Perjanjian

1001 Words
"Ketahuilah, setiap orang berbeda. Mereka tidak bisa disamakan. Karena inilah kehidupan. Ada kelebihan untuk menutupi kekurangan. Begitupun sebaliknya." ***** Sesuai arahan Katrina, sepulang sekolah yang biasanya Aldi akan berdiam diri di kelas menunggu sepi, kini harus ke parkiran yang masih ramai. Aldi juga tidak mengerti ada apa dengan dirinya. Ia begitu mudah menerima permintaan adik kelasnya yang terkenal playgirl seantero sekolah itu. Matanya menelusuri jejeran mobil dan berhenti di mobil pink milik Katrina. Di sana sudah ada cewek itu yang bersendakap di pintu. "Lama banget sih lo!" sindir Katrina begitu Aldi sampai di dekatnya. "Urusan gue bukan hanya lo," jawab Aldi santai. Ya, Aldi harus sabar dan kalem saat menghadapi Katrina agar cewek itu bisa mempersingkat pembicaraan ini. Aldi benci keramaian. Hal itu mengganggunya. "Masuk!" Perintah Katrina. Lagi-lagi Aldi menurut. Pandangan Aldi menelusuri setiap sudut mobil Katrina yang dipenuhi warna pink. Membuat Aldi menggelengkan kepala. Katrina memukul stir membuat penjelajahan Aldi berhenti. "Gue gak mau dijodohin!" Kening Aldi mengerut. "Terus apa hubungannya sama gue?" "Gue terpaksa harus bawa cowok ke pernikahan Kakak gue. Karena di sana bakal ada orang yang dijodohin sama gue." "Kenapa lo nggak pilih cowok lain? Gue bukan pilihan yang baik tentunya." Aldi tersenyum miring. Katrina mengacak rambutnya dan kembali merapikannya dengan tangan. "Seperti mantan-mantan gue sebelumnya? Sorry gue gak terlalu bodoh. Mereka akan memanfaatkan keadaan ini. Mereka pasti ngajuin syarat aneh-aneh." Tiba-tiba senyum devil terbit di bibir Aldi. "Lo yakin banget gue nggak ngajuin syarat." Mata Kartina melotot. Ia tidak percaya dengan apa yang didengarnya. "Jadi lo mau apa dari gue?" "Gue nggak ngajuin syarat. Tapi sebuah perjanjian. Seperti kata gue di awal. Lo hanya boleh menganggap gue pacar saat di depan kedua orangtua dan Kakak lo. Selebihnya, di luar dan di sekolah lo jangan panggil gue pacar lo. Jangan sok deket sama gue. Dan satu lagi, gue harap lo nggak terlalu percaya ke gue. Kita berbeda, right?" Katrina mengajukan tangan kanannya ke depan. "Justru itu, gue cari yang berbeda sama gue. Karena akhirnya kita gak akan bisa bersama. Deal." Aldi menyambut tangan Katrina. Pertanda perjanjian telah mereka sepakati. Dan Aldi tau ini adalah hal yang bagus. "Besok adalah resepsi Kakak gue. Hotel Nirwana. Gue jemput di rumah lo," putus Katrina. Mata Aldi membulat dan mulutnya sedikit terbuka lebar. Tapi ia cepat-cepat menetralisir hal itu. "Terlalu mudah untuk mendapatkan informasi orang cupu kayak lo." ***** Katrina Renata, mungkin bagi orang yang hanya melihatnya dari luar akan mengira Katrina orang yang tidak punya beban sama sekali. Semua itu salah! Tidak ada yang tau bahwa selama ini ia tertekan. Ber, kakak kandungnya tidak suka dengan kehadiran Katrina. Ber merasa kasih sayang orangtuanya terpusat pada Katrina. Tidak jarang Katrina mengalah dan membiarkan Ber menang. Ya, walaupun Ber tidak pernah menganggap Katrina adiknya karena Katrina sangat berbeda. Ia tidak seputih keluarganya, tidak sealim mamanya, juga tidak sepintar Ber. Wajar jika Ber iri jika yang diperhatikan Katrina. Sebenarnya tidak ada maksud lain kecuali membuat Katrina betah di dalam keluarga kecil itu. Orangtuanya pun sama, mereka tidak ingin Katrina merasa dikucilkan. Tetapi Ber selalu menanggapi dari sisi yang berbeda. Seperti kemarin contohnya, saat keluarga besar berkumpul untuk membahas resepsi pernikahan, Katrina menjadi bahan olok-olokan keluarga besarnya. Ditambah Ber dengan ide gila yang ingin menjodohkannya dengan laki-laki berusia 26 tahun. Gila saja Ber! Katrina bahkan baru 16 tahun dan sekarang kelas X. Apa masih zaman perjodohan? Lagipula sekarang sudah zaman modern. Katrina bisa mendapatkan cowok yang ia mau tanpa dijodohkan. Cukup mudah membuat cowok bertekuk lutut. Sayangnya mereka semua melihat kekayaan keluarganya. Bukan murni karena menyayangi Katrina. Siapa yang tidak mau menjadi pacar anak pemilik rumah sakit terkenal di Jakarta? Siapa yang menolak pesona kecantikan gadis tionghoa seperti Katrina? Mungkin tidak ada. "Katrina sini Nak makan dulu," panggil mamanya saat tau Katrina akan langsung ke kamar seperti biasa. Memilih makan sendiri karena di meja makan ada Ber. Lebih baik ia kelaparan daripada bertengkar dengan kakaknya. "Nanti Ma," jawab Katrina. Ia kembali menaiki anak tangga. "Jadi orang tuh yang sopan! Diajarin siapa lo buat nolak ajakan orangtua?" Lihatlah, Ber sudah memulai. Tenang, Katrina mulai terbiasa dengan sikapnya. "Lebih baik frontal kayak gua daripada pura-pura alim tapi nyatanya?" Skakmat. Inilah yang Katrina inginkan. Membungkam Ber hanya dengan kalimat singkat. "Katrina jangan membuat Mama sedih! Ayo kita makan bersama. Ini terakhir kalinya Kak Ber makan bersama kita. Besok dia sudah menikah dan tidak bisa seperti ini lagi. Tolong mengerti." Kali ini papanya ikut berdiri dan menuntun mamanya duduk. Mau tidak mau Katrina berbalik dan menuju meja makan. Ia mengambil tempat di sebelah mamanya. Katrina makan dalam diam. Dia juga sesekali memperhatikan Ber yang menatapnya sinis. "Gimana sama sekolah? Nggak ada masalah kan?" "Nggak Pa." "Juaranya bolos mana ngaku Pa. Selain playgirl ternyata lo pembohong ya," sinis Berlian. Cukup sudah! Katrina tidak tahan di sini. "Kalau Kakak mau hidup sendiri silakan! Aku bisa cari tempat tinggal daripada dengar omongan lo!" Katrina menggebrak meja membuat semua kaget. "Katrina!" bentak papanya. "Kenapa Pa? Apa Katrina salah? Dia memang nggak suka sama Katrina. Biarkan Ber bahagia di sini." "Nak ...." mamanya memegangi lengan Katrina. Ber semakin merasa menang. Ini yang ia mau. Katrina pergi dari rumah ini. "Pa, Ma. Katrina merasa asing hidup di tengah keluarga besar kita. Katrina berbeda dengan kalian. Aku dekil, kurus, gak pinter, suka bolos, ratunya playgirl. Banyak yang buruk dari aku. Katrina mohon, biarin Katrina mendapatkan kebahagiaan Katrina. Dengan tidak tinggal di sini." Air mata sudah keluar membasahi pipi mamanya. Katrina benci mamanya menangis karena dia. "Mama nggak usah sedih. Kita masih bisa ketemu saat beribadah di gereja hari minggu," ucap Katrina menenangkan. Ibu jarinya ia gunakan mengusap air mata mamanya. "Tapi Nak-" "Biarkan Katrina pergi Ma! Papa selama ini sudah sabar dengan kelakuan kamu. Ternyata kamu memang tidak berubah. Kembali ke rumah ini jika kamu memang sudah lebih baik." Papanya pergi dari meja makan. Hal inilah yang membuat Katrina muak. Mereka akan bertengkar dan mamanya menangis. "Kamu janji harus datang ke gereja setiap minggu ya," ucap mamanya dengan suara serak sehabis menangis. "Iya janji," jawab Katrina. Ia memeluk mamanya cukup lama untuk mengisi energi selama satu minggu ke depan. Katrina pergi dengan satu koper berisi seragam sekolah dan buku pelajarannya. Ia akan tinggal di apartemen pribadinya sementara waktu. Mungkin kali ini Ber merasa menang, karena masih ada tameng yang melindunginya. Keluarga besar mereka, terutama Tante dan Om mereka yang selalu membandingkan Ber dan Katrina. "Bye udik!" Ber melambai denga jijik dan lega karena merasa kotoran di keluarganya telah pergi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD