- MAGIC RING -

1198 Words
Kembali kupejamkan mataku seperti tadi. Mungkin saja kali ini aku akan benar-benar terbangun. Aku tidak ingin terus berada di sini. Tetapi begitu aku melakukannya, tidak ada apa pun yang terjadi. “Mohon perintah dari Yang Mulia Pangeran Mahkota.” ucap Andreas lagi. Jika ini adalah game, dialog selanjutnya yang akan diucapkan Rafael kurang lebih, “Kerja bagus. Sesaat lagi Baginda Raja pasti akan segera memberikan titah untuk menghukum Eliza Y’ Vone. Serahkan bukti-bukti itu pada beliau.” Dengan mengucapkannya, sudah dipastikan tidak ada lagi masa depan bagi Eliza. Dia akan selamanya dicap sebagai perempuan jahat yang telah menyakiti perempuan yang pangeran mahkota cintai. Lalu, hari itu pun akan semakin cepat tiba. Hari di mana raja siluman akan bangkit dan menyerang kekaisaran serta membunuh kaisar. Tentunya aku tidak bisa membiarkan itu semua terjadi. Eliza Y’ Vone harus segera dicegah. “Andreas. Awasi kediaman keluarga Y’ Vone sekarang juga. Dan jangan sampai ada yang keluar dari sana.” ujarku. “Baik, akan saya laksanakan.” sahut Andreas. Setidaknya, itu adalah perintah terbaik yang bisa kuberikan agar mereka tidak curiga dengan rencanaku yang lain. Selain itu, orang-orang dari kediaman keluarga Vone tidak akan ada yang bisa ke mana pun, sehingga kebangkitan raja siluman pun bisa dihalangi. Dalam ‘Oh, My Beautiful Shilla’, tidak diceritakan dengan detail di mana Eliza Y’ Vone bisa memanggil raja siluman itu. Mereka hanya mendeskripsikan bahwa Eliza begitu sedih dan terpukul dengan pemutusan hubungan pertunangan yang dia alami. Lalu, kalau tidak salah terdapat adegan di mana wanita itu berjalan dalam hutan yang begitu gelap. Tetapi, tidak disebutkan hutan apa itu. Semakin dalam dia masuk ke hutan itu, semakin gelap pula sekelilingnya. Dan di dalam kegelapan terdalam, dia bertemu dengan sang raja siluman. Energi gelap dalam kesedihannya itu tersedot oleh raja siluman yang masih tersegel. Karena itu, kekuatan raja siluman pun kembali dan membuat segelnya terlepas. Setelah itu, seperti yang diceritakan sebelumnya, raja siluman datang ke Kekaisaran Daniss dan memporakporandakannya. Kalau aku memang terlempar ke dunia ini, artinya kemusnahan di kekaisaran Daniss hanya tinggal menunggu waktu. Aku akui bahwa aku bukanlah orang yang cukup pintar dalam berkomunikasi apalagi memimpin. Temanku saja hanya tiga orang. Setiap perempuan yang kuajak ngobrol akan selalu salah paham denganku. Dan selain tiga temanku itu, pria lain akan menaruh kebencian padaku dengan alasan yang tidak jelas. Jadi, ini benar-benar keadaan yang gawat. Aku tidak mungkin bisa memimpin sebuah negara kalau bicaraku saja payah. Ilmu kepemimpinan saja aku tidak pernah menjamahnya. Dan jika tubuh yang ku rasuki benar-benar putera mahkota, bukankah seharusnya dia pernah belajar politik? Tetapi, sayangnya tidak ada satu pun yang membekas di otak. Karena itu, setidaknya aku harus mencegah kepergian Eliza Y’ Vone ke hutan itu atau ke mana pun. Kebangkitan raja siluman harus benar-benar dihentikan. ‘Tok! Tok!’ Suara ketukan pintu terdengar saat aku sedang fokus membaca di ruang kerjaku. “Masuklah!” perintahku. Setelah itu, seorang gadis berambut merah jambu muncul dari balik pintu dengan membawa keranjang anyaman. “Yang Mulia, Arabella membawakan kue untuk Yang Mulia.” ucapnya. “Taruhlah di meja.” jawabku tanpa melihat gadis itu karena sedang fokus. Kalau aku masih lebih lama berada di sini, setidaknya aku harus mempelajari negara ini. Tetapi, sepertinya gadis bernama Arabella itu tidak ingin bekerja sama. Tiba-tiba saja dia menyodorkan sebuah biskuit ke depan mulutku dan berkata, “Silakan, Yang Mulia. Aaa….” Tingkahnya yang mendadak itu membuatku risih, jadi aku menyingkirkan tangan dan biskuit itu dari hadapanku. Akibatnya biskuit itu terjatuh. Arabella begitu terkejut dengan apa yang telah terjadi. Tangan kanannya yang tadi menyodorkan biskuit di depan mulutku digenggamnya sendiri di depan d**a. Sambil menatapku dengan tatapan tidak percaya, air matanya mulai menggenang. “Maafkan Arabella. Maafkan Arabella, Yang Mulia. Hiks…” isaknya. Ah… aku paling tidak suka dengan tipe perempuan yang seperti ini. Yang sedikit-sedikit langsung menangis dan membuat pria merasa bersalah. Padahal dia sendiri yang memaksakan kehendak untuk menggangguku. “Haah… Bukankah sudah ku bilang untuk menaruhnya di meja?” Saat aku mengatakannya, Arabella semakin tertunduk dengan bahu yang naik turun karena menangis. “Ma… maafkan hamba… Hiksssh…” ucapnya lagi. Setelah itu, Arabella berlari keluar dengan menjatuhkan kue yang dia bawa. Lebih tidak sopannya lagi, perempuan itu menutup pintu ruang kerjaku dengan kasar. Melihat itu, aku hanya mendengus, lalu kembali fokus pada bukuku. Beberapa detik setelah Arabella keluar, seseorang kembali mengetuk pintu ruanganku. “Mau apa lagi, sih?” gumamku. “Masuk!” lanjutku berseru. Pintu itu pun kembali terbuka. Kali ini bukan Arabella yang datang, melainkan Andreas. Pria itu menengok sebentar ke belakang sebelum kembali menghadapku. “Apa yang terjadi dengan Nona Arabella? Kenapa dia menangis?” tanya pria itu dengan bahasa yang sedikit kasual. Seingatku, hubungan pertemanan antara Rafael dan Andreas cukup dekat. Sehingga, saat mereka berdua saja, mereka tidak menggunakan bahasa formal kekaisaran. Dari nada bicaranya, sepertinya Andreas merasa khawatir dengan keadaan Arabella. Mereka pasti berpapasan saat keluar tadi. Dengan logika pada otome game atau dating simulation game untuk anak perempuan ini, semua pria akan tertarik pada Arabella yang nampak manis dan lemah. Begitu pula Andreas yang tak lain adalah salah satu dari lima pria yang menjadi target Arabella. Tangis Arabella tadi pasti begitu menyakiti hatinya. Pria besar berambut merah itu mengambil keranjang anyaman dan biskuit yang berserakan di lantai. Dimasukkannya biskuit itu ke dalam keranjang, kemudian dia taruh di meja tamu ruang kerjaku. “Apa Anda bertengkar dengan Nona Arabella?” Alis Andreas sedikit turun saat menanyakannya. “Tadi aku kaget karena tiba-tiba dia menyodorkan biskuit di depan mulutku. Aku sedang membaca, jadi aku tidak melihatnya.” Meskipun sudah kujelaskan, nampaknya Andreas tidak puas dengan jawabanku. Dasar orang kasmaran! “Dari pada itu, bukannya kamu ada agenda lain menghadapku?” Wajah Andreas kembali serius, lalu dia berkata, “Saya minta maaf, karena harus menyampaikan berita buruk kepada Yang Mulia terkait kediaman Vone.” “Kami merasa curiga karena tidak ada pergerakan sama sekali di sana. Bahkan para penjaga gerbang kediaman beliau tidak berdiri di tempatnya seperti biasa. Lalu, kami pun masuk ke dalam. Pintu kediaman mereka tidak terkunci sama sekali dan begitu kami masuk… di dalamnya tidak ada orang satu pun.” Mataku terbelalak. Bagaimana mungkin? “Bukankah kalian sudah ku minta untuk mengawasi kediaman mereka?!” Mendengar nada bicaraku yang meninggi, Andreas pun berlutut. “Mohon ampun, Yang Mulia. Kami sudah mengawasi sesuai perintah Yang Mulia Putera Mahkota dan kami yakin tidak ada satu orang pun yang keluar dari sana.” “Berdirilah!” seruku. Andreas pun berdiri. “Bagaimana bisa? Apa mereka menggunakan sihir?” Gumamanku terdengar oleh Andreas yang kemudian menjawab, “Kami memang menemukan bekas lingkaran sihir di sana. Kemungkinan seperti Yang Mulia telah duga, mereka memang menggunakan sihir teleportasi.” Aku sampai lupa kalau ada cara seperti itu. Di dunia ini, semua hal bisa terjadi termasuk lingkaran sihir teleportasi. Dengan menggunakan lingkaran sihir itu, siapapun bisa berpindah tanpa harus keluar dari kediamannya. Orang-orang dalam kediaman keluarga Vone menghilang secara bersamaan. Jadi, sudah jelas keterlibatan Duke yang juga menjabat sebagai perdana menteri itu. “Andreas, antar aku ke kediaman Sir Konor sekarang juga.” perintahku. “Baik, Yang Mulia.” Paling tidak aku harus tahu seperti apa kediaman Vone itu. Mereka pasti masih menyisakan jejak lain di sana. Mungkin dengan begitu aku bisa melacak keberadaan mereka. Semoga…
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD