Part 2. Kenangan (I)

1674 Words
- Author – 8 Bulan Yang Lalu Aisha dan Rayhan sedang duduk bersantai di halaman belakang rumah mereka, sambil menikmati hari libur. Toko Kue milik Aisha memang buka setiap hari, namun jika hari minggu dia meliburkan diri dan hanya karyawannya saja yang standby untuk melayani pembeli atau menerima pesanan. Sedangkan kantor percetakan milik Rayhan memang tutup jika hari minggu. Mereka berdua duduk berdampingan di sebuah kursi taman yang memang cukup untuk dua orang. Halaman belakang rumah mereka dipenuhi berbagai tanaman bunga dan pohon buah-buahan. Ada kolam kecil yang berisi ikan hias, memberikan suasana nyaman dengan suara gemericik air nya. Aisha duduk dengan bersandar di bahu Rayhan sambil memegang sebuah buku catatan, sibuk menulis dan mencoret-coret resep baru yang akan dia coba nanti. Sedangkan Rayhan sibuk dengan ponselnya, memainkan game online peperangan yang memang sedang ramai dimainkan banyak orang. Rasa penat akhirnya membuat Aisha menghentikan kegiatannya dan memilih untuk mengganggu suaminya. Sesekali ditutupnya layar ponsel Rayhan dengan tangan, Rayhan berusaha menghindar menjauhkan ponselnya dari jangkauan Aisha. “Yank… Tuh kan… Tuh kan… Ketembak deh aku…” seru Rayhan kesal. Aisha terkikik geli, “Udahan mainnya, Yank. Nanti perih matanya kalo melototin hape mulu.” “Aku tiap saat melototin kamu, nggak perih kok mataku. Malah seger.” ucap Rayhan sambil tersenyum yang kemudian disambut dengan kecupan singkat Aisha di pipi Rayhan. --- Pernikahan Aisha dan Rayhan selama ini berjalan baik, jika tidak boleh dibilang sempurna. Tiada hari tanpa rasa bahagia yang dirasakan Aisha selama menjadi istri Rayhan. Pada tahun ketiga dulu, ketika mulai terdengar omongan orang mengenai belum hadirnya buah hati diantara mereka, terkadang membuat Aisha kecewa. Namun Rayhan selalu bisa mengembalikan keceriaan pada diri Aisha. Hingga waktu berlalu, omongan orang mengenai buah hati tak lagi mereka gubris. Mereka menjalaninya dengan lapang d**a. Jika memang Tuhan belum mempercayakan pada mereka untuk memiliki keturunan, memangnya manusia bisa apa? Orang-orang yang hanya bisa berkomentar, terkadang disertai bumbu nasihat atau saran berobat ke sana ke sini, justru tidak tahu apa saja usaha yang sudah mereka lakukan untuk bisa memiliki keturunan. Sama seperti kebiasaan sebagian besar masyarakat yang selalu menanyakan “Kapan Menikah” ketika usia seseorang sudah dianggap cukup matang. Padahal pernikahan bukan semata-mata terpaku pada usia, bukan? Begitupula dengan hadirnya keturunan bagi sepasang suami istri. Hanya Tuhanlah yang berhak menentukan kapan seseorang akan menikah, kapan akan punya anak. Hal itu sangat disadari oleh Aisha dan Rayhan selama ini. Namun seketika dunia Aisha serasa runtuh mendengar ucapan yang terlontar dari mulut Rayhan yang meminta izin untuk menikah lagi. Aisha tentu saja menolak permintaan Rayhan. Selama beberapa hari Aisha diam, enggan menanggapi apapun yang Rayhan katakan. Namun Rayhan tetap sabar menghadapi Aisha yang marah padanya. Rayhan tetap memperlakukan Aisha seperti biasa, meskipun Aisha hanya diam. Setiap malam, Rayhan masih tetap setia memeluk dan mengecup kening Aisha sebelum tidur. Karena Rayhan tahu Aisha akan sulit terlelap jika tidak berada di pelukannya. Pada akhirnya, Aisha sendiri yang tidak tahan mendiamkan Rayhan. Malam ini, keduanya bersiap tidur, Aisha sudah berada di pelukan Rayhan. “Yank…” bisik Aisha. Rayhan menundukkan kepalanya, menatap wajah istrinya. “Kamu beneran mau menduakan aku?” tanya Aisha. Rayhan menarik nafas dalam, “Niatku bukan untuk menduakanmu, Yank. Apapun yang terjadi nanti, aku akan tetap menjadikan kamu yang pertama buatku.” “Tapi tetap aja pada kenyataannya, apapun niatmu, aku nggak akan bisa memilikimu seperti saat ini nantinya.” Air mata Aisha mulai mengalir. Rayhan mengecup kening istrinya, memeluknya semakin erat. Aisha lalu melanjutkan, “Siapa dia, Yank? Aku selama ini nggak pernah tau kamu dekat sama wanita lain.” “Aku memang nggak ada dekat sama wanita lain, Sayang. Kalo kamu pikir aku selama ini selingkuh, kamu salah.” Jawab Rayhan lembut. “Lalu siapa yang mau kamu nikahi?” Rayhan terdiam. “Apa nggak sebaiknya kita pisah aja, jadi kamu bisa nikahin dia?” Aisha sama sekali tak mengerti kenapa dia tidak bisa marah pada Rayhan. Aisha justru merasa bersalah karena tidak bisa memberikan keturunan pada Rayhan, yang selama ini tidak pernah menuntut hal itu padanya. Rayhan mengecup bibir istrinya singkat, “Aku cinta kamu kemarin, sekarang, besok, selamanya. Aku nggak pernah memikirkan untuk pisah sama kamu. Aku nggak bisa.” Malam itu, entah apa yang ada dipikiran Aisha, akhirnya dia mengizinkan Rayhan untuk menikah lagi. Wanita itu adalah Nala, sahabat Rayhan semasa kecil dulu. Aisha tidak ingin menanyakan lebih lanjut alasan suaminya memilih Nala, dia tidak ingin menambah luka di hatinya. Cukuplah Rayhan tetap dia miliki, meskipun harus terbagi dengan orang lain. Karena Aisha pun merasa tidak akan sanggup jika berpisah dengan Rayhan. Aisha mengajukan beberapa syarat pada Rayhan sebelum dia menikahi Nala. Aisha mengatakan pada Rayhan bahwa dia tidak ingin melihat atau bertemu Rayhan ketika bersama Nala. Aisha tidak ingin membahas apapun tentang Nala dari mulut Rayhan. Biarlah Aisha tidak ingin mengetahui apapun tentang kehidupan suaminya bersama istri barunya nanti. Aisha juga mengatakan tidak akan hadir di pernikahan mereka, dan Rayhan dapat mengerti itu. Maka tiga hari sebelum hari pernikahan Rayhan dan Nala, Aisha pergi umroh. Dia ingin menenangkan dirinya, karena dia yakin tidak akan sanggup menghadapi semua ini jika masih berada di dekat Rayhan. Aisha takut tidak bisa mengendalikan diri untuk datang dan menghancurkan pernikahan suaminya jika dia tidak menjauh. Karena itu Aisha memilih pergi umroh, ingin berdoa sebanyak-banyaknya agar dapat menerima semua yang sudah ditakdirkan dalam hidupnya. Aisha yakin pasti ada kebaikan dibalik semua yang harus dihadapinya ini. Meskipun saat ini hanya kesakitan yang dia rasakan, dia yakin semua ini akan terlewati dengan baik. Karena ketika hidup terasa lebih berat, maka kita yang harus menyesuaikan diri untuk bisa lebih sabar dan lebih kuat dari sebelumnya. Sebelum kepergian Aisha, Rayhan memeluknya dengan erat, air mata mengalir di pipi keduanya. Entah kenapa Rayhan merasa Aisha seperti akan pergi jauh dan tidak kembali lagi. Begitu juga Aisha yang merasa perlahan-lahan hatinya seperti hancur menjadi kepingan-kepingan kecil yang akan hilang tertiup angin. Dadanya sesak, membuatnya sulit bernafas. Aisha lalu melepaskan dirinya dari pelukan Rayhan dan melangkah menuju ruang tunggu keberangkatan, bersama dengan beberapa orang yang tergabung dalam satu rombongan. “Selamat beribadah, Sayangku. I Love You. I’m gonna miss you so much.” Rayhan melambaikan tangannya yang hanya dibalas senyuman oleh Aisha. ‘Selamat beribadah juga untukmu, Cintaku. Pernikahan adalah ibadah seumur hidup. Semoga kita ikhlas menjalani semua ini.’ bisik hati Aisha. --- Dua minggu berlalu, Aisha merasa hatinya lebih tenang sekarang. Dengan tidak sabar dia melangkahkan kakinya menuju pintu keluar sambil menarik kopernya. Sesosok yang sangat dirindukannya sudah terlihat, tersenyum dari kejauhan. Aisha sedikit berlari, karena sudah tidak kuat menahan rindu pada suaminya. Dia lalu menghambur ke dalam pelukan Rayhan yang dibalas Rayhan dengan mengelus punggung Aisha dengan lembut. “Kangen kamu, Yank…” bisik Aisha sambil menghapus air matanya. “Aku juga kangen banget. Yuk pulang…” sahut Rayhan sambil menggenggam jemari Aisha dan mengajaknya pulang untuk melepas rindu. Dalam hati Aisha bersyukur, tidak ada yang berubah dari diri Rayhan. Semua masih sama seperti dulu. Bahkan selama ini Rayhan masih tidur di rumah mereka berdua. Hal itu sempat membuat Aisha bingung karena sebelumnya dia berpikir Rayhan akan tidur bergantian di rumah mereka dan di rumah Nala, atau entah dimana mereka tinggal, Aisha tidak mau tahu. Sempat terlintas di pikirannya untuk menanyakan hal itu pada Rayhan. Namun Aisha ingat dulu dia pernah mengajukan syarat pada Rayhan bahwa dia tidak ingin membahas apapun mengenai Nala. Akhirnya Aisha bungkam dan mencoba melupakan kebimbangannya. Rayhan yang selalu ada di sampingnya, membuat Aisha merasa tidak kehilangan sedikitpun. Semua berjalan sama seperti sebelum Rayhan menikah lagi. Hanya saja sekarang Rayhan pulang ke rumah lebih malam dari biasanya. Jika biasanya Rayhan sudah di rumah jam empat sore, sekarang Rayhan pulang setelah Magrib, atau paling lambat sekitar jam tujuh malam. Aisha berusaha berdamai dengan keadaan, mungkin saat pulang kerja itu saja dia bisa menemui Nala. Bahkan ketika hari libur, Rayhan masih standby di rumah, menghabiskan waktu bersama Aisha, atau sekedar pergi makan dan nonton. Tidak ada manusia yang sempurna, begitu juga Rayhan. Menginjak bulan kedua pernikahannya dengan Nala, Aisha mulai merasakan perubahan yang dulu sempat dicemaskannya. Waktunya bersama Rayhan mulai berkurang, karna terkadang Rayhan tidak pulang ke rumah. “Sayang, hari ini aku nggak pulang. Maaf yaa…” Pesan singkat dari Rayhan seolah membenturkan kepala Aisha ke dinding dengan keras hingga pandangannya berkunang-kunang. Jangankan untuk membalas pesan itu, ingin bernafas saja Aisha harus bersusah payah karena dadanya terasa sesak. “Ya Tuhan… Kuatkan aku menerima semua ini…” bisik Aisha dalam hatinya. Dalam seminggu, terkadang Rayhan tidak pulang ke rumah dua atau tiga malam. Aisha tidak bisa begitu saja menahan rasa penasarannya. Dia lalu mencoba mencari tahu keadaan Nala, melalui berbagai media social miliknya. Semua akun Nala di berbagai media social dicari oleh Aisha demi mendapatkan informasi tentang kehidupan Nala dan Rayhan. Namun pencarian Aisha tidak membuahkan hasil apapun. Akun Nala yang sebelumnya sudah diketahui Aisha tidak bisa muncul saat dia mencarinya. Mungkin sudah diblokir, pikir Aisha. Akhirnya dia membuat akun baru dengan nama lain. Mata Aisha seketika kabur oleh air mata saat dengan akun barunya dia bisa menemukan sebuah foto yang diposing oleh Nala. Gambar testpack dengan garis dua disertai tulisan : ‘Alhamdulilah, sehat selalu cintanya ayah bunda’ Aisha tidak bisa menahan tangisnya. Malam itu, dia menumpahkan kesedihannya seorang diri karena Rayhan tidak pulang. Semua luka yang sempat terlupa, kembali menyeruak ke permukaan. Mendorong semua emosi yang tertahan, membuat dadanya sesak. Ingin rasanya pergi dari kehidupan Rayhan, namun cintanya begitu besar. Bahkan ketika Aisha memikirkan untuk berpisah, hatinya langsung menjerit ingin kembali pada Rayhan. “Sayang, kamu sakit?” Tanya Rayhan khawatir saat melihat Aisha yang biasa menyambut kedatangannya dengan sumringah, kini terlihat pucat. Aisha menggeleng pelan, lalu bergelayut manja di lengan Rayhan. Rayhan tersenyum sambil mengelus tangan Aisha yang melingkar di lengannya. Sesekali dikecupnya pipi Aisha dengan gemas. Namun bukannya senang, Aisha justru menangis. Membuat Rayhan bingung. “Sayang, kamu kenapa?” Aisha menggeleng, dia lalu memeluk erat tubuh suaminya, seolah tak ingin lagi Rayhan pergi meskipun hanya sejenak. Dia menghirup dalam-dalam aroma parfum yang bercampur dengan keringat Rayhan, yang sudah dua hari ini dirindukannya. Yang membuatnya tidak bisa tertidur dengan nyenyak. --- 28 Agustus 2020 22.26 WIB
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD