Bab dua

1019 Words
Mark masih memperhatikan kondisi perempuan yang berada di depannya itu. Pria muda itu menegur Sanna tanpa perempuan itu sadari, ia tersentak ketika tau Mark mengajaknya bicara soal kasus yang akan mereka pegang nanti. Pria itu mencoba untuk merubah identitasnya saat melakukan ppenyamaran itu. Sungguh Sanna benar-benar tidak fokus dengan segala hal, ia terus kepikiran dengan pak walikota yang secara mendadak tak ada ditempat. Jam istirahat tiba. Sanna meraih kotak bekalnya dan melihat menu yang sudah ia siapkan. Perempuan itu menunda makannya karena atensinya beralih pada layar kaca televisi yang ada di ruang pantry. Sontak wajahnya terkejut saat melihat siapa yang menjadi korban, tangan kanannya terkepal kuat. Dugaannya semakin kuat jika hal ini disebabkan oleh faktor yang memperkuat dugaannya itu. Setelah menyelesaikan kasus kemarin dan mereka tinggal menyelidiki sisanya. Itu membuat Sanna bernafas lega karena pertaruhannya tak sia-sia kemarin. Pemimpin memanggilnya untuk menghadap keruangannya, ketika perempuan sedang bersantai. Sanna mendengus dingin lalu tetap melangkah lebar masuk ke dalam ruangan bosnya. “Apa bapak mencari saya?” tanya, Sanna. Pemimpin menoleh lalu tersenyum sangat lebar dan mengayunkan tangannya mendekat. Sanna berjala pelan tapi saat sudah berada tepat di depannya. Sekilas pemimpin merubah raut wajahnya menjadi lebih serius. “Kamu tau pak walikota menghilangkan?” Sanna mengangguk tak yakin. Perempuan memandang wajah bosnya dengan perasaan yang gak enak. “Selidiki penyebab menghilangnya pak walikota,” lanjut pria paruh baya yang duduk sembari memberikan map informasi. Sanna berkerut heran, “kenapa harus saya pak?” “Karena kamu bisa mengatasi ini, atau kamu mau saya kasih kasus lain? Seperti kasus mafia besar?” “Tidak. Ini lebih dari cukup, terima kasih pak.” Pemimpin mengangguk sambil menyeruput secangkir kopi yang tergeletak di atas mejanya. Perempuan itu hanya ingin bersantai sejenak saja. Apa tidak bisa? Kenapa perempuan itu selalu mendapat kasus akhir-akhir ini? Membuat dirinya semakin pusing saja. Sanna melanjutkan perjalanan kembali ke pantry belakang. Perempuan itu mengembuskan nafas panjang, tiba-tiba saja terbersit dalam benaknya sebuah pemikiran tak masuk akal. “Mungkin saja itu terjadi,” gumam perempuan itu sendiri dan menatap layar tipis sembari mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi pada sang walikota. “Sedang apa kau, tak bekerja?” tegur salah satu teman sekantornya yang berjenis kelamin perempuan. Sanna melirik sesaat setelah itu ia meraih ponselnya dari atas meja. “Tidak ada. Emang apa urusanmu, lagian ini tempat umum. Jangankan nongkrong bareng, ngobrol saja saya gak mau.” Tolak Sanna dengan mulut pedasnya. Wanita cantik itu tau jika dirinya akan diajak bergosip, karena itu ia menghindarinya. “Sombong sekali dia!” sungut perempuan tersebut yang tak mengalihkan pandangannya. Sanna mengacuhkan itu. Ia menghubungi nomor temannya, dan meminta agar segera mempercepat proses penyelidikan tentang kasus orang tuanya. Perempuan itu mengenakan topi dan mulai mengintai satu persatu keluarga pak walikota. Sejauh pengamatannya tak ada yang mencurigakan di sini. Sekarang yang dirinya perlu lakukan adalah melakukan investigasi, eh tapi sebentar Sanna baru teringat sesuatu di sini. Apa dia harus melakukan sendiri? Dan yang lain ke mana? Tentunya ada. Di tempat yang berbeda dengan perempuan itu. Perempuan itu mengembuskan nafas panjang lalu melihat jam tangannya dan mencari koran, guna untuk mempermudah proses pencariannya. Sanna terkejut dengan apa yang dirinya temukan, bukannya informasi tentang pak walikota. Sanna malah menemukan informasi tentang kedua orang tuanya dan dengan cepat perempuan itu menghubungi nomor Bellagio yang menjadi orang kepercayaannya. Setelah menghubungi nomor Bellagio, Sanna langsung bergegas pergi meninggalkan gedung penyidik itu. Namun perempuan itu sebenarnya tidak mengetahui latar belakang bawahannya sendiri karena, ia terlalu mempercayai orang tersebut. Sanna berjalan dan masuk ke dalam mobil taksi, perempuan itu mencoba menguasai diri yang setelah sekian lama akhirnya Sanna menemukan titik terang tentang kematian misterius kedua orang tuanya. Bellagio telah mengakhiri sambungan telepon itu. Saat ini pemuda itu tengah berdiri di depan sosok yang jauh lebih berkuasa dari kepolisian dan para detektif sialan itu. “Sekarang apa yang harus saya lakukan, tuan?” tanya Bellagio. “Lakukan apa yang menurutmu benar, dan ya. Jangan sampai ketahuan bahwa kau adalah pengikutku.” Bellagio mengangguk paham dan mengerti apa yang menjadi perintah si tuan tersebut. Pemuda pergi meninggalkan ruangan ini, ia menjalankan tugas palsunya kemudian melangkah lebih cepat. Sosok itu tersenyum manis seraya memerhatikan foto cewek yang ada di foto lama tersebut, ia membandingkan dengan foto yang baru saja dirinya dapat dari pengikutnya itu. Senyum kian manis namun mengerikan, ya sosok itu tertarik untuk mengetahui siapa anak perempuan kecil tersebut. Sanna melepaskan maskernya dan mengambil barang-barang yang baru ia temui di TKP barusan. Saat tengah melamun seseorang menepuk pundaknya dan mengatakan hal yang tak ingin dirinya dengar. “Lupakan apa yang seharusnya sudah terjadi sejak lama. Kau tak perlu mengingat kembali masa lalumu, dan biarkan mereka beristirahat dengan tenang di sana.” Ujar orang tersebut. Perempuan itu mengembuskan nafas lelah dan memeluk lututnya sendiri. Sanna menahan sesak yang memenuhi rongga dadanya, selama belasan tahun itu. “Jangan banyak bicara dan cepat lakukan tugasmu!” titahnya yang kemudian dengan segera melanjutkan aktivitasnya itu. Bellagio diam-diam tersenyum miring dan mengambil satu bukti tersebut. Mark baru saja datang karena ada keperluan mendesak saat Sanna memberitahukannya tentang kasus yang akan mereka tangani nanti. Namun sepertinya pria itu tidak akan menangani kasus tersebut bersama perempuan yang sedang memantau anak buahnya itu. Tak tau kenapa Mark tiba-tiba pindahkan ke kasus yang berbeda dengan perempuan itu, kini pria itu menangani kasus yang lebih besar. Mark sendiri merasa heran saat pemimpin memintanya mengambil kasus ini, padahal kasus pak walikota juga penting sekali bukan. Sanna misuh-misuh melihat teamnya bekerja dengan tidak becus saat mengurus izin dari kepolisian. “Bagaimana cara kerja kalian hah?” sentak perempuan itu jengkel. Semua anak buahnya menundukkan kepalanya dalam ketika dimarahin sama pemimpin mereka yaitu Sanna. “Saat kami sedang melakukan pengecekan terhadap barang bukti, salah satu dari kami ada yang menghilang nona. Dan saat itu juga barang bukti kita hilang satu.” Bellagio yang nampak sedang menyibukkan dirinya mendapat perhatian serius dari perempuan itu. Sanna menatapnya tajam dan seakan mau menghunus pemuda tersebut. Namun pemuda tak takut dengan tatapan mata perempuan itu. Ia nampak biasa saja, malah seperti tak terjadi apa-apa dengannya. “Kenapa kalian melihatku seperti itu? Hey, kita sedang melakukan pekerjaan. Sebaiknya kembali bekerja sekarang,” ucapan Bellagio disela oleh salah satu dari mereka. “Kau bukan bos kami, tuan.” Sanna berjalan menjauh dari semua orang, diam-diam perempuan itu menyuruh seseorang untuk mengawasi Bellagio secara tak kasat mata pria itu. Setelah memberikan perintah itu kepada ajudannya, perempuan itu kemudian pergi ke balaikota untuk meneruskan misinya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD