bc

Bloody Rose

book_age18+
259
FOLLOW
1.2K
READ
dark
tomboy
mafia
bxg
genius
detective
city
office/work place
enimies to lovers
like
intro-logo
Blurb

Antonio tahu bahwa Sana adalah detektif yang akan menangkapnya. Dia merupakan otak dari semua perdagangan ilegal yang terjadi di kota. Dalang dari kejadian teror yang terjadi bertubi-tubi. Pria itu cerdas, dan ia memilih Sana sebagai targetnya. Sayang, gadis yang seharusnya menangkap kriminal itu malah jatuh cinta. Sana tak kuasa menahan diri untuk tidak melepaskan Antonio bahkan ketika mereka sudah hampir menangkapnya. Menjadi buronan polisi sama sekali tak membuat pria itu gentar. Antonio sedang dalam masa persembunyian. Karena sudah merasa terancam akan keberadaan polisi yang ada di mana-mana. Pria itu terus melakukan perjalanan dari satu negara ke negara lain.

chap-preview
Free preview
Bab satu
Pagi ini, Sanna berangkat ke kantor tak mengenakan pakaian formal. Karena ada kasus yang harus diselidiki oleh perempuan itu. Sanna melirik jam tangannya yang terpasang pada tangan kanannya. Saat lagi dalam perjalanan menuju tempat penyelidikan, Sanna menyempatkan diri untuk membeli sarapan pagi. Sanna melihat sebuah kerumunan orang-orang yang lagi ada ditengah jalan. Perempuan itu melangkah mendekat untuk melihat lebih jelas. Sanna berhenti ketika suara deringan handphone miliknya berbunyi. Perempuan itu mengurungkan niatnya untuk melihat aksi masa tersebut. Sanna melanjutkan perjalanan menuju kantor penyindik dengan cepat. Sanna membuka pintu gedung saat sampai di depan kantor. Seharusnya ia datang ke lokasi kejadian dan tidak datang ke kantor begitu saja. Namun karena pemimpin penyidik menyuruhnya untuk ke kantor dulu jadi terpaksa Sanna harus ke kantor. “Ada laporan apa dari penyelidikan kemarin?” tanya pemimpin penyidik. Sanna yang tak merencanakan ini, langsung terpaku pada berkas kasus yang tengah dipegangnya. “Saya gak bawa laporan kemarin, jadwal hari ini kita ke lokasi TKP.” Jelas Sanna. “Loh, kamu pikir saya peduli? Pokoknya saya gak terima alasan lain. Setelah selesai dengan otopsi, kamu harus menyerahkan laporan dari kasus yang kemarin itu.” Sanna mengangguk lalu keluar ruangan pemimpin penyidik. Perempuan itu gak lupa memberi hormat pada komisaris, dirinya melirik jam tangannya lalu segera menghubungi nomor team forensight. Sanna membuka beberapa berkas yang baru saja dikasih dari kepolisian. Perempuan itu terus menghela nafas berat kemudian dia memasuki mobil taksi. Sepanjang perjalanan kota Roma, Sanna tak ada henti-hentinya mengutuk bosnya itu. Dosa apa yang dia perbuat dimasa lampau hingga mendapatkan bos seperti itu. Perempuan itu terus merutuki nasibnya sendiri yang tak pernah beruntung. Jarak dari Genoa ke Roma lumayan jauh. Sanna terus berkomunikasi dengan orang-orangnya, saat sampai ia tak menemukan sebuah bukti kongkrit dari kasus yang sedang ditanganinya. Hasil otopsi jenazah korban juga belum dapat dipastikan, karena itu membutuhkan waktu lama. Padahal saat melakukan penyergapan tersebut sudah tepat, namun dirinya harus dikecewakan oleh informasi yang baru saja di dapat olehnya ketika bertemu dengan inspektur polisi. “Kemungkinan kasus ini akan ditutup apabila pelaku tak menampakkan dirinya.” Polisi itu menyerahkan barang bukti yang tersisa berupa kartu identitas diri. “Kami yakin pasti akan menemukan si pelaku,” ucap, Sanna dengan tenang. Semua kompak mengangguk yakin, Sanna mengobrol sedikit dengan salah pihak kepolisian. Ketika pihak kepolisian pamit undur diri. Perempuan itu mengambil beberapa gambar untuk dijadikan bukti. Mark menghampiri perempuan itu dan memberikan sidik jari korban, pria itu mengamati setiap inci bagian luka yang menonjol di tubuh si korban. Saat sedang melakukan pemeriksaan terhadap korban, tiba-tiba terdengar suara tembakan dan itu berhasil menyita perhatian orang-orang. Sanna memberikan peringatan kepada para petugas untuk berhati-hati dalam melakukan pemeriksaan. Perempuan itu menurunkan senjatanya, “kita gak tau kapan musuh menyerang dan di mana saja bisa melumpuhkan lawan.” Ujar, Sanna yang terlihat serius. Perempuan itu memasukkan kembali senjatanya dan meraih pelindung diri kemudian segera mengangkut jasad korban. “Setelah hasil otopsi keluar apa rencana kamu selanjutnya?” tanya Mark, menatap wajah Sanna yang tidak ditatap balik. “Menghubungi keluarga korban dan mencari tau kapan terakhir kali korban melakukan aktivitas.” Sanna memberikan komando pada anak buahnya lalu menyetel waktu kematian pada korban tersebut. Mark mengangguk paham. Sanna melepaskan semua yang ia kenakan seperti sarung tangan, menyemprotkan cairan antiseptik dan membuang masker sekali pakai itu langsung ke tempat sampah. Perempuan itu masuk kedalam mobil Mark dan bergegas menuju rumah sakit agar cepat melakukan otopsi. Sanna percaya bahwa kejadian yang baru-baru ini terjadi ada hubungannya dengan orang tuanya. Karena orang tuanya sudah meninggal dunia, perempuan itu hidup sendirian. Ya walaupun sebenarnya tidak benar-benar sendirian, karena ia masih memiliki paman serta bibi. “Jangan sampai lengah, kita harus bisa memberikan yang terbaik buat para petugas dan keluarga yang ditinggalkan.” Mark memberi masukan kepada perempuan itu yang tengah melamun sendiri. Disisi lain Sanna juga harus melakukan penyelidikan terkait kematian orang tuanya. Karena itulah ia masuk ke team ini, “jangan khawatir kita pasti bisa menemukan titik terang tentang keluargamu,” sambung Mark yang seakan tau jalan pikiran Sanna. Sanna menatapnya tak percaya. Perempuan itu mengembuskan nafas panjang dan meminta sang senior menepika mobilnya di daerah Milan. “Aku akan membeli sesuatu kau mau dibelikan apa?” tanya Sanna yang turun dari mobil. Mark menggeleng kepalanya tanpa mengalihkan perhatiannya dari map berkas. Sanna berhenti di depan minimarket, saat melihat sesuatu yang mencurigakan di depan matanya. Perempuan itu tiba-tiba menarik pelatuk pistolnya dan berteriak pada orang yang melarikan diri. “Berhenti! Hey!” teriak Sanna yang tidak bisa mengabaikan hal tersebut. Sangat tak terduga sekali orang yang tengah ia kejar saat ini berhubungan dengan kedua orang tuanya yang telah meninggal. Saat terpojok disebuah jalan buntu, orang tersebut melawan Sanna yang menodongkan senjata ke arahnya. “Menyerahlah,” pria tua paruh baya itu berseringai sinis dan melompat ke atas pagar. “Jangan bermimpi!” “Hey!!” jujur Sanna sudah tidak sanggup lagi untuk mengejar targetnya. Perempuan itu melangkah kakinya pelan dan terengah-engah. Deru nafasnya memberat saat ketika ia menyeberang jalan dan memperhatikan sekitarnya. Mark yang melihatnya seperti orang yang habis berlarian bertanya. “Dari mana saja kau?” tanya Mark retoris, perempuan itu masih mengatur nafasnya yang memburu dan lelah. “Aku melihat dia,” Mark menatap mata Sanna dalam lalu mengembuskan nafas panjang. Kemudian segera mengerakkan mobilnya keluar dari jalanan tersebut. Mark bukan tidak percaya. Namun pria itu berpikir, hari ini terlalu banyak kejadian yang tidak terduga baginya. Sehingga dengan yang terjadi pada perempuan disampingnya itu agak mengejutkan. Mereka telah sampai di balaikota dan menyerahkan berkas-berkas yang sudah terselesaikan dengan baik. “Maaf pak walikota, ada sedikit masalah saat menuju ke tempat anda. Sepertinya kami harus lebih berhati-hati lagi dalam menjalankan misi ini, karena saat diperjalanan ada orang yang mengawasi kami.” Pak walikota mengangguk paham, lalu mengambil alih berkas tersebut. Pak walikota membuka beberapa berkas yang akan diajukan ke sidang nanti. “Jika ada pertanyaan silahkan kalian hubungi saya,” pak walikota menaruh berkas itu kemudian ia melangkah keluar dari ruangan. Sanna bercakap-cakap sedikit dengan sekertaris pak walikota saat itu. Sampai suatu waktu dirinya tak menyadari bahwa ada hal ganjal yang terjadi pada pak walikota. Setelah selesai Mark dan Sanna pamit kembali bertugas lagi. Ketika keduanya keluar, raut ketakutan tercetak di wajah pak walikota. Martin Luther, salah satu anak buah kepercayaan dari Antonio itu diam-diam menodongkan senjata dari balik tubuh pak walikota yang tak diketahui oleh para detektif itu. Martin tersenyum manis pada pak walikota lalu memberikan beberapa penawaran menarik untuk pria tua itu. “Saya sudah mengikuti semua perintah kamu, sekarang lepaskan saya!” ronta pak walikota. Martin yang hampir saja menurunkan senjatanya, merubah pikirannya dan menarik lengan pria tua itu keluar dari meja kerjanya. Sanna mendapatkan perasaan yang tak tenang, entah bagaimana perempuan itu tak berniat untuk kembali ke Genoa. Kotanya sendiri. Perempuan itu kembali melangkah kakinya masuk ke dalam gedung balaikota. Saat pak walikota melihat dirinya, pak walikota hampir meneriaki namanya tapi sayangnya langsung dibungkam oleh orang yang membawanya itu. Sanna hendak membuka pintu, namun ia menganga ketika melihat pintunya terbuka lebar. “Eh?” beo Sanna yang bingung dengan kondisi ruangan tersebut. Pak walikota tidak ada ditempat dan ruangannya terlihat kosong. Pikiran jelek memenuhi otaknya, perempuan itu langsung mengenyahkan pikiran tersebut dan kemudian kembali pada Mark. Sanna masih belum tenang saat sudah duduk di dalam mobil, pikirannya masih melayang mengarah ke hilangnya pak walikota. Jika pak walikota pergi meninggalkan kantor itu, seharusnya mereka bertemu di depan gedungnya. Tetapi ini tidak. Pak walikota tidak keluar dari gedung tersebut, dengan kata lain ada konspirasi yang terjadi saat mereka pergi tadi.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Possesive Ghost (INDONESIA)

read
121.1K
bc

My Soulmate Sweet Duda (18+)

read
1.0M
bc

GAIRAH CEO KEJAM

read
2.3M
bc

HOT NIGHT

read
605.7K
bc

ARETA (Squel HBD 21 Years of Age and Overs)

read
58.2K
bc

LIKE A VIRGIN

read
840.8K
bc

See Me!!

read
87.9K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook