CHAP 3

1316 Words
Freya bersyukur saat jovan hari ini akan pergi keluar kota selama satu minggu, paling tidak selama seminggu itu dia bisa bebas dan bisa menjenguk Adrian yang masih terbaring di rumah sakit. Selama seminggu ini Jovan membatasi kegiatannya, pergi sekolah di antar pulang nya di jemput, pemotretan nya di temani Jovan kalau kakak nya itu tidak sibuk, atau tidak Jovan pasti menyuruh supir untuk mengawasi nya. Dan tentu saja orangtua nya tidak tahu menahu, orangtua nya sedang ke melbourne menjenguk kakeknya yang sedang sakit. Bahkan daddy dan mommy nya itu membatalkan rencana berlibur saat weekend ini. Dan freya juga sudah membayangkan akan bisa pergi berkencan dengan daniel, pacar nya selama tiga hari terakhir ini, tentu saja tanpa sepengetahuan jovan. Freya masih mengantuk pagi ini, tapi bayangan ke bebasannya dan semua rencana yang di susunnya membuat senyum nya perlahan mengembang, apalagi kalau ingat cerita ciuman lembut nara dan gebetannya. Kalau masalah ciuman jovan yang kasar itu tidak masuk dalam ciuman impian freya. Freya jadi berharap kalau daniel akan menciumnya seperti nara yang di cium gebetannya. Freya tidak tahu apa yang meracuni otaknya, tapi saat ia merasakan bibirnya di lumat perlahan membuat freya membalas lumatan bibir yang menciumnya. "Ouh.. Sweet " Freya merasakan bibirnya di gigit kecil dan itu membuat freya membuka mulutnya, freya bahkan berani memainkan lidahnya dan ingin mendominasi ciuman dengan lelaki di dalam mimpinya itu seperti film romantis yang di tonton nya semalam setelah berkelahi dengan jovan. "Ngghh..." Freya ingin bangun dari mimpi m***m nya tapi rasanya sangat sulit rasanya mengakhiri rasa nikmat yang pertama kali di rasakannya ini setelah dua tahun yang lalu jovan melecehkannya. Apalagi saat d**a nya di remas dengan lembut. "Abang rasa kita akhiri sampai disini saja, sebelum abang lepas kontrol" Freya mengerutkan keningnya sambil menggigit bibir lelaki dalam mimpinya itu dan menariknya pelan. "Sweety" Freya perlahan membuka matanya dan langsung mendorong jovan, dan bangun. Kaki freya tidak bisa menyeimbangkan berat badannya dan jatuh. "Aw.." freya meringis saat pantatnya menghantam lantai. "Abang ngapain disini?" Freya menatap tajam. Jovan tersenyum mengejek lalu mengulurkan tangannya ingin membantu freya bangun, tapi sebelum itu freya sudah menepis tangan jovan. "Gue enggak perlu bantuan lo psyco" freya menjawab. "Coba ulangi!" Jovan mencengkram tangan freya, membuat adik nya itu meringis. Freya diam, merasa takut karna aura dan tatapan tajam jovan. "Sekali lagi kamu ngomong kasar, abang akan ulangi kejadian dua tahun yang lalu" jovan mengancam. Freya menatapnya degan tajam lalu memalingkan wajahnya. "Mau abang bantu mandi?" Jovan tersenyum manis. "Enggak perlu psyco" tentu saja itu jawaban dalam benak nya. "Aku bisa mandi sendiri abang" freya menjawab. "Oke" jovan mengecup pipi freya yang masih terduduk di lantai "abang tunggu buat sarapan di bawah" Freya hanya diam sampai jovan keluar kamarnya, lalu bangun sambil memegangi p****t nya yang sakit. "MOMMY DADDYYYYYY" freya berteriak dalam bantalnya, agar Jovan tidak bisa mendengarnya "MATI LO JOVAN, GUE SUMPAHIN PESAWAT LO JATUH" freya masih berteriak dalam bantalnya, dia jelas tidak punya nyali menyumpahi kakak nya itu secara langsung dan bertatap muka. [] "Psyco gila" freya tersenyum terpaksa melihat jovan duduk di meja makan. Jovan tersenyum melihat freya yang tampil cantik dengan celana jeans dengan atasan tshirt off shoulder yang terangkat saat dia duduk dam menperlihatkan pinggang nya. "Duduk di sebelah abang!" Kalimat yang keluar dari mulut jovan membuat freya hanya bisa mengangguk terkapaksa. "Sabar frey, bang Jo bakalan pergi seminggu" Freya menarik nafasnya setelah menguatkan dirinya. Jovan mengusap sayang rambut coklat freya, lalu mengambilkan nasi goreng untuk sarapan. "Aku mau roti" Freya berkata, Jovan menghentikan gerakan tangannya dan mengambil roti. Saat ingin mengoleskan selai strowberry di roti nya, freya kembali menyela. "Nasi goreng aja deh" Freya melirik takut dan penasaran ke arah Jovan, dulu Jovan akan melakukan apapun untuknya sampai kesal. Jovan mendengus tapi tetap mengoleskan roti untuk Freya dengan selai. "Bang jo, nasi goreng!" Freya menegaskan lalu menunduk saat Jovan menatapnya dengan tajam. "Habisin kedua nya" Jovan berkata sambil meletakkan satu piring nasi goreng dan satu roti selai strowberry. Freya menghela nafasnya, Jovan masih sama. Kakak yang menuruti permintaannya walaupun tadi ia hanya berniat membuat Jovan kesal dan memulai pertengkaran walaupun Freya tahu kalau dia akan tetap kalah. "Abang" "Makan frey!" Jovan menatapnya tajam, tangan lelaki itu juga sudah mencengkram sendok dengan keras. "Aku kan cuma manggil abang" Freya menunduk lalu menyuap nasi goreng nya pelan. "Sekarang apa lagi?" Jovan tahu kalau freya merasa tidak nyaman dengan bentakannya, tapi kalau tidak di bentak freya tidak akan mengatakan sebenarnya apa mau nya. Tangan jovan terulur mengusap rambut freya yang halus, kalau dulu jovan selalu memangku freya saat sedang meraju ataupun sedih tapi sekarang freya pasti marah walaupun jovan ingin memangku nya lagi. "Jangan macam-macam selama seminggu abang pergi, tapi tergantung gimana menejer kamu jagain kamu sih" "Maksud abang?" Freya menoleh menatap mata tajam jovan, jaram wajahnya dengan kakak nya itu hanya beberapa centi. Shit. Kalau ada yang bilang lelaki tertampan itu salah satu member boyband korea yang sedang naik daun, tapi bagi freya lelaki paling tampan dan paling di sukai nya secara segi fisik tetap jovan. "Rahasia, jadi kamu hanya perlu menurut" jovan menyeringai. "Jangan kak nara, kak nara udah ikut sama aku sejak aku jadi model" "Kamu tau aturan main nya, sweety" jovan mengecup pipi freya lalu bangun dari duduk nya dan mengeluarkan satu kartu kredit dari dompetnya dan meletakkannya di samping piring freya. "Sampai abang dengar berita aneh tentang kamu, artinya menejer kamu itu siap menerima konsikuensi nya" jovan berkata "abang tahu kalau sekarang kamu akan shopping, pakai kartu abang" Freya mengepalkan tangannya, wajahnya memerah karna luapan emosinya yang memuncak. [][][] Setelah memborong belanjaan dari berbagai toko di salah satu mall, tentu saja dengan kartu kredit jovan. Biar saja kakak nya itu kehabisan uang, freya tidak perduli. Sekarang freya duduk menunggu para pekerja salon, freya memang memilih menenangkan dirinya di salon langganannya dan membatalkan janji kencannya dengan daniel. Lebih baik cari aman untuk sekarang dari pada sesuatu yang tidak di inginkan terjadi lagi pada orang terdekatnya. "Kayaknya lo sangat menikmati kekayaan keluarga Dimitrio" Freya membuka matanya dan mendengus saat melihat gadis yang di kenalnya kini mengambil duduk di kursi sebelahnya. "Paling enggak, gue tahu diri buat enggak mempermalukan keluarga gue. Gue dengar lo terlibat kasus di bar" freya membalas. "Mereka terlalu sayang sama gue, apalagi mantan lo yang hampir di bunuh jovan" "Jangan-jangan lo udah tidur sama kakak lo itu, ops salah. Maksud gue apa lo sudah melempar tubuh lo sama kak Andre" freya tersenyum miring. "Jaga mulut lo, Freya!" "Lo yang harus nya jaga mulut, Nancy" "Oh atau jangan-jangan lo yang sudah tidur sama kakak psyco lo itu" Nancy, gadis yang sempat menjadi sahabatnya itu mencibirnya. "Jovan memang psyco, tapi dia sayang sama gue. Gue bukan lo nancy, mengemis cinta untuk kakaknya sendiri" freya tersenyum miring "miris" Nancy menatap marah pada Freya yang tersenyum miring. Paling tidak, ada yang bisa di banggakan dari jovan. "Gimana kalau semua orang tahu kalau lo bukan anak keluarga dimitrio?" Nancy balas menyeringai, untuk sesaat tubuh freya menegang tapi Freya tidak ingin terlihat lemah ataupun kalah beradu argumen dengan Nancy. "Sesama anak pungut jangan saling menjatuhkan, bukannya kita harusnya bersyukur di ambil sama kelurga kaya raya seperti keluarga lo dan juga gue. Atau lo menyesal karna sudah mengurung gue di gudang saat keluarga Gaelan ingin mengadopsi anak, lalu satu bulan kemudian keluarga Dimitrio datang mengambil gue" Freya membalas. "Gue ingat bagaimana nyokap lo pertama kali ngelihat gue, dia ingin gue buat di adopsi" Freya menambahkan "harusnya gue yang di bawa lebih dulu, tapi lo berbuat curang. Tapi enggak masalah, toh kita sudah bahagia dengan keluarga masing-masing" mengingat itu Freya jelas masih merasa sakit hati. Teman yang di anggap nya kakak sendiri saat usianya empat tahun mengkhianati nya. Seorang pegawai salon datang menghampirinya membuat Freya tersenyum pada Nancy, tersenyum palsu agar hubungan bencinya dengan Nancy tidak di ketahui publik. "Gue duluan ya, kak. Gue harap nanti di pemotretan kak Alish, kita bisa ngobrol seru lagi" Freya bangun dari duduk nya. "Gue rasa lo harus main sinetron" nancy membalas dan memeluk freya dan berbisik "muka dua" "Ngaca!" Freya balas berbisik dan melepaskan pelukan Nancy dan pergi. ................................Tbc
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD