bc

Pernikahan yang Tak Dianggap

book_age16+
76
FOLLOW
1K
READ
love-triangle
HE
arranged marriage
arrogant
kickass heroine
heir/heiress
drama
bxg
like
intro-logo
Blurb

Aleena terpaksa menikah dengan Darel demi kesehatan sang ayah. Biaya operasi dan hutang yang menumpuk akibat perusahaan ayahnya itu kolaps, menjebak Aleena dalam pernikahan yang menyedihkan.

Darel tak pernah menganggapnya ada. Suaminya itu selalu datang menyentuhnya hanya karena demi menggugurkan kewajiban semata dan dengan entengnya membawa Farah, kekasih Darel masuk ke dalam rumah mereka.

Aleena terus bersabar menjalankan semua kewajibannya sebagai istri dengan baik.

Dua tahun yang melelahkan

Saat Aleena mulai bertekad untuk bisa melepaskan kehidupan yang menyakitkan ini dan membongkar kelakuan sang suami kepada keluarga besar suaminya. Dokter mengatakan dirinya mengandung buah cintanya dengan sang suami.

Bagaimanakah akhirnya dari kisah pernikahan mereka?

Akankah Darel menyesal dan mereka bisa rujuk?

Akankah Aleena memilih mempertahankan rumah tangga demi sang buah hati?

Ataukah mungkin mereka beneran akan resmi bercerai?

chap-preview
Free preview
Bab 1. Apa menikah?
“Apa, Dok? Jadi Ayah saya harus dioperasi? Apa tidak ada cara lain, Dok.” Aku tercengang ketika mendengar penuturan Dokter. Dokter menggeleng pelan. “Kalau memang itu satu-satunya jalan supaya Ayah saya bisa sehat kembali. Maka, lakukan saja operasi secepatnya.” Akhirnya, dengan yakin aku menyetujui saran dokter. “Masalahnya kami tidak bisa melakukan tindakan operasi tersebut, apabila keluarga belum menyelesaikan berkas administrasi.” “Baik, Dok, akan saya urus saat ini juga. Kalau begitu saya permisi dulu,” ucapku sembari menjabat tangan dokter dengan nama Dr. Herman L., Sp. BTKV di pin berbentuk kotak kecil yang tersemat di d**a kirinya. Aku pun beranjak menuju bagian Administrasi. “Apa?” Kembali terkejut di depan pegawai bagian administrasi. Rumah sakit ini adalah rumah sakit terbesar dan terbaik di kota kami. Setiap kali sakit Ayah kambuh dibawa ke sini karena memang sudah langganan. Semua selalu berjalan tanpa hambatan, tapi tidak untuk sekarang. “Ini semua tidak mungkin,” gumamku. Bagaimana bisa semua kartu asuransi kesehatan Ayah ternyata tidak bisa digunakan. Pembayaran premi sudah macet dari beberapa bulan. Ada apa ini? Apa ayah berpikir sudah mampu tanpa mengandalkan Asuransi karena sejauh ini Ayah ikut Asuransi swasta dan tak pernah sampai terlambat, harusnya sudah otomatis terdebet dari rekening yang Ayah punya. Sedangkan operasi Ayah baru akan bisa dilakukan setelah semua beres dan membayar di awal paling tidak dengan uang muka lima puluh persennya. Dikarenakan sudah cukup parah biaya yang dibutuhkan lebih dari dua ratus lima puluh juta untuk sekali operasi, belum lagi biaya perawatan dan obat-obatan lainnya. Uang sebanyak itu dari mana coba? Sedangkan aku baru selesai studi dari Harvard University, Amerika Serikat. Akhirnya, aku memutuskan untuk pulang ke rumah dengan menaiki taksi online yang aku pesan. Hanya satu yang ada dalam pikiranku saat ini, mengambil aset berharga yang sekiranya bisa digunakan untuk membayar biaya operasi Ayah. “Sabar ya, Ayah. Sebentar lagi Aleen, akan kembali. Bertahanlah,” bisikku dalam hati. Tidak tega rasanya melihat kondisi Ayah terbaring tanpa daya dengan banyak alat medis menempel di tubuhnya. Air mataku terus netes tanpa jeda, terlebih saat mengingat semua yang dilakukan ayah untukku. Selama ini, Ayah selalu melakukan yang terbaik untukku. Bahkan Ayah mengirimku ke luar negeri untuk mendapatkan pendidikan yang sangat baik agar bisa meneruskan Perusahaannya. Mengingat hanya aku anak satu-satunya yang Ayah miliki. Aku pun tidak mau mengecewakan Ayah, aku jalani dengan ikhlas dan senang hati. Bahkan lulus dengan predikat Cumlaude. Sesuatu hal yang luar biasa, bukan? Mengingat persaingan yang cukup ketat dengan mahasiswa-mahasiswi dari berbagai belahan dunia dan memiliki kecerdasan yang semuanya luar biasa. Di saat kabar gembira ini akan aku sampaikan, nahas, ternyata kondisi Ayah kritis di rumah sakit. Tanpa terasa, taksi yang aku tumpangi telah sampai di depan rumah. Suasana rumah tampak sepi, garasi terlihat kosong tak satu kendaraan pun terparkir di ruang berpagar teralis besi tersebut. Dipakai siapa? Tidak mungkin dibawa supir pribadi Ayah, sedang Ayah sendiri di rumah sakit. Mobil sedan berwarna merah metalik yang biasa aku kendarai saat aku pulang pun juga tak ada. Samar-samar, aku melihat tulisan besar menempel di depan pintu. Aku pun menghampiri. Setengah berlari mendekati tulisan itu hingga kedua mataku seketika membulat saat dengan jelas membacanya. “TANAH DAN BANGUNAN INI MERUPAKAN AGUNAN KREDIT MACET BANK PERSADA JAYA INDONESIA. DIJUAL LELANG. Dilarang melepas atau merusak spanduk ini!” Jantungku rasanya seperti berhenti berdetak melihat tulisan tersebut. Cobaan apalagi ini ya Allah. Rasanya sesak dengan kejadian bertubi-tubi seperti ini. Kenapa Ayah tak pernah cerita selama ini. Keterlaluan Ayah. Rumah segede dan semewah ini, bahkan nilai jual bisa mencapai milyaran sampai disita bank. Kendaraan raib semua, pasti sudah kompleks sekali masalah yang menimpa Ayah, bisa-bisanya Ayah menyembunyikan dariku. Aku tahu pasti Ayah tak mau membebaniku dengan semua masalahnya karena Ayah khawatir akan mengganggu study-ku di sana, apalagi aku sudah semester akhir dan Ayah selalu ingin aku mendapatkan nilai yang sempurna. Mengingat biaya rumah sakit, aku pun kembali dibuat pusing. Aku hanya punya sejumlah uang di tabungan. Namun, itu tetap tidak cukup untuk membayar biaya operasi Ayah. Beberapa kali aku memang minta Ayah untuk tidak terlalu banyak mengirim uang karena selain biaya dari Ayah, kuliahku terbantu dengan beasiswa prestasi yang sangat meringankan. Ayah menyanggupi sehingga dalam delapan bulan terakhir ini Ayah mengirim hanya sedikit dari biasanya, mungkin sekitar dua puluh hingga tiga puluh persen dari jatah biasanya. Tak sedikit pun Ayah berbagi cerita mengenai masalah ini. Mungkin aku yang terlalu d***u sehingga tidak peka, malah asik dengan kegiatanku sendiri di sana. Harusnya aku bisa berpikir tidak mungkin Ayah tega menurunkan jatah anaknya kalau tidak ada problem yang menimpanya. Dapat dipastikan bisnis Ayah mengalami kebangkrutan yang signifikan. Kini aku hanya bisa merutuki diri. Luruh aku di depan pintu kokoh berwarna putih ini. Di sini tempat aku dibesarkan dengan sejuta kenangan indah bersama keluarga kecilku. Hangatnya kasih sayang masih terasa, canda tawa suka duka. Ternyata kini sudah bukan milik kami lagi. Setahuku Ayah punya deposito dan logam mulia yang cukup banyak. Akan tetapi, kalau rumah dan kendaraan yang harganya fantastis saja sampai di sita oleh bank, mana mungkin simpanan dan aset yang lebih kecil pun masih aman. Sekarang bagaimana ini? Sedangkan uang ratusan juta itu harus segera aku dapatkan demi nyawa orang terpenting dalam hidupku. Ibu juga telah tiada tiga tahun lalu dan hanya Ayah satu-satunya yang kupunya saat ini. “Ke mana aku harus minta pertolongan?” Setelah sempat berpikir lama, akhirnya aku menemukan sebuah cara. Ya, aku akan berusaha menemui sejumlah kolega ayah yang kukenal, semoga mereka bisa menolong Ayah. Mengingat semasa sehat dan masih jaya, Ayah adalah orang yang sangat dermawan dan ringan tangan. Jangankan kepada kolega baiknya, kepada orang yang tak kenal pun Ayah tak segan memberikan bantuan ketika ada yang membutuhkan. Aku pun memutuskan kembali ke rumah sakit setelah tidak mendapatkan bantuan dari semua kolega Ayah yang sudah aku temui. Banyak di antara mereka seperti tidak mengenal ayahku, seolah mereka lupa jasa-jasa yang dilakukan Ayah hingga perusahaan mereka bisa sesukses sekarang. *** Kurasakan belaian lembut di puncak kepala. Susah payah aku mengerjapkan mata yang masih terasa berat untuk terbuka. Ternyata semalam aku tertidur di kursi dengan kepala telungkup di ranjang Ayah. “Ayah,” ucapku sambil tersenyum melihat Ayah sudah sadar. Meskipun kondisi tubuhnya hanya bisa bergantung pada peralatan medis yang menempel di tubuhnya. Ayah juga belum boleh bicara banyak-banyak karena ini akan membuat kondisinya semakin menurun. Aku menyibakkan gorden dan hanya menyisakan furing tipis berwarna putih lembut, agar pencahayaan matahari bisa tembus ke dalam ruangan Ayah. Pukul sepuluh lebih dua puluh satu menit ada tamu yang sama sekali tidak aku kenal menjenguk Ayah. “Darel.” Pria maskulin itu memperkenalkan diri dengan senyuman sinis, tangan kanannya mengulur ke arahku. Aku termangu diam hingga Ayah menyolekku dengan ujung telunjuknya. “Oh maaf … aku Aleena.” Aku pun menerima jabat tangannya. Siapa dia, dari perangainya dia terlihat angkuh dan tak baik. Apa iya dia juga salah satu kolega Ayah. “Aku kesini untuk mengambil alih perusahaan ayahmu. Akuisisi ini juga sudah disetujui oleh RUPS. Ada beberapa berkas yang harus ditandatangani,” ucap pria tersebut sambil menyerahkan lembaran kertas yang tersusun rapi di dalam map. Aku membaca sekilas, tapi aku paham dengan isinya. Di sana disebutkan bahwa perusahaan Darel akan mengakuisisi seratus persen perusahaan milik Ayah. Dengan nominal tercantum di sana, dengan pembayaran tiga puluh persen dimuka dan sisanya akan dicicil selama satu tahun. Nominal yang tidak terlalu besar. Mengingat seberapa besar dulu perusahaan milik ayah. Mungkin kini benar-benar sudah diujung tanduk dan inilah jalan satu-satunya. Aku menoleh kepada Ayah. Masih tidak menyangka hal ini bisa terjadi. Hanya sebuah anggukan jawaban Ayah. Seolah Ayah sudah mengerti semua yang tertera dalam berkas ini. Aku pun membantu untuk membawakan pada Ayah dan Ayah hanya membaca sekilas dan menandatangani berkas tersebut tanpa berpikir. Apa iya Ayah dalam kondisi sadar dan paham? Aku pun berbisik di telinga Ayah, menjelaskan. Lagi-lagi Ayah hanya mengangguk. Mungkin Ayah merasa tak punya pilihan lain. “Darel, Om setuju dengan akuisisi ini bukan cuma-cuma karena dulu Om mendapatkan perusahaan ini tidak mudah.” Aku tidak mengerti dengan ucapan Ayah. Aku kira Ayah setuju karena langsung menandatanganinya. “Lalu syarat apa yang akan Om berikan?” tanya pria yang aku pikir berusia tiga puluhan awal itu. “Aku akan menyerahkan berkas yang sudah aku tandatangani ini, asalkan kamu janji untuk menikah dengan putriku, Aleena.” Seketika aku terkejut mendengar perkataan Ayah. Menikah? Bagaimana mungkin Ayah memintanya menikah dengan wanita yang belum dikenalnya? Apa maksud Ayah? Bersambung

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Her Triplet Alphas

read
7.0M
bc

The Heartless Alpha

read
1.5M
bc

My Professor Is My Alpha Mate

read
462.4K
bc

The Guardian Wolf and her Alpha Mate

read
496.2K
bc

The Perfect Luna

read
4.0M
bc

The Billionaire CEO's Runaway Wife

read
601.2K
bc

Their Bullied and Broken Mate

read
463.6K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook