chapter 3

1084 Words
Ilona keluar dari mobil Adrel setelah memberikan ciuman pada ayahnya. Dengan Abi yang mengikutinya satu meter di belakangnya, memperhatikan kampus anak manja itu dan orang-orang yang berlalu-lalang. Gedung kampus itu memiliki beberapa fakultas dan juga beberapa jurusan. Abi masih berjalan dengan santai dan dia harus berhenti saat melihat si tuan putri berhenti. Dia menyapa beberapa teman dan kembali berjalan bersama. Abi sangat benci saat perempuan berkumpul, satu orang perempuan saja sudah membuatnya sakit kepala. Dan saat ada tiga orang perempuan berkumpul, rasanya kepalanya ingin pecah. Entah apa yang mereka bicarakan, yang pasti terdengar hanyalah tawa mereka. Memasuki gedung kampus Abi semakin memperhatikan orang-orang yang menyapa atau pun sekedar menegurnya. Perempuan itu merasa dirinya sangat cantik dan terkenal, tapi dia tidak sadar, laki-laki ingusan yang memanggilnya itu bukan karena ia terkenal, melainkan karena mereka membayangkan Ilona sebagai fantasinya.  Masih memperhatikan orang-orang yang menggoda Ilona. Selama mereka tidak membuat majikan kecilnya itu merasa terganggu, Abi tidak bisa melakukan apapun.   Abi menyusup ke dalam ruang kelas dan duduk di paling pojok. Sebisa mungkin tidak kentara dan tidak membuat si anak manja itu merasa terganggu. Abi sedikit mengambil keuntungan dari menjaga si tuan putri, setidaknya dia bisa mendengarkan kuliah dengan tema : Introduction to businnes. Abi mendengarkan seluruh penjelasan E-commerce, treding partner, dan masih banyak lagi yang anak-anak baru itu pelajari. Sambil menyandarkan kepalanya Abi mendengarkan setiap penjelasan dan memerhatikan sekitar. Dia lebih memperhatikan orang-orang yang berada di sekitar Ilona. Ada tiga perempuan yang selalu bersamanya dan beberapa orang lain hanya menegurnya asal. Dari yang dia ketahui ketiga teman yang dekat dengan Ilona adalah, Giselle, Bianca, dan Erin. Ketiganya duduk di bangku deretan tengah. Bianca sering memberikan foto-foto yang Abi tidak bisa lihat apa itu, pada teman-temannya dan membuat mereka tertawa. Sementara Giselle terlihat memperhatikan laki-laki yang duduk di belakang, termasuk dirinya. Sementara Erin terlihat tidak ada masalah pada anak itu. Sementara si tuan putri terlihat serius dengan pelajarannya.   Perhatian Abi kini teralihkan pada seorang laki-laki yang menatap ke arah Ilona sejak tadi, mungkin tidak kentara. Tapi Abi bisa mengetahui pria itu menatap Ilona. Usai kelas Abi kembali mengikuti Ilona, kali ini dia berjalan sedikit berjarak. Bukan hanya karena banyaknya mahasiswa yang beradu ingin keluar lebih dahulu. Dia juga ingin memperhatikan anak laki-laki yang sejak tadi menatap Ilona, apa yang akan ia lakukan. Abi masih mengikutinya dan saat di perempatan lorong, laki-laki itu berhenti mengikuti Ilona. Abi menatap tuan putri yang sudah memasuki kantin. Dan kantin itu sangat ramai. Satu yang ia yakini, anak laki-laki itu tidak berani mendekati Ilona dalam keramaian. Abi memperhatikan laki-laki itu menghilang di balik tembok. Dan kini perhatiannya pada Ilona yang sedang bersama teman-temannya.   *** “Jadi, itu cowok bodyguard lo?” tanya Erlin. Sahabatnya itu melirik pada Abi yang duduk di tiga bangku di belakang Ilona dan memperhatikannya dengan satu puntung rokok yang sedang dihisapnya. Ilona hanya mengangguk dan meminum orange juicenya. Dia sangat tidak suka setiap kali daddy menyuruh seseorang untuk mengikutinya seperti ini. Karena walau pun laki-laki itu tidak mendekatinya, tapi tetap saja dia membuat teman-temannya bertanya. Dan mau tidak mau dia harus menceritakan kalau Abi adalah pengawalnya. Dan sialnya ketiga temannya itu malah terlihat terpikat padanya. “Serius deh Ona, itu bodyguard terganteng yang gue pernah liat,” ucap Giselle yang menatap laki-laki itu dengan terang-terangan. “Come on guys, don’t see him like that!” ucap Ilona sedikit tidak mengerti dengan tingkah teman-temannya itu.       “Why not, Ona? He’s so hot, very exciting and take a look his muscles, Ona!” tambah Bianca. Ilona hanya mengerlingkan matanya, memilih mengacuhkan perkataan teman-temannya ini. Dan tanpa sengaja tatapan keduanya pun bertemu. Mereka bertatapan dengan ketidaksukaan, Ilona tidak suka dengan cara laki-laki itu menatapnya. Dan Abi pun tidak menyukai anak manja yang selalu memaksakan semua yang dia inginkan. Dari cara dia bertingkah tadi pagi di depan kedua orang tuanya, seakan ia adalah tuan putri yang harus mendapatkan segalanya. Abi memalingkan wajahnya dengan acuh dan memilih memperhatikan sekitar.   Ilona mengerutkan kening saat pria itu dengan sangat tidak sopan memalingkan tatapannya tanpa menunjukkan rasa hormat padanya. Memangnya dia siapa berani memalingkan wajahnya seperti itu, apa dia tidak takut di pecat? Ilona mendengus kesal dan menghabiskan sisa orange juicenya.   ****   Adrel menatap sebuah file yang baru saja di kirim pada dirinya. Orang di balik dari seluruh kekacauan padanya belakangan ini. Orang yang pernah menghancurkan kehidupannya dulu dan kini berusaha untuk mengejarnya sampai ke Indonesia. Adrel melempar file itu dan menyisir rambutnya dan mengusap wajahnya. Dia pernah hidup tanpa ada cinta, dia pernah hidup hanya dengan kegelapan dan kebencian. Dan setelah istrinya hadir menjadi malaikat dalam hidupnya, memberikan tiga buah cinta mereka, membuat Adrel sangat menjaga mereka dan tidak ingin terjadi apapun padanya. Tapi sepertinya Tuhan terus saja mengujinya, hanya untuk meyakinkah seberapa ia bisa mempercayai dan seberapa ia sanggup menjaga keluarganya. Adrel mendengus dan mengusap wajahnya.   Suara ketukan membuat Adrel langsung mengontrol emosinya. Pintu ruangannya terbuka dan putra sulungnya masuk ke dalam ruang dengan dua kaleng bir di tangannya. Adrel meraih satu kaleng bir dari putranya dan membukanya. Setidaknya endorfin dari alkohol sedikit menghilangkan kecemasannya yang sudah semakin menggila. “Apa masih ada teror?” tanya Fidel. Adrel menatap putranya yang memiliki wajah seperti dirinya, tapi memiliki ketenangan seperti ibunya. Dia tidak pernah banyak bicara. Tapi dia selalu tahu apa yang harus ia lakukan. Dan itu membuat Adrel bangga pada putranya ini. Bahkan tanpa perlu ia menjelaskannya pun, Fidel sudah tahu apa yang ia cemaskan. “Tidak. Hanya saja dad baru tahu siapa yang mencoba bermain,” ucap Adrel. Fidel tidak menanyakan siapa pelakunya, karena menurutnya itu tidak terlalu penting. Tetapi dia masih menunggu penjelasan dari Adrel apa yang harus ia lakukan. “Dad hanya tidak ingin terjadi pada Eara atau pun Ilona,” ucap Adrel dengan nada lirih. Fidel menghabiskan birnya dan menatap Adrel yang juga menghabiskan birnya.             “Dad tidak usah takut, selain kita yang selalu menjaga Ilona. Diam-diam si kecil itu bisa menjaga dirinya sendiri,” jelas Fidel. Adrel menatap putranya itu dengan tatapan tanda tanya. “Tanpa sepengetahuan kita, dia meminta Farensa mengajarkan bela diri. Mungkin hanya untuk dasar saja, tapi Farensa bilang kalau itu cukup untuk membuat lelaki hidung belang tersungkur,” hibur Fidel, sedikit membuat Adrel tenang dan tersenyum. Si kecil, sebutan itu adalah panggilan dari Fivel pada kakak perempuannya itu, karena tubuh Ilona yang lebih kecil dari Fivel. Adrel tersenyum dan menghabiskan birnya. “Dad akan segera selesaikan ini, tolong perhatikan adik-adik kamu,” pinta Adrel. Fidel tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Fidel pun pamit kembali ke ruangannya. Menutup pintu ruangan Adrel, raut wajah Fidel pun berubah. Dia tidak akan membiarkan orang yang sudah mengusik keluarganya. Bahkan ayahnya sampai terlihat tertekan karena b******n itu. Fidel melangkah menjauh dari ruangan Adrel dan memasuki ruangannya.   *****  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD