Chapter 1 Salah Paham

1516 Words
Besok Selin berulang tahun yang ke 30 tahun. Hari ulang tahun yang seharusnya ia rayakan di rumah bersama keluarga. Hanya saja karena insiden dengan Bu Lilis, Selin memutuskan langsung pergi dari rumah. Alhasil cuti untuk merayakan ulang tahun dengan keluarga menjadi sia-sia. Selin harus cukup puas merayakan ulang tahunnya sendirian. Seperti yang biasa ia lakukan. Tepat setelah kejadian dengan Bu Lilis, Selin langsung memesan tiket untuk liburan. Akan tetapi kepada orang tuanya, Selin mengaku pergi ke Jakarta. Alasannya ada pekerjaan mendadak. Tentu saja ia menghindar. Feeling-nya cukup kuat untuk menyarankan lebih baik Selin segera pergi dari desanya itu. Benar saja. Ia menjadi buah bibir dimana-mana. Pasti tidak akan tenang kalau menghabiskan waktu lebih lama di rumah seperti rencana awal saat ia mengajukan cuti. Begitu sampai di bandara tempat tujuan, Selin langsung pergi menuju sebuah dramaga. Untungnya masih siang hari. Ia akan menghabiskan waktu sendirian berlibur di sebuah pulau kecil. Menyepi dan mungkin refleksi diri setelah dimarahi habis-habisan kemarin oleh sang ayah. Kebetulan Selin tahu informasi pulau ini dari rekan kantornya. Katanya bagus dan untungnya Selin bisa memesan akomodasi menuju pulau sana dengan sangat cepat. Kalau tidak, mungkin agenda dadakannya ini tidak akan terlaksana. Menjelang malam, Selin baru tiba di tempat penginapan. Pulau kecil ini lumayan ramai juga. Katanya memang banyak warga yang tinggal disana dan pulau itu sengaja dijadikan tempat wisata. “Selamat beristirahat ya, Mbak Selin. Nanti kalau mau keluar jalan-jalan, langsung hubungi saya saja. Biar saya antar,” ucap Rina ramah seraya tersenyum. “Siap, Mbak. Terima kasih ya.” Bisa dipesan secara mendadak dan mendapat tour guide seramah Mbak Rina. Selin yakin dirinya akan sering datang kesini kalau memang tempatnya seindah itu. Setelah meletakkan barang-barang di kamar, Selin pun segera mandi. Ia akan mencari makan malam dan kemudian berjalan-jalan. *** Katanya kalau naik ke atas bukit saat malam hari, bisa melihat adanya milky way. Karena merasa penasaran, Selin ikut gerombolan wisatawan asing yang berburu milky way malam ini. Mereka sangat ramah itu sebabnya Selin percaya diri dengan pergi sendiri mengikuti mereka tanpa tour guide-nya, Mbak Rina. Perjalanan menuju bukit memang gelap namun karena ramai, jadi tidak terasa menegangkan sekali pun. Kenapa harus bukit? Karena hanya disana tempat lapang yang cukup luas untuk melihat. Kebanyakan halaman rumah warga ditanami pohon besar jadi tidak terlalu kelihatan. Di tambah adanya lampu. Jadi tempat terbaik adalah dengan naik ke atas bukit. Perjalanannya cukup jauh juga namun Selin bersemangat karena ia akan merayakan ulang tahunnya kali ini dengan cara yang berbeda dari biasanya. Ya, dia akan camping di bukit itu. Keputusan yang juga impulsif karena rombongan yang diikutinya akan camping disana. Berhubung Selin diajak ikut serta jadi ia menerima tawaran itu dengan senang hati. *** Begitu sampai di puncak bukit, suasananya sepi dan tenang. Tidak banyak orang memang dan tidak ada penerangan khusus. Hanya sesekali senter dinyalakan jika ada yang ingin berjalan atau apapun. Selin tidak menyesal dengan keputusan impulsifnya untuk ikut dengan rombongan wisatawan asing itu. Mengingat dirinya solo traveler, mereka sangat welcome menyambut. Selin juga merasa senang karena memiliki banyak teman baru. Mereka juga sudah bertukar kontak. Ini benar-benar tempat yang paling tepat untuk merenung memikirkan hidup. Sunyi, tenang, pemandangan yang indah. Pengunjung yang datang malam ini juga sepi jadi tidak terlalu berisik di atas bukit. Bahkan setelah mendaki satu setengah jam, semua lelah Selin menjadi terbayar. Ternyata tenda sudah disiapkan jadi Selin tinggal duduk duduk saja bersama teman barunya itu. Benar-benar menyenangkan. Ditambah milky way yang cantik di atas sana membuat Selin tidak bisa berhenti merasa takjub. Ia duduk bersebelahan dengan beberapa wisatawan asing yang juga sedang asik menikmati milky way dalam keheningan. “Do you have a boyfriend?” Itu pertanyaan dari Xander. Wisatawan asing yang mengajaknya berbincang sepanjang perjalanan mendaki. Lelaki itu sepertinya menyukainya. Selin juga sebenarnya merasa tertarik. Kalau dipikir-pikir, sepertinya akan menyenangkan kalau menikah dengan bule. “Oh, bintang jatuh!” pekik Selin reflek. Ia langsung memejamkan mata dan membuat permohonan. Meski tau membuat permohonan saat melihat sesuatu yang disebut bintang jatuh hanyalah mitos, Selin tetap saja melakukannya. Suaranya cukup keras sehingga membuat beberapa pengunjung lain langsung fokus padanya. Di antara cahaya remang-remang dari lampu senter yang dipegang Xander, wajah Selin dengan mata terpejam cukup bisa dilihat dari kejauhan. Terutama dari lelaki yang tidak sadar tersenyum saat menatap Selin. ‘Hari ini hari ulang tahunku. Tolong kirimkan aku lelaki baik yang bisa menjadi suamiku.’ Meski Selin terlihat tidak ingin menikah, ia tetap saja selalu berharap suatu saat nanti akan datang lelaki yang mau melamarnya. Lelaki yang mau menjadi suaminya. *** Di jam sebelas malam saat sudah berada di dalam tenda, Selin tiba-tiba ingin buang air kecil. Sudah terlanjur tidak tahan jadi ia memberanikan diri untuk keluar sendiri. Ada kamar mandi kecil yang dibangun khusus karena tempat ini dijadikan camping ground. Selin merasa bersyukur karena ia tidak harus pergi ke semak-semak seorang diri. Hawa dingin terasa menembus kulitnya. Angin malam yang dingin namun masih cukup menyejukkan. Awalnya Selin merasa takut namun begitu dia menatap langit, pemandangan milky way membuat rasa takutnya menghilang. Ia pun buru-buru menuju kamar mandi dengan bantuan senter dari ponsel untuk penerangan. Selesai buang air kecil, rasanya lega sekali. Saatnya untuk kembali ke tenda dan tidur. Bahkan saking kebeletnya tadi, Selin tidak sempat bicara dengan rekan satu tendanya. Wisatawan asing yang dengan sangat ramah mau mengizinkannya ikut menginap. Saat hendak melangkah menjauhi kamar mandi, tiba-tiba Selin mendengar suara desahan. Awalnya desahan perempuan dan tidak lama kemudian terdengar suara desahan laki-laki. Hal itu membuat Selin bergidik ngeri namun ia sangat penasaran. Masih ada beberapa orang di luar jadi sepertinya tidak terlalu menakutkan untuk mencari tahu. Bahkan meski sudah jam sebelah malam. Dengan bantuan senter dari ponselnya, Selin mencari tahu dari mana asal suara itu. Ia sudah dewasa dan tentu saja pernah menonton film biru. Kegiatan seperti itu bukan hal yang tabu baginya meski Selin belum pernah melakukan. Ia benar-benar hanya penasaran siapa yang melakukan hal seperti itu. Di tempat seperti ini dan di jam seperti ini. Tidak bermoral. Suaranya menjadi semakin dekat dan sayang ada banyak pepohonan. Selin berusaha hati-hati agar lampu senter dari ponselnya tidak terlalu mencolok di kegelapan. Semakin dekat, Selin semakin yakin kalau itu suara manusia. Terdengar sangat jelas. Matanya tidak bisa melihat apapun di kegelapan. Bisa saja ia langsung menyorot namun takut sumber suara itu langsung kabur karena menyadari Selin mendekat. Mereka bisa melihat cahaya dari ponsel Selin namun Selin tidak bisa menemukan mereka di kegelapan. Samar-samar, matanya menangkap sosok lelaki. Berpikir apa mungkin yang dilihatnya adalah hantu atau memang manusia. Selin pun menyorot ke arah sesuatu—entah apapun itu yang dianggapnya sosok lelaki—. Saat berhasil menyorot, itu memang seorang lelaki. Hanya terlihat punggung yang reflek berbalik. Sepertinya terkejut dengan dengan kehadiran Selin. Selin juga terkejut karena punggung itu tiba-tiba berbalik. Selin sempat merasa takut bahwa yang akan dilihatnya mungkin bukan benar-benar manusia. Jadi langkahnya tidak seimbang. Ditambah area berpijaknya ternyata adalah pinggir lereng. Yang tentu saja tidak kelihatan jelas karena Selin menerangi tempat itu dengan sekecil mungkin cahaya supaya tidak ketahuan. Tubuhnya membentur tubuh lelaki itu membuat Selin semakin gemetar ketakutan. Takut baru saja menabrak hantu dan dibawa ke dunia lain. Sayangnya lelaki itu memeluknya hangat, lebih tepatnya karena reflek. Mereka kemudian terjatuh berguling di lereng. Dalam keadaan berpelukan. Tentu saja Selin tidak bisa menahan mulutnya untuk tetap diam. Ia berteriak karena panik, terkejut, dan takut. Hingga begitu tubuhnya berhenti dari kegiatan berguling yang membuat kepalanya pusing dan tubuhnya mual, tahu-tahu ia sudah berada di atas tubuh lelaki itu. Dalam kondisi berpelukan. “Ahh,” desah Selin meratapi rasa sakit di tubuhnya. Selin hampir mengira ia sudah mati atau di dunia lain jika saja tidak merasakan detak jantung lelaki itu yang sama cepatnya seperti detak jantung Selin. Kejadian yang begitu cepat. Saat membuka mata hanya ada kegelapan dan deru napas lelaki itu terasa hangat. “Lo hantu apa manusia?” tanya Selin yang justru memperat pelukannya pada lelaki itu. Seolah tubuhnya yang sakit karena berguling masih belum cukup menyiksa. Detak jantungnya menjadi semakin cepat, Selin kembali menutup mata. Tidak tahu seperti apa posisinya sekarang. Ia hanya merasa takut dan kesakitan namun tidak tahu harus apa. Yang dipeluknya juga tidak kunjung bersuara. Hanya saja dari bagaimana tubuh di bawahnya itu terasa begitu kokoh, Selin mulai yakin kalau ia benar-benar memeluk manusia. Bukan pohon atau hantu. Masalahnya adalah Selin tidak tahu percis seperti apa tekstur hantu saat dipegang. Melihat saja ia tidak pernah. “Aw. Ah.” Lelaki itu terdengar seperti mendesah namun sebenarnya merintih kesakitan. Baguslah kalau begitu. Berarti memang manusia. Hantu tidak mungkin merasa kesakitan fisik kan? Seharusnya Selin tidak perlu ragu karena ia bisa merasakan detak jantung si lelaki. Lalu tiba-tiba saja ada sebuah cahaya. Selin bisa merasakannya meski terpejam. Cahaya itu menyorot matanya. “Bangun,” ucap lelaki di bawahnya. Suara maskulin itu membuat Selin mematung sesaat. Suaranya terdengar tampan dan seksi. “Itu mereka!” Suara pekikan itu membuat Selin langsung membuka mata. Cahaya terang membuatnya reflek memejamkan mata. Sialnya ia tidak bisa melihat siapa yang menyorot senter tepat ke matanya. Terdengar suara langkah kaki mendekat. Sepertinya ramai yang menghampiri. “Jadi kalian ya yang berbuat tidak senonoh?” tanya lelaki paruh baya. Tunggu! Apa?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD