bc

Behind The Camera : Look at me, Baby

book_age18+
5.1K
FOLLOW
100.5K
READ
billionaire
possessive
sex
CEO
drama
bxg
regency
like
intro-logo
Blurb

Julia yang mencoba bangkit dari kegagalan rumah tangganya, memutuskan untuk menyingkirkan semua masa lalunya sejauh yang ia bisa. Kegagalan rumah tangganya meninggalkan trauma luar biasa bagi Julia. Ia kehilangan kepercayaan pada dirinya, terlebih keyakinannya dengan tubuhnya yang seksi dan menggoda bagi pria yang memandangnya. Melihat tubuh mulusnya dan ukuran tubuh yang proporsional.

Max Dalton, yang mengidap voyeurisme syndrom atau penyimpangan psikis yang gemar mengintip kehidupan orang lain namun tampan, seksi, hypersex dan memiliki aura misterius.

Bagaimana reaksi Julia Ross saat mengetahui jika semua gerak geriknya diamati. Bahkan ruang privasinya hingga bentuk tubuhnya. Pertemuan keduanya, seakan saling mengobati kesakitan masing-masing. Tak hanya jiwa tapi tubuh mereka memiliki ketertarikan luar biasa. Saling memuaskan.

chap-preview
Free preview
Satu
Julia Ross menarik nafas dalam-dalam dan melihat sekeliling lobi tempatnya berada saat ini. Mengamati apartemen baru yang akan jadi persinggahannya sekarang. Mata coklatnya menyapu setiap sudut ruangan. Ruangan bercat putih, lumayan luas untuk ukuran sebuah lobi apartemen. Banyak orang berlalu lalang. Didapati seperangkat sofa, rak surat kabar, dua buah lukisan menghiasi dinding, serta sebuah meja penerima tamu yang dilengkapi sebuah layar datar berukuran besar yang terpasang disalah satu dinding. Hari ini Julia memutuskan untuk pindah dari New York ke Los Angeles. Julia merasa dirinya butuh untuk menepi sejenak dari segala kegilaan kota New York. Dua tahun sejak pernikahannya dengan Rob kandas, Julia mencoba untuk menyibukkan diri dengan pekerjaannya sebagai seorang editor di sebuah perusahaan penerbitan. Kini perusahaan tersebut memberikan kepercayaan pada Julia untuk menanganinya. Sebuah tantangan yang tidak main-main dan ringan. Namun bukan hal itu yang membuat Julia menerima dan ingin mencoba. Saat ini Julia membutuhkan kehidupan baru yang dapat membuat dirinya terus berkarya hingga lelah dan dapat tidur dengan lelap di setiap malamnya. “Hallo, apakah Anda, Mrs. Ross?” tanya seorang wanita yang tiba-tiba muncul dihadapan Julia. Wanita berkulit hitam dengan pakaian resmi yang rapi dan seulas senyum di wajahnya. Julia hanya mengangguk sambil membalas senyumannya. “Perkenalkan saya, Margareth. Saya yang mengurus penyewaan apartemen yang Anda pesan,” kata wanita yang mengaku bernama Margareth panjang lebar. “Ya, saya Julia Ross,” kata Julia sambil menyebutkan nama lengkap dan mengulurkan tangannya untuk bersalaman. Wanita itu menerima uluran tangan Julia, mereka bersalaman. “Mari saya antar Anda untuk melihat apartemennya.” Julia tersenyum sambil meraih tas miliknya yang kemudian mendarat di bahu kanannya dengan mulus. Mereka berjalan berdua menuju lift dengan diiringi suara hak sepatu yang berbenturan dengan lantai. Julia mengekor dibelakang langkah Margareth. Lift yang tersedia ada dua buah. Yang satu masih ada di lantai dua puluh. Dan yang lainnya baru saja meluncur dengan kondisi penuh. Sekali lagi Julia melayangkan pandangan matanya keliling lobi apartemen. Mengamati 2 buah lukisan menggantung di dinding secara bergantian. Ding !! Suara lift yang terbuka. “Silahkan, Mrs. Ross,” ujar Margareth. Julia dan Margareth melangkah masuk ke dalam lift, namun secara tiba-tiba lift kembali terbuka di saat pintu nyaris tertutup. Seorang pria paruh baya muncul dari balik pintu. Nafasnya naik turun dan sedikit peluh di keningnya. “Hello Margareth,” sapanya sopan. “Hello Dave,” balas Margareth. Seorang pria paruh baya dengan kepala plontos dan tampilan rapi mengenakan jaket NIKE. Ia menatap Julia dengan wajah terkejut bahkan nyaris melonjak. Seakan sedang bertatapan dengan seseorang yang ia kenal di masa lalu. Tatapan mata yang membuat Julia menjadi penuh tanya. Ding!! suara lift sampai di lantai yang dituju Julia. “Kami permisi Dave,” Margareth pamit sambil berjalan keluar di susul Julia. Pria itu mengangguk, dan masih menatap heran kearah Julia meski ia sudah berlalu. Pintu lift kembali menutup di belakang Julia.   “Aku harap kau menyukai apartemennya, Mrs. Ross,” tukas Margareth. “I hope so,” timpal Julia sambil menatap keseluruh sisi lorong apartemen. Julia mendapati beberapa CCTV yang terpasang secara tersembunyi di langit-langit lorong. Kami berhenti di sebuah pintu apartemen dengan nomor 125. Lt 12 apartment no 5. Pintu dibuka oleh Margareth, ruangan yang masih kosong. Julia mengekor di belakang langkah Margareth, memasuki ruangan. Terlihat lapang. “Penghuni lantai ini baru Anda, Mrs. Ross.” Info Margareth memecah keheningan dan menyadarkan Julia dari lamunan. Kenikmatan Julia menatap pemandangan diluar jendela. Julia hanya menoleh, menatap Margareth sekilas, sebelum ia berjalan menyusuri ruangan lainnya. Terdapat 3 ruang kamar, Julia memasuki ke salah satunya. Sebuah ruangan yang akan Julia jadikan kamar tidur nanti, lengkap dengan kamar mandi. Ada bathtub dan wastafel. Ada sebuah cermin besar diatas wastafel. Julia mengamati wajah cantiknya yang memantul dari cermin. Tampak lingkar matanya yang samar berwarna hitam. Sejak kedatangannya ke LA dua hari yang lalu, sejujurnya Julia tidak pernah benar-benar tidur. Bayangan dan suara-suara dari alam bawah sadarnya seakan mengusik hidupnya. “Kapan Anda akan mulai menempati apartemen ini, Mrs. Ross?” Sekali lagi Margareth menarik Julia dari lamunan. Mata coklatnya mengerjap kaget. Menghembuskan nafas dengan kasar. “Secepatnya, mungkin besok barang-barang saya akan datang dari New York,” jawab Julia dengan senyuman yang memulas wajahnya. Kami berpindah ke balkon kamar. Spot yang seakan mengundang Julia untuk mendekat. Julia mencoba membuka pintu gesernya. Meski agak kesulitan pada awalnya, namun ia berhasil membukanya. Seketika angin berhembus menerpa wajah tidur Julia. Terasa semilir dan dingin. Rasanya begitu menenangkan. Julia menatap kebawah. Terbentang taman yang asri, hijau dengan rumput dan pepohonan. Ia memejamkan mata mencoba menikmati udara sore ini di apartemen baru miliknya. “Anda masih ingin disini, Mrs. Ross?” tanya Margareth. Spontan Julia membalikan tubuh, berhadapan dengan Margareth yang sedari tadi berdiri dibelakang Julia. Ia tersenyum tipis. “Ya, saya suka apartemen ini, bisakah kuncinya saya dapatkan sekarang?” “Sure. Ini kuncinya.” Margareth menyerah sebuah kunci berbentuk bulat yang dilengkapi sebuah tali. “Jika Anda masih ingin disini, tapi maaf saya masih ada pertemuan dengan klien lainnya. Tidak masalah jika saya meninggalkan Anda, Mrs. Ross?” sambung Margareth dengan tanya dan bernada bersalah. “Ya silahkan. Tidak masalah. Senang bertemu denganmu, Margareth,” tukas Julia dengan nada suara bahagia. Keduanya bersalaman sebelum wanita itu meninggalkan Julia sendirian.   *** Layar besar yang terbagi dari banyak kamera pengintai. Tampilan yang semuanya berbeda. Kamera pengintai dari setiap ruangan apartemen yang ada di gedung ini. Semua bagian tanpa terkecuali. “Penghuni baru yang cantik,” desis seorang pria dengan seringai miring. Tampak diperbesar tampilannya saat kamera tertuju pada Julia yang kembali ke kamar mandi untuk membasuh wajah.   *** Kehidupan seorang Julia Ross di Los Angeles akan dimulai hari ini. Diawali dengan, keputusannya untuk meninggalkan hotel tempatnya menginap selama barang-barang yang dikirimkan dari New York belum tiba. Rencananya, jika tidak ada aral melintang, siang ini akan tiba. Pukul 10 pagi Julia sudah berada dibalik meja kerjanya. Menenggelamkan diri dengan kesibukan. Sibuk dengan dunianya. “Kau sudah meninggalkan hotel?” tanya Lily memecah lamunan Julia. Seketika Julia tersentak kaget, tersenyum ke arah Lily yang tampak kepalanya menjulur dari balik pintu. Mereka saling melepaskan senyuman. “Ya, aku sudah meninggalkan hotel pagi ini. Masuklah, Lily,” pinta Julia dengan tangan yang menandakan perintah bagi Lily. Lily gadis cantik dengan tubuh mungil dan senyum manis, ia beranjak masuk ruangan. Dihempaskan tubuhnya di kursi tepat diseberang Julia. Setumpuk kertas memenuhi meja kerja Julia dan ia tak ingin memikirkannya. Julia hanya ingin membacanya dengan teliti. “Ada yang bisa aku bantu untukmu?” tanya Lily menawarkan sebuah bantuan. Julia menatap Lily, meninggalkan kertas-kertas dihadapannya dengan hembusan nafas berat. “Thanks darling,” kata Julia dengan segurat senyum. Julia menghela nafas panjang sebelum melanjutkan ucapannya, “Aku butuh teman makan siang hari ini, apa kau bersedia menemaniku?” tanya Julia sambil menutup dokumen. Lily langsung mengangguk dan mereka sama-sama melepaskan senyuman manis.   Tepat pukul 12 siang waktu Los Angeles.   808 Fair Oaks Ave, South Pasadena, CA 91030-2606. Keduanya kompak memesan BBQ Brick Chicken sebagai santapan makan siang. Julia juga melengkapi menunya dengan secangkir kopi pekat tanpa gula. Sedangkan Lily dengan secangkir teh hangat. Julia membutuhkan energi untuk bisa tetap terjaga. Pekerjaan yang menumpuk dan proses perpindahan dirinya ke kota ini. Pekan yang luar biasa bagi Julia. Mereka saling berbincang. Membicarakan banyak hal. Banyak kisah yang mereka lalui dan Lily hanya bisa menghibur sahabatnya Julia melalui saluran telepon. Lily selalu ada dalam setiap moment terendah seorang Julia Ross, meski raga mereka tidak berdekatan, namun sebagai sahabat terbaik, Lily selalu menjadi pendengar terbaik di ujung telepon. Mereka berteman sejak lama, Lily adalah gadis pengiring pengantin di pernikahan Julia 7 tahun yang lalu dengan Rob Thomson. Pernikahan yang diakhiri dengan penghianatan Rob dengan seorang wanita yang bekerja 1 gedung namun di lantai berbeda dengannya. Perpisahan Julia dengan Rob menyisakan depresi yang luar biasa baginya. Bahkan hingga saat ini, luka itu masih segar dan sesekali terasa perih menembus kerelung terdalam jiwa Julia. “Aku turut sedih untukmu, Julia. Aku senang kau pindah ke kota ini,” ujar Lily menghibur sahabatnya, sebelum ia kembali mengunyah makanan miliknya.  Keduanya saling bertatapan lurus. Duduk berhadap-hadapan. Julia hanya tersenyum manis. “Aku juga senang Lily. Mungkin sudah saatnya bagiku meninggalkan New York,” kata Julia. Terdengar nada getir dalam pengucapan setiap kalimat yang meluncur dari mulut Julia. Matanya tampak berkaca-kaca. “Ya meninggalkan cerita cintamu yang b******k,” sambar Lily bersungut-sungut kesal. Julia hanya tertawa renyah menatap tingkah sahabatnya. “Aku akan segera mencarikan pengganti Rob untukmu, Jul,” Lily berjanji dengan suara penuh keyakinan. Julia tersenyum kembali sambil geleng-geleng kepala. “Terima kasih, Dear,” timpal Julia sambil menyeruput lagi kopi dalam cangkir yang ada di dekatnya. Keheningan menyelinap diantara mereka berdua untuk beberapa saat. Hanya ada dentingan sendok dan garpu yang mengenai piring.   “Aku ke toilet sebentar ya.” Lily meninggalkan Julia seorang diri untuk beranjak ke toilet restoran. Julia hanya menganggukan kepala melepas kepergian Lily. Dan tak lama berselang Julia telah sibuk membuka ponsel miliknya, memeriksa panggilan dan pesan tulis yang masuk. Ia mendapati sebuah pesan masuk dari Margareth yang menginformasikan truk pembawa barang-barang miliknya dari New York sudah tiba di parkiran apartemen. “Thanks Margareth untuk informasinya,” tulis Julia yang dilanjutkan dengan menekan tombol send. “Menu siang ini membuatku lupa akan dietku, Julia,” seloroh Lily sekembalinya dari toilet. Julia hanya terkekeh. Ia tak menyadari kehadiran Lily yang tiba-tiba. Julia memasukan ponsel miliknya kembali ke dalam tas. “Barang-barangku sudah tiba di apartemen. Sepertinya aku tidak kembali ke kantor,” ujar Julia sambil menatap Lily yang sudah duduk kembali di seberang mejanya. “It’s ok, Julia sayang. Serahkan pekerjaanmu hari ini padaku. Uruslah dulu keperluanmu,” tukas Lily sambil mengoleskan lipstik ke bibirnya. Julia menatap Lily sambil mengingat sesuatu yang dirasanya telah melewatinya. “O iya, kau bisa kirimkan naskah atas nama Edward yang kuletakkan di atas mejaku? Aku baru membacanya separuh. Biar aku selesaikan hari ini,” pinta Julia dengan nada memohon. Lily menepuk punggung tangan Julia sambil tersenyum menawan. “Akan aku buatkan salinannya untukmu Jul dan mengirimkannya ke emailmu. Ada lagi?” Julia menggelengkan kepala sebelum mereka beranjak dari kursi dan meninggalkan meja restoran.     ***

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

(Bukan) Istri Pengganti

read
49.0K
bc

See Me!!

read
87.9K
bc

Kupu Kupu Kertas#sequel BraveHeart

read
44.1K
bc

SEXRETARY

read
2.1M
bc

Partner in Bed 21+ (Indonesia)

read
2.0M
bc

Rewind Our Time

read
161.2K
bc

Bad Prince

read
508.8K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook