Bab 3: Sebuah Rahasia

1109 Words
“Apa…saya cantik?” Wajah kakak ipar merona merah ketika pandangan mata kami bertemu.  Rasanya jantungku seperti mau melompat ke tenggorokan. Aku menelan ludah dan otomatis mengangguk sambil berkata, “Iya … cantik.”  “Ehm …. Bisa tolong fotokan?” Bisik kakak ipar. “Apa?” Aku tertegun. Tak kusangka kakak ipar memiliki kegemaran seperti itu.  “Kenapa? Tidak mau ya?” tanya kakak ipar dengan suara rendah ketika melihatku tertegun. “Eh, nggak … bukan begitu,” aku melambaikan tangan lalu cepat-cepat mengeluarkan ponsel dan mengambil foto tubuh kakak ipar yang mempesona dari berbagai sisi. Gaun tidurnya seperti tidak menutupi tubuhnya karena lekukan tubuhnya terlihat jelas. Membuatku menelan ludah setiap kali mengambil gambar. Aku merasa seluruh tubuhku akan meledak.  Sambil tetap berusaha keras menahan hasrat yang kian bergejolak, aku pun akhirnya selesai memotretnya. Aku baru saja menurunkan ponselku ketika tanpa sengaja mataku menangkap benda lain yang berada di tangannya. Aku terkejut. Kakak ipar meliukkan tubuhnya lalu berkata, “Teruskan saja fotonya.” Lalu dia mengambil mainan itu dan menggerakkannya di dalam. Tanganku gemetar saat memegang ponsel.  “Xiao Kai, ahh…aku hampir sampai. Jangan berhenti….” Kakak ipar tiba-tiba meneriakkan namaku lagi dengan sepasang mata yang masih menatapku. Aku tertegun. Apa jangan-jangan kakak ipar mengenaliku?  “Hm …. " Dan akhirnya kakak ipar sampai di puncak kenikmatan. Dia berbaring di ranjang sambil terengah-engah. Melihatnya yang kini tampak menggoda membuatku menelan ludah, lalu aku bertanya, “Apa Nona …. Apa Nona sangat menyukai seseorang yang bernama Xiao Kai?” Jujur, aku ingin tahu seperti apa aku di dalam pikiran kakak ipar.  Kakak ipar memandangiku sambil tersenyum pahit dan berkata lirih, “Xiao Kai sebetulnya adalah adik suami saya.”  “Lalu Nona ….” Aku berkerut dan memandang kakak ipar. Dia menggelengkan kepala dengan lemah dan berkata, “Saya tahu ini mustahil. Tapi … tapi saya nggak bisa berhenti memikirkan dia.”  Aku hampir menangis saat menatap kakak ipar. Cepat-cepat aku berkata, “Jika Nona benar-benar menyukai Xiao Kai, katakan saja. Selama kalian saling mencintai, jangan takut dengan jarak umur dan juga gosip.”  Ketika mengatakan hal ini, tiba-tiba aku terdorong untuk menunjukkan identitasku yang sebenarnya saat ini, tapi aku takut kakak ipar akan sangat terkejut dan tidak bisa menerimanya.  Kakak ipar menggelengkan kepala lalu berkata, “Tidak. Tidak akan bisa. Karena saya akan selalu menjadi sosok kakak ipar baginya. Saya bisa saja tidak peduli pada diri saya sendiri, tapi saya tidak bisa menyakiti Xiao Kai.”  Aku mengernyit sesaat, dan tidak tahu harus berkata apa. Aku sangat mengenal kakak ipar. Kurasa lebih sulit baginya untuk langsung menerimaku daripada mati saat ini juga. Sesaat aku ragu, haruskah aku membuka penyamaran ini?  Dan tiba-tiba sebuah ide yang bagus melintas di kepalaku.  Karena sekarang kakak ipar sudah mengaku padaku, kenapa tidak gunakan saja identitas palsu sebagai ‘staff penjual’ ini untuk membantu kakak ipar melepaskan ganjalan di hatinya?  Aku berkata kepada kakak ipar, “Nona, jika Anda benar-benar menyukai Xiao Kai dan masih tidak bisa menerima kenyataan ini, saya akan ajari Nona bagaimana caranya melepaskan belenggu dari dalam diri Anda.” *** Malam harinya, saat aku pulang ke rumah, kakak ipar telah selesai makan dan sedang beristirahat di kamarnya. Setelah buru-buru mengisi perut, aku berbaring di ranjang dan menunggu panggilan dari kakak ipar. Aku tidak tahu apa yang sedang dipikirkan olehnya. Kakak ipar juga pasti sedang menderita dan berjuang dalam hati. Jadi aku menunggu dengan hati gelisah.  Malam ini terasa panjang, kelam dan sepi. Ketika aku baru saja mengantuk, pintu kamarku tiba-tiba diketuk dan terdengar suara lembut kakak ipar dari luar.  “Xiao Kai, belakangan ini aku selalu mimpi buruk. Aku takut dan tidak bisa tidur. Bisa temani aku tidur di kamarku?”  Kakak ipar benar-benar memintaku untuk tidur di kamarnya? Sepertinya kakak ipar telah melewati rintangan pertama dan rencanaku mulai berbuah hasil.  “Xiao Kai, kamu sudah tidur ya?” “Belum, belum. Oke, aku keluar sekarang.”  Dengan terburu-buru, aku mengambil selimut tipis musim panas lalu pergi ke kamar kakak ipar. Aku berbaring di sisi ranjang seperti perintah kakak ipar dan dia berbaring di sebelahku, dekat sekali.  Sepertinya langkah pertama berakhir sempurna.  Ketika tidur di ranjang yang sama dengan kakak ipar, aku merasa sangat b*******h. Tapi kami tidak melakukan apa-apa selain menutupi tubuh kami dengan selimut masing-masing. Aroma harum yang memenuhi kamar membuatku gelisah dan tidak bisa tidur.  Aku tidak tahu sudah berapa lama waktu berlalu ketika terdengar suara kakak ipar yang memanggil dengan lembut, “Xiao Kai, kamu sudah tidur?”  Aku tidak berani menjawab. Aku berusaha mengatur nafas agar kakak ipar mengira aku sudah tidur. Kakak ipar memanggiku dengan lembut beberapa kali. Melihat aku tidak menjawab, dia kembali tenang.   Tapi kemudian aku terkejut dengan apa yang terjadi selanjutnya!  Aku merasakan sebuah tangan hangat yang halus dan lembut menyentuhku dan masuk ke dalam selimut musim panasku. Itu pasti tangan kakak ipar! Beberapa detik kemudian, tangan mungil kayak ipar mendobrak pertahananku dan dengan lembut menuju ke 'sana', tetapi ia keburu menariknya sebelum tepat menyentuh sasaran.  Aku terkejut. Aku tidak menyangka kakak ipar yang biasanya serius bisa bertindak seperti ini. Di malam panjang dan gelap ini, aku tidak dapat melihat bagaimana ekspresi wajah kakak ipar. Tapi aku yakin kalau wajahnya sedang merah padam sekarang.  Mungkin ini adalah kelebihan malam hari. Malam mampu merobek topeng manusia yang polos di siang hari lalu memunculkan gairah liarnya di malam hari.   Dalam kegelapan, aku dapat merasakan kegalauan hatinya. Mungkin dia juga ragu apakah aku memang sudah tidur pulas atau belum. Kakak ipar juga sepertinya merasakan pertentangan di dalam hatinya. Aku dapat merasakannya dengan jelas, jadi aku mencoba mengatur nafas supaya tidak ketahuan.  Tiba-tiba aku merasakan sebuah desahan nafas yang hangat, dan sebuah tangan mungil halus itu perlahan kembali mendekat …. Sebelum aku sempat merasakannya, tangan mungil itu ditarik lagi lalu merapikan selimut sebelum kembali ke tempat semula. Jelas sekali kakak ipar kembali ragu. Padahal tadinya seakan-akan aku mulai menikmati gelombang kebahagiaan. Tapi sekarang keadaan berubah menjadi seperti salju turun di bulan Juni dan menghilang dalam sekejap mata.  Bagaimana bisa aku menerima keragu-raguan kakak ipar semacam ini? Tapi aku bisa apa? Jangan pura-pura tidur, kakak ipar!   Sebetulnya apa yang sedang dipikirkan kakak ipar? Bukankah tadi dia sudah berani mengulurkan tangan? Lalu kenapa berhenti di saat hampir mencapai puncak? Apa aku sedang dipermainkan?  Malam yang panjang dan membuatku semakin tidak ingin tidur. Pikiranku masih berkecamuk memikirkan kejadian barusan. Hari ini, dari menyamarkan identitasku sebagai staf penjual di Toko Seks Meng Lian, hingga memberi saran untuk kakak ipar agar bisa tidur bersamaku. Penerapan rencana berjalan sangat lancar dan bahkan terjadi kemajuan lebih besar, yaitu kakak ipar yang mulai berinisiatif untuk menyentuhku. Tetapi di saat puncaknya malah tiba-tiba kakak ipar berhenti dan aku merasa digantung. Duh, menyebalkan sekali!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD