bc

JODOH SEMPURNA

book_age18+
402
FOLLOW
7.6K
READ
HE
forced
kickass heroine
heir/heiress
drama
like
intro-logo
Blurb

Kana Zarin Aurora menemukan surat wasiat setelah kembali dari pemakaman kedua orang tuanya. Betapa terkejutnya dia membaca isi surat wasiat tersebut yang menyatakan dirinya akan dijodohkan dengan Dylan Evano Putra, putra dari teman baik ayahnya. Malang, perjodohan itu tak bisa dibatalkan. Yang lebih membuatnya terguncang, sosok pria yang dijodohkan dengan dirinya itu jauh dari kata sempurna, pria itu duduk di kursi roda dan i***t. Bagaimanakah Kana menjalani harinya sebagai istri? Dan bagaimana pula jika dia didesak untuk segera memberikan keturunan?

chap-preview
Free preview
Eps. 1 Menemukan Surat Wasiat Di Hari Peringatan Kematian
"Sudah Kana, jangan terus bersedih. Ayah dan ibumu pasti melihat dari atas sana." Seorang wanita tua yang memakai baju hitam, senada dengan baju yang saat ini dikenakan oleh seorang gadis di depan sepasang pusara. Hari ini adalah seribu hari peringatan meninggalnya kedua orang tua Kana. Dia pergi ke makam orang tuanya dengan sang nenek. Genap sudah tiga tahun ini dia menjadi anak yatim piatu. Setelah meninggalnya kedua orang tua, Kana diasuh oleh Sekar, sang nenek. "Ayah, Ibu ... kenapa kalian pergi begitu cepat meninggalkan aku? Kenapa kalian tak mengajak aku pergi sekalian?" Buliran bening meleleh turun dari gadis bermata bulat itu. Tangannya memegang batu nisan dengan erat. Makin lama suara isak tangis itu terdengar semakin nyaring. Bahkan tubuhnya pun gemetar. "Kana ... sebaiknya kita pulang sekarang. Lihatlah di atas sana," tunjuk Sekar ke langit. Nampak awan hitam menggumpal tertata rapi dan hampir jatuh menyelimuti kota Jakarta. Padahal hari masih pagi, namun suasana sekitar mulai gelap kala Kana mendongak. "Baik, Nenek." Kana menyeka air matanya yang masih menitik. Terus terang saja, dia masih sangat sedih juga terpukul dengan meninggalnya kedua orang tuanya. Jika saja mereka meninggal karena sakit itu wajar. Tapi, mereka berdua tidak sakit apapun, tiba-tiba saja mendadak meninggal. Itu yang meninggalkan memar di hati sampai sekarang. Bahkan sampai sekarang misteri meninggalnya kedua orang tua Kana belum terkuak. Kana memakai kembali kerudung hitam yang jatuh di bahu, lalu keluar dari area pemakaman bersama Sekar. Di depan sana sopir sudah menunggu. "Kita pulang sekarang," ujar Sekar. "Baik, Nyonya." Mobil meluncur setelahnya hingga tiba di rumah. Kana dan Sekar turun dari mobil. Kana masih terlihat mengusap pelupuk matanya saat memasuki rumah. Ia tidak menuju ke kamarnya namun menuju ke kamar mendiang ibunya. Di kamar itu tergantung foto seorang wanita cantik di dinding bersama seorang pria. Ada sebuah lemari di bawahnya. Di samping lemari ada sebuah nakas. Di antara setiap laci pada nakas, ada sebuah laci yang menarik perhatian. Pada satu laci teratas, nampak sesuatu menyangkut hingga membuat laci itu tak bisa tertutup rapat. "Apa itu?" Kana berjongkok tepat di depan salah satu nakas. Ada sepucuk amplop yang terlihat bagian ujungnya. Kana mengambil amplop tersebut. Amplop itu tebal, sungguh apa yang ada di balik amplop itu cukup membuat Kana penasaran. Yang lebih mengejutkan lagi di bagian depan amplop tertera tulisan tangan ibunya. "Surat wasiat untuk Kana." Kana membaca tulisan ibunya pada amplop putih usang yang warnanya tak lagi putih dan sudah berubah menguning. Ada beberapa lembar surat di balik amplop tersebut. Di tengah surat ada sebuah foto yang juga menarik perhatian Kana. Ia ambil foto tersebut. "Ini foto siapa?" Tangannya gemetar setelah melihat foto dalam surat yang ternyata foto seorang pria. Berbagai spekulasi bermunculan dalam pikiran mengenai siapa sosok pria tersebut. Lantas, dia pun membuka selembar surat untuk mengusir rasa penasaran juga curiganya. Surat itu panjang sekali isinya. Ada tujuh lembar surat yang merupakan tulisan tangan ibunya sendiri. Dia hafal betul dengan tulisan tangan ibunya. Kisaran sepuluh menit ia baca semua surat tersebut dan pada halaman terakhir tangannya semakin bergetar hebat bahkan surat itu sampai terjatuh dari tangannya kala membaca isi surat. "Astaga! Apa maksud Ibu menjodohkanku dengan seorang pria yang asing sekali bagiku?" Tangan Kana ada di bibir untuk menutupnya. Dia benar-benar tidak paham. dengan perjodohannya dengan seorang putra dari teman baik orang tuanya. Kepalanya kini berdenyut nyeri. Terdengar suara pintu dibuka. Sekar masuk ke kamar. Wanita tua itu masuk ke sana karena cucunya belum juga keluar sejak masuk tadi. Dia khawatir jika saja Kana larut dalam kesedihan. "Kana ada apa denganmu, Nak?" Sekar melihat cucunya itu sedang tertunduk dengan sebelah tangan memijat pelipis. Tak ada respons. Sekar melihat ada lembaran kertas terjatuh di lantai. Ia pungut dan baca kertas tersebut. "Ini kan tulisannya Julia?" Julia adalah almarhum ibunya Kana. Meski sudah tua, tapi dia masih bisa membaca tulisan dengan jelas. Setiap kata ia baca dan pahami sampai pada halaman terakhir. "Apa Nenek tahu siapa pria itu?" "Dulu, sebelum meninggal ibumu pernah cerita padaku untuk menjodohkanmu dengan salah satu putra kolega ayahmu. Tapi sayang, dia tidak membahas detailnya seperti apa. Rupanya ini yang dimaksud." "Lalu Nenek, apakah aku harus tetap meneruskan perjodohan ini?" "Menurut Nenek perjodohan itu tetap berlaku. Pasti pihak keluarga Hasan Al-Mansyur juga menunggu acara ini. Bagaimana jika kita berkunjung saja ke rumah keluarga Hasan? Sekaligus silaturahmi ke sana." "Nenek tahu rumah keluarga Pak Hasan?" Sekar mengangguk. Esok harinya Sekar dan Kana berkunjung ke rumah keluarga Hasan di antar oleh sopir. Sebenarnya Kana menolak untuk ikut dengan neneknya, tapi Sekar terus mendesaknya dengan dalih untuk melihat pria yang ada pada foto tadi. Jika Kana cocok, maka perjodohan itu akan terus berlanjut namun jika tidak maka akan ia batalkan perjodohan tersebut. "Nyonya, kita sudah tiba di tempat tujuan." Sopir berhenti di depan sebuah rumah besar nan mewah dengan pagar hitam tinggi mengelilingi bangunan tersebut. Sekar turun bersama Kana. Ia menghampiri sekuriti yang ada di pintu masuk. "Permisi, saya mau bertemu dengan Pak Hasan, apa bisa?" "Pak Hasan? Apakah Anda sudah buat janji dengan beliau?" "Belum, tapi anakku adalah teman lama Hasan dan bisa dibilang teman dekatnya Hasan. Bilang saja Bu Sekar ibunya Julia datang berkunjung membawa cucunya." Sekuriti tak langsung merespons. Ia memeriksa tamu yang berkunjung karena tak semua orang bisa bertemu dengan majikannya tanpa adanya janji. "Nenek, jika tidak bisa bertemu sebaiknya kita pulang saja." Kana sudah meraih lengan Sekar, mengajaknya pergi. Mereka ke mari untuk berkunjung bukan mengemis. Harga dirinya sedikit terluka dengan perlakuan sekuriti itu. "Tunggu, Nyonya!" Sekar pun yang sudah melangkahkan kaki akhirnya berhenti dengan panggilan tersebut. "Saya akan tanyakan dulu sebentar, mohon ditunggu." Sekar mengangguk. Sekuriti kemudian masuk ke rumah. Kisaran lima menit dia baru kembali dan langsung membuka pagar. "Silakan masuk, Nyonya. Pak Hasan ada di dalam." Sungguh, Kana merasa jantungnya hampir berhenti. Ia tak bisa bayangkan bagaimana dia bertemu dengan putra Hasan nanti. "Terima kasih." Sekar menarik lengan Kana yang masih membeku di tempat, masuk mengikuti sekuriti, menunggu di ruang tamu. Tak lama setelahnya datang seorang pelayan yang mendorong kursi roda ke ruang tamu. Di kursi itu duduk seorang pria muda. Astaga! Pria itu ... dia mirip sesekali dengan pria yang ada dalam foto di surat wasiat ibu. "Kalian berdua mencari Ayahku?" Sekar mengangguk. Sementara Kana tercekat.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

My Secret Little Wife

read
96.1K
bc

Siap, Mas Bos!

read
12.7K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
204.8K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Tentang Cinta Kita

read
189.5K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.5K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.2K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook