah berdiri di ambang pintu walk in closet, aku pun kembali berteriak, “Bibi Xia… Bibi Xia…” “Ya, Nona. Aku segera datang.” Terdengar suara Bibi Xia Shen menyahut panggilanku dari luar kamar. “Apa kamu memanggil Bibi Xia hanya untuk menanyakan bajumu itu, Sayang?” “Ya, Mom. Aku telah memeriksa lemariku, tapi aku tidak menemukan bajuku itu.” “Bukankah masih banyak bajumu yang lain? Kenapa harus baju yang kamu cari itu?” Aku yang berada di ambang pintu walk in closet pun membalikan tubuh dan melangkah kembali menghampiri Mommy Xaviera sembari berkata, “Mom, itu bukan baju kaos biasa. Tapi itu baju kaos kado ulang tahunku dari Gerald.” Belum sempat Mommy Xaviera menanggapi jawabanku, Bibi Xia pun datang. Ia melangkah dengan segera memasuki walk in closetku sembari bertanya, “Nona, apa Nona membutuhkan sesuatu?” “Bi, apa Bibi tahu kemana baju kaosku yang berwarna putih dengan motif hati besar di bagian d**a?” “Baju kaos?” Bibi Xia bertanya dengan wajah kebingungan. Ia terdiam sejenak seolah sedang berpikir. Hingga akhirnya ia kembali bersuara dengan wajah ketakutan, “Nona… Maafkan aku.” “Maaf? Kenapa Bibi minta maaf padaku?” “Nona, baju kaos itu… Baju kaos itu rusak Nona. Baju itu rusak karena mesin pengering pakaian yang rusak beberapa hari yang lalu.” Bibi Xia menjawab dengan suara gemetar dan wajah ketakutan karena merasa bersalah. Mendengar jawaban dari Bibi Xia yang polos itu membuatku menjadi marah. Seketika aku melempar barang yang ada di dekatku sembari berkata dengan nada tinggi, “Rusak? Bibi bilang rusak? Apa Bibi tidak bisa berkerja dengan baik? Bibi telah merusak baju kesayanganku, aku tidak terima itu. Bibi harus menggantinya! Aku tidak mau tahu, Bibi harus menggantinya! Kalau tidak Bibi berhentyi saja!” Spontan Bibi Xia berlutut di hadapanku dan memohon, “Nona, maafkan aku. Aku tidak sengaja. Jangan pecat aku Nona, aku mohon. AKu masih membutuhkan pekerjaan ini.” “VICKY! Apa yang telah kamu lakukan? Apa kamu tidak bisa bicara dengan baik? Apa Mommy mengajarkanmu bicara seperti itu pada orang yang lebih tua?” Mommy Xaviera memarahiku setelah mendengarku berbicara dengan nada tinggi kepada Bibi Xia dan memperlakukannya dengan tidak baik. “Nona, maafkan aku. Maafkan aku. Aku tidak sengaja. A-aku akan menggantinya.” Bibi Xia kembali bicara dengan tubuh gemetar dan wajah memucat. Mommy Xaviera yang melihat Bibi Xia ketakutan pun merasa iba. Dengan suara rendah beliau berkata, “Bi, kamu tidak usah menggantinya. Itu hanya sebuah baju, bisa dibeli lagi. Lagi pula itu bukan salahmu, tapi mesin pengering pakaian yang telah rusak. Sekarang pergilah dan kembali bekerja.” “Tapi Nyonya, aku…” “Pergilah, Bi.” Mommy mengisyaratkan pada Bibi Xia untuk keluar walk in closet milikku. Sedangkan aku masih berdiri dengan perasaan kesal sambil menahan tangisku. Setelah Bibi Xia keluar dari ruangan, Mommy Xaviera pun kembali bersuara, “Vicky, kenapa semakin lama kamu semakin berani berbicara dengan nada tinggi seperti itu? Apa Mommy pernah mengajarkanmu bersikap seperti itu? Apa dengan bersikap seperti itu bisa menyelesaikan masalah dan membuat bajumu kembali seperti semula?” “Mommy, kenapa Mommy malah memarahiku dan membela Bibi Xia?” “Mommy tidak membela. Mommy hanya menjadi penengah. Rusaknya bajumu itu bukan kesalah dari Bibi Xia. Sebelumnya ia pasti tidak tahu kalau mesin pengering pakaian rusak. Jadi tidak usah terlalu mendramatisirnya. Jika rusak, bisa di beli lagi. Jika kehilangan orang yang bisa dipercaya untuk bekerja di villa ini, apa mudah untuk di dapatkan? Mommy tidak suka kamu bersikap seperti itu.” “Tapi, Mom… Itu baju sangat berharga bagiku.” Aku masih merengek membela diriku sendiri. “Jika rusak, beli lagi. Nanti Mommy akan memesankan yang sama persis dengan yang rusak itu.” Mommy Xaviera berbicara dengan tegas. Aku yang masih tidak terima bahwa baju kesayanganku rusak pun masih tetap keras kepala mempertahankan egoku. Dengan wajah cemberut dan meneteskan air mata, aku pun menjawab, “Tidak. Aku tidak mau. Baju itu hadiah dari teman dekatku. Mana bisa diganti dengan yang lain.” “Jangan pakai adegan menangis, Vicky. Hapus air matamu dan segera berbenah. Kita akan segera berangkat ke bandara. Sebelum kamu pergi, kamu harus minta maaf pada Bibi Xia.” Mommy Xaviera berbicara padaku sambil melangkah hendak keluar dari walk in closet. Baru saja Mommy Xaviera berjalan beberapa langkah, Daddy Drex pun datang. Beliau yang kini berjalan memasuki ruanganku pun bertanya, “Apa yang terjadi? Kenapa sampai terjadi keributan?” “Putrimu baru saja marah-marah karena baju kesayangannya rusak, Qin. Ia bahkan bebicara dengan nada tinggi pada Bibi Xia. Padahal bajunya yang rusak itu bukan kesalahan Bibi Xia.” Mommy Xaviera memberi penjelasan pada Daddy Drex yang berdiri di sampingnya. Daddy Drex pun memalingkan wajahnya menatapku yang masih menangis terisak-isak di tengah walk in closet dan berkata, “Vicky, apa yang dikatakan Mommy benar? Apa kamu baru saja berkata kasar? Jika itu benar, kamu harus minta maaf. Daddy tidak suka jika kamu bersikapn seperti itu.” Aku yang masih merasa sedih dengan segera berlari kearah Daddy Drex. Kemudian aku memeluk beliau yang berdiri di samping Mommy Xaviera sembari berkata, “Daddy, aku tidak bermaksud berkata kasar. Aku hanya merasa kesal dan tanpa sengaja berbicara dengan nada tinggi pada Bibi Xia. Bajuku rusak, jadi aku merasa sangat kesal. Tapi Mommy malah memarahiku.” “Jika kamu salah, tentu saja Mommy marah. Sikap seperti tadi itu tidak baik, jadi wajar Mommy mu marah.” “Tapi, Dad…” Aku berkata dengan nada merengek di dalam pelukan Daddy Drex sambil menghapus air mataku. Daddy Drex membelai rambutku sembari berkata, “Sudah, jangan menangis lagi. Nanti kamu bisa membeli baju baru. Sekarang segera rapikan dirimu dan kita akan berangkat ke bandara.” “Tapi Dad…” “Vicky, jangan membantah. Lakukan apa yang Daddy suruh.” Daddy berbicara dengan nada rendah namun penuh tekanan. “Baiklah.” Aku melepaskan pelukanku dari tubuh Daddy Drex dengan tak berdaya dan perasaan sedih. Meski Daddy Drex dan Mommy Xaviera sangat memanjakanku, tapi jika kedua orang tuaku itu marah, kemarahan beliau akan terlihat seperti seekor singa yang dibangunkan tidur. Aku tidak akan pernah berani melawannya. Setelah aku melepas pelukanku, aku pun melangkah ke kamar mandi untuk membersihkan wajahku yang baru saja dibasahi air mata. Saat ini aku masih merasa sedih karena baju kesayanganku rusak. Namun aku tidak bisa berbuat apa-apa lagi, karena baju yang rusak itu pastinya tidak bisa dipakai lagi. Saat aku berjalan beberapa langkah menuju kamar mandi, aku pun mendengarkan pembicaraan Mommy Xaviera dengan Daddy Drex. Mommy Xaviera berbicara dengan suara rendah, namun masih bisa didengar. “Qin, jangan terlalu memanjakan Vicky. Qin lihat sendiri, semakin lama ia semakin keras kepala dan sering berbicara dengan nada tinggi saat ia tidak menyukai sesuatu atau sedang marah. Padahal kita tidak pernah mengajarkannya seperti itu.” “Aku tidak memanjakannya. Aku hanya memberikan apa yang ia inginkan selama ini. Nanti aku akan berbicara dengannya dan menasehatinya. Sekarang ayo kita keluar. Biarkan ia membereskan barang-barangnya sendiri.” “Baiklah.” Mommy Xaviera dan Daddy Drex pun meninggalkan ruang walk in closetku. Sedangkan aku memasuki kamar mandi untuk membersihkan diri. **** Setelah merapikan diri dan bersiap-siap untuk berangkat, aku pun keluar kamarku menuruni anak tangga menuju ruang utama villa yang sangat luas. Di sana aku telah melihat kedua orang tuaku, beberapa orang bodyguard dan beberapa orang asisten rumah tangga yang sedang berdiri untuk melepas kepergian kami. Aku berjalan dengan santai menghampiri mereka. Dan kemudian menghentikan langkahku setelah sampai di ruang utama di samping Mommy Xaviera. “Mom. Dad, ayo kita pergi. Aku sudah siap.” Aku berkata dengan nada lirih. Setelah keluar dari kamar mandi tadi, suasana hatiku sudah mulai membaik. Daddy Drex pun menjawab, “Kita tidak akan pergi sebelum kamu meminta maaf.” “Meminta maaf pada siapa, Dad?” aku merengek pada Daddy Drex yang sedang menatapku. “Minta maaf pada Bibi Xia yang telah kamu marahi tadi. Dan juga minta maaf pada Uncle Jack yang waktu itu kamu bentak di depan orang banyak.” “Dad, minta maafnya nanti saja. Bukankah Bibi Xia dan Uncle Jack akan ikut kita?” “Tidak, Sayang. Bibi Xia dan Uncle Jack akan tetap berada di sini.” Mendengar jawaban dari Mommy Xaviera membuatku merasa sedih. Jika Bibi Xia Shen dan Uncle Jack tidak ikut denganku. Lalu bagaimana denganku nantinya? Aku sudah terbiasa dengan kedua orang itu dalam hidupku semenjak aku kecil. Jika kedua orang itu tidak ikut denganku, siapa yang akan mengurusku? Dengan wajah kecewa aku pun bertanya, “Dad, apa benar Bibi Xia dan Uncle Jack tidak ikut dengan kita?” “Ya, benar.” “Lalu bagaimana denganku? Siapa yang akan menjaga dan mengurusku?” Mommy Xaviera pun tersenyum padaku, “Sudah waktunya kamu mandiri, Sayang. Sekarang minta maaf. Setelah itu kita akan pergi.” Dengan berat hati, aku melangkah menghampiri Bibi Xia yang berdiri di samping asisten rumah tangga lainnya. Saat ini aku merasa sedih karena harus berpisah dengan Bibi Xia yang selama ini telah merawatku. Dengan suara serak dan menundukkan wajah aku pun berkata, “Bibi, maafkan aku. Maafkan aku jika tadi telah memarahi Bibi. Aku tidak bermaksud berbuat kasar. Tadi itu aku hanya merasa kesal. Maafkan aku. Terima kasih selama ini Bibi telah merawatku.” “Tidak apa, Nona. Nona tidak perlu minta maaf. Bibi tahu kalau tadi itu Nona sedang marah dan kesal.” Bibi Xia Shen menjawab dengan mata berkaca-kaca. Kemudian aku melangkah menghampiri Uncle Jack yang sedang berdiri di samping bodyguard lainnya. Dengan perasaan sedih dan merasa bersalah aku kembali berkata, “Uncle, maafkan aku jika telah berbuat sesuka hatiku. Aku juga sering memarahi Uncle di depan orang banyak saat menjagaku. Maafkanku, Uncle. Terima kasih telah menjagaku selama ini.” “Sama-sama, Nona. Nona harus bisa jaga diri di sana. Semoga apa yang Nona cita-citakan tercapai.” Uncle Jack Fan tersenyum dengan mata berkaca-kaca menatapku. “Terima kasih.” Aku membalas senyuman itu dengan senyuman pahit karena harus berpisah dengan orang-orang yang sangat dekat denganku dan selalu ada untukku selama ini. “Aku pergi dulu semuanya.” “Hati-hati di jalan, Nona… Tuan… Nyonya…” Para asisten rumah tangga dan beberapa orang bodyguard berbicara serentak melepas kepergianku. Saat aku, Daddy Drex dan Mommy Xaviera hendak memasuki mobil, tiba-tiba aku mendengar suara teriakan Bibi Xia Shen dari dalam villa. “Nona Vicky… Nona, tunggu sebentar!” Aku yang telah membuka pintu dan hendak memasuki mobilpun membalikkan tubuhku menatap Bibi Xia Shen yang berlari ke arahku. Saat beliau telah berdiri dihadapanku, beliau mengulurkan tangannya memberikan sebuah barang yang sangat penting dalam hidupku. Sebuah barang yang akan selalu aku gunakan saat suasana hatiku sedang buruk. Dan itu telah menjadi kebiasaanku dari kecil hingga saat ini. “Nona, dotnya ketinggalan. Ini akan berguna saat suasana hati Nona kurang baik.” Bibi Xia Shen berbicara sambil melirik ke kiri dan kanan memastikan tidak ada asiten rumah tangga atau bodyguard lain yang melihatnya saat ia memberikan dot kesayanganku ke tanganku. Dengan segera aku melempar dot itu ke dalam mobil dan berkata, “Terima kasih, Bi.” “Sama-sama, Nona.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD