Bab 2: Insiden

1115 Words
Aku melihat kaki putih mulus kakak ipar yang menggoda, dan aku takut terjadi sesuatu jika ada yang terjepit. Cepat-cepat aku berkata, “Jangan khawatir, Nona. Kami semua profesional dan berpengalaman. Jadi Nona tenang saja. Kalau terjepit terlalu lama, nanti bisa melukai tubuh Anda. Rileks, layanan kami terpercaya kok, Nona tidak perlu risau.” Kakak ipar masih merasa khawatir, tapi saat ini ada suara bergetar dari dalam tubuhnya. Tubuh kakak ipar gemetar hebat dan wajahnya merona merah. Alisnya yang hitam bahkan sedikit berkerut dan bergetar, membuatnya terlihat sangat tidak nyaman. “Baiklah. Tolong cepat keluarkan mainan ini ya. Saya … adik saya sebentar lagi pulang,” pinta kakak ipar sambil menggigit bibir dan berjalan perlahan ke sofa untuk berbaring. Melihat tubuhnya yang menggoda itu tengah berbaring, tanpa sadar membuatku menelan ludah sambil berjalan perlahan mengikutinya. Kakak ipar terlihat jelas tidak dapat melepaskan mainan itu. Dia menggigit bibir dan menyipitkan mata, sama sekali tidak berani melihatku. Dan ketika aku menyentuh kakinya, seluruh tubuhnya langsung gemetar. Aku cepat-cepat berkata, “Nona, jangan khawatir. Layanan kami benar-benar terpercaya dan memiliki kode etik profesional.” Kakak ipar mendengarku berbicara sambil menggigit bibir tipisnya dengan lembut, terlihat sangat bimbang. Yah, wajar saja sih. Dia mungkin takut kalau aku, adiknya ini, tiba-tiba pulang dan menemukan dia masih dalam keadaan seperti ini. Namun, pada akhirnya, dia pun sepertinya menyerah dan perlahan mulai merentangkan kakinya. Cantik! Kakak iparku ini memang sungguh cantik. Aku berusaha menahan diri sambil menelan ludah. Tapi saat melihat wajah kakak ipar yang terlihat tidak nyaman, aku segera mengusir pikiranku itu karena harus mengeluarkan mainan itu dari tubuhnya. Karena gugup, aku yang tadinya hanya bermaksud menyentuh mainan itu, malah tanpa sengaja menyetelnya hingga ke maksimal.   Ah ….  Kakak ipar langsung melenguh dan menggeliat. “Jangan … jangan sentuh,” katanya sambil menggelengkan kepala dan terengah-engah.   Sudah klimaks lagi? Aku melihatnya sambil terkejut. Tak kusangka kakak ipar sangat ….  Tiba-tiba aku merasa adegan ini sangat indah. Dan aku terpikir untuk menyimpan momen ini secara permanen. Aku pun segera mengeluarkan ponsel untuk merekam.  “Jangan ….!!” Teriak kakak ipar cepat saat melihatku mengeluarkan ponsel, Lalu ia cepat menghalangi dengan tangannya. Tapi mainan itu masih di sana. Kakak iparku tidak mampu melawan. Wajahnya masih merona merah dan dia terlihat sangat lemah. Aku menelan ludah dan memandangnya dengan tatapan seakan aku tidak pernah melihatnya sebelumnya. Namun, beberapa saat kemudian, kakak ipar tersadar dan dengan cepat duduk dan berteriak, “Apa yang kau lakukan?! Jangan coba-coba merekam ya, atau saya akan panggil polisi!” Teriakan kakak ipar yang berderu dalam sekejap mengejutkan dan menyadarkanku. Ya ampun, apa yang sedang kulakukan? Bagaimanapun juga, dia adalah kakak iparku. Kenapa aku tiba-tiba merekamnya? Namun, melihat kelakuan kakak ipar, sepertinya dia masih belum mengenaliku saat ini. Jadi, keberanianku pun tumbuh. Dengan ponsel dalam genggaman, aku berkata, “Jangan khawatir, Nona. Ini termasuk dalam layangan pelanggan. Sengaja direkam agar kedepannya kualitas barang kami dapat ditingkatkan. Layanan kami betul-betul terpercaya, jadi jangan khawatir.”  Kakak ipar melihatku dengan pandangan curiga, ia tampak berpikir beberapa saat lalu berkata, “Baiklah, aku akan mempercayai Anda. Bisakah Anda melepaskan masker dan kaca mata hitamnya? Biarkan saya melihat siapa Anda.” “Maaf, tidak bisa, Nona. Ada peraturan di perusahaan yang tidak memperbolehkan kami terlihat oleh pelanggan,” jawabku cepat-cepat memberi alasan.  Jika kakak iparku tahu bahwa orang yang berada di depannya ini adalah aku, adik iparnya sendiri, habislah sudah! Mungkin aku akan ditendang ke luar dan tidak akan pernah melihatnya lagi.  Alis hitam kakak ipar sedikit berkerut, dan di saat itu juga, mainan itu mulai membuat masalah lagi. Kakak ipar mendengus kesakitan dan berseru, “Hei …. Tolong keluarkan dulu! Aduh!”  Ah! Aku tiba-tiba tersadar dan cepat-cepat berkata, “Nona, silahkan berbaring dan rentangkan kedua kaki Anda sedikit agar saya bisa mengambilnya.”    Kakak ipar memandangku dengan malu, lalu perlahan berbaring. Aku mencoba beberapa kali, tetapi masih saja gagal. Kakak ipar menggeleng-gelengkan kepala dan berteriak, “Bisa…bisa cepat sedikit?”  Melihat kakak ipar yang hampir menangis, mulai membuatku jadi tidak sabar. Terutama ketika aku sedang berada dekat sekali dengannya seperti ini. Aroma tubuhnya memasuki lubang hidungku sehingga membuatku b*******h sekaligus gugup. Aku tidak tahu bagaimana bisa mainan ini terjepit di tubuhnya? Akhirnya, dalam panik, aku buru-buru melepaskan baterainya.  “Hm…” Kakak ipar melenguh lalu seluruh tubuhnya melemas. Setelah beberapa saat, mainan itu akhirnya keluar sendiri. Dan ketika melihatnya, aku mengerti kenapa mainan ini bisa tersangkut di dalam badan kakak iparku. Mainan ini adalah mainan yang akan mengembang saat panas dan hanya akan mengecil saat dimatikan. Dan setelah diperiksa, ternyata power supply mainan ini rusak, menyebabkanku selalu gagal mengeluarkannya tadi. Aku menatap kakak ipar yang meskipun terlihat lelah tapi tetap mempesona. Melihatnya terjatuh ke sofa, aku pun menelan ludah. “Sudah tidak apa-apa sekarang, Nona.”  Wajah kakak ipar merona. Sepertinya dia sedang memikirkan sesuatu. Lalu dia menarik tubuhnya dan berkata, “Terima kasih. Sekarang Anda boleh pergi, adik saya akan segera pulang.”   “Baik,” jawabku sambil mengangguk. Senyum pahit terulas di ujung bibirku. Ironis sekali. Karena sesungguhnya adik laki-lakinya sekarang berada di tepat di hadapannya.  Sebelum pergi, tiba-tiba aku berpikir, bagaimana kalau kakak iparku akan mencari alat lain di toko seks yang lain, dan akhirnya ikut dimanfaatkan oleh orang lain juga? Pemikiran ini membuatku takut.   Lalu aku segera berkata kepada kakak ipar, “Nona, pada dasarnya ini adalah kebutuhan semua orang. Ini normal saja kok. Tapi insiden kali ini murni kesalahan dari perusahaan kami. Lain kali jika Nona perlu layanan yang lain, jangan sungkan untuk menghubungi kami lagi.”  Mungkin karena perkataanku barusan terdengar tulus, ia tidak protes meskipun aku sedang membicarakan hal yang paling rahasia dari dirinya. Dia hanya mengangguk sambil berkata, “Baik. Akan saya hubungi jika saya membutuhkannya lagi.” "Kalau begitu saya pamit dulu," ujarku. Kakak ipar hanya terdiam. Aku pun bangkit dan mulai melangkah pergi, namun tiba-tiba terdengar suaranya memanggilku. "Tolong tunggu sebentar!" Aku berbalik. "Ya? Ada perlu apa?" Tanpa menjawab pertanyaanku, kakak ipar lalu berbalik dan berjalan ke kamarnya. Aku mengerutkan kening sambil melihat ke arah pintu dan berpikir mungkin saja kakak ipar akan mencoba alat itu lagi. Hanya ini yang terpikirkan olehku.  Aku duduk di sofa dalam ruangan sambil menunggu kakak ipar. Sekitar sepuluh menit kemudian, terdengar suara kunci pintu kamar kakak ipar yang tiba-tiba terbuka dan ia berkata malu-malu, “Bisa tolong masuk dan bantu saya lihat ini cocok atau tidak?” “Apa?” jawabku. Tiba-tiba aku gemetar dan termenung. Sepertinya ada yang salah. Dia menyuruhku menilai cocok atau tidak. Apanya? Aku menelan ludah lalu mendorong pintu untuk masuk. Aku tidak bisa melepaskan pandanganku dari sosok kakak ipar yang sedang memakai gaun tidur seksi yang pas melekat di tubuh sempurnanya, dan kini ia berbaring malas di ranjang, terlihat erotis dan menggoda. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD