Episode 2

1980 Words
Lima puluh lima siswa dengan perilakunya masing-masing adalah pemandangan yang menarik untuk diperhatikan. Sekitar tiga puluh lima orang langsung membuka laptop dan smartphone, mulai menjelajah internet untuk mencari tokoh mitologi Yunani yang paling menggambarkan diri mereka. Hanya sekitar lima orang yang dengan santai mengeluarkan selembar kertas, lalu mulai menuliskan gambaran diri mereka dalam bentuk tokoh mitologi Yunani. Tentunya mereka adalah para siswa yang sudah sangat akrab dengan cerita para dewa-dewi Yunani itu. Lima belas orang sisanya keluar dari aula, mulai mencari arah menuju perpustakaan The Academy yang letaknya menurut peta petunjuk yang dibagikan di awal adalah di bagian selatan The Academy. Beyond the Horizon, Aula The Academy, berada di bagian utara. Jadi mereka harus menempuh jarak yang cukup jauh untuk menuju ke perpustakaan tersebut. Mereka yang berjalan ke perpustakaan termasuk para pelajar yang walaupun ber-IQ tinggi tapi kurang beruntung dari segi ekonomi. Itu sebabnya mereka mencari perpustakaan, tempat koleksi buku-buku yang diperkirakan paling lengkap di Dream World. Bukan hanya koleksi buku dengan jumlah yang mengesankan, perpustakaan The Academy, yang disebut sebagai The Oracle, memiliki fasilitas komputer sebanyak 200 unit, lengkap dengan printer, scanner, juga seratus mesin fotokopi. Jadi tidak perlu untuk mengantri saat menunggu untuk menggandakan beberapa halaman buku. Langsung saja ambil bukunya, lalu fotokopi di mesin yang tersedia. Fasilitas fotokopi itu tersedia gratis untuk setiap pengunjung. Mengapa disediakan gratis untuk setiap pengunjung? Bagaimana kalau ada pengunjung yang memfotokopi jor-joran? Tenang saja, pengunjung The Oracle sangat terbatas. Untuk memasuki The Academy saja sangat dibatasi. Kecuali anggota Mensa International, juga beberapa organisasi cendekiawan Dream World, badan intelejen nasional, juga aparat pemerintah dari level kementerian dan kepresidenan, tidak ada yang bisa memasuki The Academy dengan bebas. Akses masuk ke The Oracle, perpustakaan The Academy, lebih-lebih lagi sangat terbatas. Setiap pengunjung The Academy yang ingin masuk ke The Oracle harus mendapatkan kartu akses khusus, yang pemberiannya juga sangat ketat. Jadi sangat beruntung para calon mahasiswa ini. Mereka berkesempatan mencicipi fasilitas megah yang hanya bisa dikunjungi segelintir pihak saja. Di pintu masuk The Oracle, tidak boleh membawa barang. Kertas dan pena juga termasuk. Di dalam sudah disediakan kertas dan pena. Tidak boleh ada perangkat asing masuk ke dalam The Oracle. Hal itu diatur supaya menjaga The Oracle tetap steril. Penyimpan data seperti external harddisk atau flashdisk itu tidak diperlukan sama sekali. Kecepatan Wifi yang tersedia seluruh jaringan The Academy itu adalah 2 Gigabit/detik, jauh melebihi kecepatan dari internet tercepat di dunia. Jadi untuk mengunduh perangkat lunak yang berukuran besar, hanya butuh sekejap mata. Lima belas siswa itu berpencar, mencari data lewat komputer, mulai menuliskan hal-hal yang mereka dapat dari hasil selancar di internet, lalu akhirnya setelah selesai dengan pencarian data mereka keluar untuk menyelesaikan esai mereka. Ada juga yang tetap tinggal di dalam untuk mengerjakannya. Dari lima puluh lima siswa, hanya tiga orang yang menyelesaikan tugas tersebut dalam waktu kurang dari lima belas menit. Mereka adalah siswa yang tetap tinggal di aula. Dua di antaranya adalah yang membawa laptop dan smartphone sendiri, sedangkan yang terakhir adalah yang tidak membuka apa pun dan langsung mengeluarkan selembar kertas dan pena untuk menulis. Akhirnya dua jam yang diberikan Profesor Enigma tak terasa hampir habis. Para siswa yang masih ada di The Oracle bergegas kembali ke Beyond the Horizon. Wanita cantik yang tadi membuka acara penyambutan sekaligus seleksi tahap dua bagi para siswa kembali memasuki Beyond the Horizon. "Para siswa, terima kasih telah menyelesaikan tugas yang diberikan oleh Profesor Enigma. Silakan mengambil pena kalian." Sejumlah siswa dengan heran mengambil pena mereka. Tanda tanya meliputi pikiran mereka. Entah apalagi tugas yang diberikan kali ini? Wanita cantik itu mengatupkan kedua tangannya. Kuku-kukunya yang dicat juga dengan warna merah menyala, terlihat berkilauan. "Saya belum memperkenalkan diri tadi. Saya adalah kepala bagian Psikologi The Academy. Kalian bisa memanggil saya Miss Veil. Jika kalian diterima masuk dan membutuhkan layanan konsultasi psikologi, dengan senang hati kami akan menyambut dan melayani kalian. Lokasi bagian psikologi yang disebut sebagai The Enlightenment, adalah di timur laut The Oracle atau kalau mengacu pada The Academy, ada di bagian tenggara. Dari layar di The Enlightenment, kami lihat beberapa dari kalian sudah mengunjungi The Oracle." Sejumlah siswa tertegun. Wanita cantik itu ternyata kepala bagian psikologi. Sama sekali tidak terlihat demikian, malah beberapa siswa mengira wanita cantik itu adalah model atau aktris. "Silakan tuliskan dengan cepat data-data diri kalian di paling bawah. Data-data yang diperlukan adalah IQ, hobi, sifat dominan, agama/kepercayaan, anak ke berapa dari total keseluruhan dalam keluarga, dan hal yang terpenting dalam hidup kalian. Waktunya hanya sepuluh menit. Silakan langsung tuliskan yang muncul pertama kali dalam pikiran kalian. Dimulai dari sekarang!" Gemerisik kertas yang digores oleh guratan pena segera mengisi keheningan aula itu. Beberapa siswa masih termangu beberapa saat sebelum akhirnya mulai menuliskan yang diminta oleh Miss Veil. "Selesai! Letakkan pena kalian dan kumpulkan kertas tugas kalian!" Beberapa siswa terperangah. Sepuluh menit terasa hanya lima menit saja. Memang belum sepuluh menit berlalu. Sejumlah siswa langsung maju untuk mengumpulkan tugas mereka, beberapa siswa masih berkutat di tempatnya. Mencoba menuliskan beberapa hal yang belum sempat mereka tuliskan. Tiba-tiba dari kiri dan kanan Beyond the Horizon, muncul beberapa staf administrasi yang langsung mendatangi para siswa yang belum mengumpulkan kertas mereka. Dengan cepat para staf tersebut mengambil kertas-kertas yang ada, lalu pergi. Miss Veil menggeleng-gelengkan kepala melihat kejadian tadi. Dengan berdecak, dia kembali berbicara, "Kepatuhan dan kesiapan untuk menjalankan perintah yang diberikan itu sangat kami butuhkan di The Academy. Untuk itu, bagi para siswa yang tadi tidak menaati perintah yang diberikan, silakan meninggalkan aula ini. Kami tidak menoleransi para siswa yang tidak taat pada perintah." Pekik kaget, gumaman tanda tak percaya, bahkan tangisan segera menyelimuti Beyond the Horizon. Sekitar tiga puluh siswa gugur dengan segera. Beberapa dari mereka dengan lunglai meninggalkan aula tersebut. Masih ada yang tetap tinggal untuk menghibur siswa yang menangis. Ada juga yang mencoba meminta kebijaksanaan Miss Veil untuk tidak menggugurkan mereka. Miss Veil hanya menggeleng, tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Seorang siswa yang masih tetap terus memaksa meyakinkan Miss Veil segera dibawa keluar oleh pihak keamanan The Academy. Hanya tersisa dua puluh lima siswa. Kejadian tadi membekaskan sesuatu yang kuat dalam pikiran kesepuluh siswa yang nantinya diterima di The Academy. Kepatuhan mutlak dan kesigapan untuk melakukan tugas adalah syarat yang absolut di The Academy. Miss Veil berhasil menanamkan kedua nilai dasar itu dengan sangat cepat. Dua puluh lima siswa yang tersisa masih tetap tinggal di aula. Para staf administrasi membagikan makan siang untuk mereka. Satu jam waktu yang diberikan untuk istirahat. Mereka diberikan informasi untuk tidak saling berkomunikasi sampai waktu seleksi benar-benar selesai. Pelanggaran aturan ini akan menyebabkan mereka digugurkan seketika. Itu sebabnya dalam sejam itu, walaupun duduk makan, terkadang saling menatap atau melirik satu sama lain, mereka tetap bungkam. Tidak berani berkomunikasi, walaupun hanya lewat anggukan kepala, mengangkat bahu, atau sekadar memberi isyarat dengan tangan. Akhirnya satu jam pun berlalu. Mereka kembali duduk rapi di tempatnya masing-masing. Miss Veil kembali masuk ke Beyond the Horizon. "Para siswa, setelah ini kami akan mengumumkan hasil seleksi tahap dua. Profesor Enigma, silakan untuk memberitahukan hasilnya," kata Miss Veil sambil melemparkan senyum manis ke arah Profesor Enigma yang sudah menunggu tak jauh dari podium. Suasana langsung hening mencekam. Profesor Enigma ikut melemparkan senyumnya ke arah Miss Veil, lalu ke arah para siswa. Dia mengangkat kedua tangannya ke atas, lalu digerakkannya membentuk setengah lingkaran. Dramatis. "Ketika para dewa dan dewi berkumpul, memang itu pemandangan yang sangat menarik. Angkatan pertama The Academy sudah terpilih!" ujarnya dengan bersemangat. "Ares, Zeus, Poseidon, Demeter, Hades, Hermes, Persephone, Aphrodite, Athena, dan Hera. Sepuluh orang siswa yang mendeskripsikan dirinya dengan nama dewa atau dewi yang tadi saya sebutkan, silakan tetap tinggal di tempat. Sisanya, terima kasih atas partisipasi kalian dan silakan meninggalkan Beyond the Horizon." Sejumlah siswa menghela napas panjang. Ada juga yang menggeleng-gelengkan kepala. Mereka semua meninggalkan Beyond the Horizon dengan segera. Sekitar 15 siswa yang masih tertinggal. Mereka saling melirik, seakan bertanya-tanya. Bukankah tadi Profesor Enigma menyebutkan sepuluh siswa? Beberapa detik kemudian perlahan mereka mulai mengerti. Ada beberapa siswa yang memilih nama dewa atau dewi yang sama. "Tepat sekali!" sahut Profesor Enigma seolah dapat menangkap jalan pikiran para siswa tersebut. "Ada beberapa siswa yang mengambil deskripsi yang sama, itu sebabnya Aphrodite dan Ares, tetap tinggal di tempat. Sisanya, silakan ikuti Miss Veil ke The Enlightenment untuk mengisi formulir penerimaan kalian secara resmi di The Academy. Proficiat![1]" Sejumlah siswa tersenyum lebar, bahkan ada yang melompat-lompat dan memekik, "Yes!" Ada juga yang menangis penuh haru karena diterima. Mereka dengan segera berbaris mendekati Miss Veil yang segera membawa mereka keluar dari Beyond the Horizon menuju The Enlightenment. Sementara itu, 7 siswa yang masih diam di tempat tetap memperhatikan Profesor Enigma. "Silakan maju dan menempati baris paling depan. Saya akan mengajukan satu kasus yang harus kalian jawab dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Ambil selembar kertas dan pena. Siap?" Para siswa bergegas pindah dari tempat duduknya semula, lalu mengambil kertas dan pena. Beberapa dari mereka mengangguk. "Baiklah. Kasusnya sangat sederhana. Pejamkan mata kalian!" Beberapa dari mereka langsung memejamkan matanya. Beberapa masih menoleh ke kanan kiri, melihat gerak-gerik rekan-rekan mereka, lalu ikut memejamkan mata. Profesor Enigma tersenyum lagi. Tentu saja para siswa itu tidak bisa melihatnya. Dia membuka kacamatanya, lalu dengan suara lirih mulai menuturkan kasus yang harus dijawab oleh para siswa. "Bayangkan Anda sekarang adalah seorang dengan kekuasaan, kekayaan, jaringan, dan kecerdasan yang sangat besar, hampir tak terbatas. Di hadapan kalian, ada seorang anggota keluarga besar yang selalu menyakiti, menghina, dan mempermalukan Anda saat dulu Anda bukan siapa-siapa. Apa yang akan Anda lakukan padanya?" Tanpa diduga, seorang siswi berteriak. "Akan aku singkirkan dia segera! Dia patut menerima ganjaran atas penderitaan yang sudah dia lakukan!" Profesor Enigma menaikkan alisnya. "Tuliskan di atas kertas. Anda, yang tadi berteriak, silakan menghadap Miss Veil. Selamat, Aphrodite!" Gumaman kekagetan meliputi beberapa siswa yang menyaksikan hal itu. "Tapi Profesor, siswi tadi melanggar aturan. Harusnya kami menuliskan jawabannya, bukan meneriakkannya," protes seorang siswa. "Bukankah kepatuhan dan kesigapan melakukan tugas itu yang ditekankan?" lanjut siswa itu lagi. Profesor Enigma menatap siswa pemberani itu. "Ah, ternyata." Dia berdecak, lalu tertawa. "Benar, kepatuhan dan kesigapan melakukan tugas itu penting, tapi seorang jenius itu juga mampu mengutarakan niatnya dengan lugas, juga bisa menggerakkan orang lain untuk mengikutinya. Kelihatannya, Ares, itu juga yang Anda punya. Akhirnya seleksi tahap dua selesai. Silakan dengan Aphrodite menemui Miss Veil di The Enlightenment." Beberapa siswa mulai menggerutu. Seseorang di antaranya memprotes. "Profesor, ini tidak adil! Kami berlima juga siap untuk memberikan jawaban terbaik. Kenapa dua orang yang melanggar dan mempertanyakan aturan malah diterima?" Profesor Enigma mengatupkan kedua belah tangannya. "Seorang yang bersedia begitu saja menerima aturan yang dipaksakan bukanlah seorang jenius. Anda juga hanya pengikut, bukan pencetus ide. Originalitas itu penting, itu sebabnya Anda tidak lolos. Silakan meninggalkan Beyond the Horizon. Dengan ini hasil seleksi sudah selesai diumumkan. Semoga Anda semua berhasil di tempat lain." Akhirnya siswa tadi dengan lunglai meninggalkan aula tersebut. Diikuti oleh siswa-siswa lain yang juga gugur dalam seleksi tadi. Dua siswa yang disebut sebagai Aphrodite dan Ares saling menatap satu sama lain. Ares berpakaian tidak rapi, kemeja sekolahnya keluar dari celana panjangnya. Aphrodite sendiri, sesuai namanya memang cantik rupawan, rambut panjang, bibir merah merekah, tubuh aduhai, tapi sorot matanya sinis. Aphrodite memakai rok pendek yang menutupi setengah paha saja. Dengan santai dia berjalan di samping Ares. Ares sendiri gagah, tubuh tinggi 170 cm dengan kulit kecoklatan, dan rambutnya agak panjang. Kesan maskulin terpancar dengan sangat kuat darinya. "Mungkin kita berjodoh, Aphrodite? Bukankah dalam mitologi Yunani, Ares dan Aphrodite itu memang berselingkuh?" goda Ares sambil merangkul bahu Aphrodite. Aphrodite mengangkat bahu, lalu berjalan beriringan dengan Ares meninggalkan Beyond the Horizon menuju The Enlightenment. Sementara itu Profesor Enigma tersenyum miring melihat kejadian barusan. Dia mengeluarkan teleponnya, menekan nomor tunggal, lalu dengan perlahan tapi tegas dia berbicara, "Proses penataan The Olympus sudah selesai. Persiapan untuk mengguncang dunia bisa segera dimulai." Keterangan: [1] Selamat (dalam bahasa Belanda)
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD