bc

Sweet Delusion

book_age18+
437
FOLLOW
1.8K
READ
contract marriage
family
dominant
drama
bxg
mystery
city
lonely
wife
husband
like
intro-logo
Blurb

Meninggalkan dan ditinggalkan akan dialami setiap insan di muka bumi ini. Raya selalu teringat perpisahan kedua orang tuanya yang katanya adalah kutukan turun-temurun keluarga. Sebelum kutukan itu menimpa dirinya, Raya memutuskan untuk mengubah jalan hidup. Ia menaiki bis tua yang membawanya berkelana ke belasan tahun lalu. Dimana perjodohan antara ia dan suaminya belum terjadi. Sedangkan Samesta mendapatkan kemalangan setelah Raya menghilang. Dunianya jungkir balik. Akankah Samesta berhasil membawa Raya kembali? Atau inilah kesempatan mereka untuk mengubah kehidupan seperti yang diinginkan?

chap-preview
Free preview
Bab 1 Permainan Cerai
Samesta menggulung kemejanya hingga siku. Laki-laki itu menyesap perlahan kopi panas tanpa sedikit pun mengalihkan perhatian dari layar komputer. Bola matanya tidak diam, sesekali diikuti kerutan dahi. Suara klik-klik mouse di tangan menjadi klimaks tidak terduga ketika layar persegi di sampingnya menyala. Denting-denting notifikasi di layar terkunci itu cukup mengganggu konsentrasi. Samesta merenggangkan otot sejenak, menyesap kopi kembali, sedangkan tangan kanan meraih gawai. Ketika kunci layar dibuka, aplikasi pesan ramai oleh sebuah grup baru. Samesta menelengkan kepala, tanpa pikir panjang hanya dengan satu sentuhan ruang obrolan pun terbuka. Seseorang bukan dari kontak Anda telah menambahkan Anda. Hampir setengah ribu unread message. Banyak sekali tag untuk username-nya. Semua akun di sana tidak berada dalam daftar simpan simcard miliknya. Samesta tidak mengenal mereka. Jempolnya menggulir pesan sampai bawah. Nama Samesta disebut banyak sekali. Kebanyakan mengatakan selamat datang. Agni: Selamat datang Papanya Sansan, semoga betah ya di sini. Ingat saya ga Papanya Sansan? Kita sempat ketemu loh tadi pagi di gerbang Sun Flowers. Kenalkan saya Agni, mamanya Seina.. Samesta mengabaikan pesan panjang orang ini. Menurutnya tidak penting. Samesta kurang suka sama orang sok akrab di perkenalan pertama. Livia: Halo Papanya Sansan.. A.Rindu: Mas Mesta... Arumi: Ow OMO!!!! Sansan Appa paling ganteng. Selamat datang. Dan lain-lain. Ketika beralih pada nama grup itu, kopi dalam mulut menyembur seketika. IBU KECE SUN FLOWERS "Apa-apaan nih?!" pekiknya mengecap bibir. Samesta mendesis, kemejanya kotor terkena noda kopi. Tisu di atas meja dia ambil kasar. Meski perbuatannya sia-sia karena tidak menghilangkan noda, malah menambah parah. Dia harus segera mengganti baju, tapi sebelum itu seseorang harus dimintai pertanggung jawaban atas masuknya dirinya ke dalam grup ibu-ibu di kindergarden Sun Flowers. Tombol mute ditekan, musik dalam ruangan pun berganti hening. Ketukan jemarinya menanti selama nada tunggu. "Kamu masukin aku ke kelompok ibu-ibu?" todong Samesta langsung begitu panggilan terhubung. "Hah? Apa—oh itu. Iya, aku. Habis itu aku naik pangkat jadi salah satu admin di sana. Gila ya efek kehadiran kamu, masih aja. Selamat deh nambah fans ibu-ibu. Sebentar lagi mereka bikin fanbase Samesta Lovers," jawab suara di seberang begitu santai, ditambah bising papan ketikan. "Kalau udah, aku tutup, ya. Lagi sibuk kejar deadline nih." "Kenapa kamu masukin aku ke sana?!" Samesta geram, masih tidak mendapatkan jawaban pasti. "Biar gampil kalau ada apa-apa. Katanya hak asuh anak-anak mau diambil kamu semua. Sekalian latihan ngerawat Sansan juga, kan? Biar nanti Sansan terbiasa sama ayahnya." "Tapi aku bukan ibu-ibu, Ray!" Helaan napas pun terdengar, "Yang menganggap kamu ibu-ibu siapa, hm? Aku minta Bu Agni masukin kamu ke grup ibu-ibu itu supaya kamu nggak ketinggalan info. Secara de jure, grup itu adalah perkumpulan orang tua murid di kindergarden tempat Sansan sekolah. Kemarin aja ada acara di kindergarten, cuma Sansan yang ortunya nggak ada. Bisa bayangin nggak sedihnya jadi Sansan? Aku sih yes." Samesta memijit pangkal hidungnya, tiba-tiba pening. "Ya tapi nggak masuk ke grup itu juga, aku kan bisa tau dari kamu. Secara de facto mereka ibu-ibu dan kamu lebih pantas." "Sam ..., ngasuh anak bukan soal siapa yang pantas. Aku lagi sibuk bulan ini. Bakal jarang cek ponsel. Lagian ini kan perjanjiannya sebelum kita pisah, kita bakal pedekate sama anak-anak dulu biar mereka yang mutusin sendiri mau ikut siapa. Oh iya surat cerai sudah sampai ke kantor kamu belum?" "Kamu betulan minta cerai?" ujar Samesta lesu menyandarkan tubuh pada kursi. Akhir-akhir ini pembahasannya selalu seputar perceraian. Samesta stres. Ketika kursi putar membuat dirinya makin pusing. "Betulanlah, masa cerai main-main." "Apalagi pernikahan, masa nikah main-main? Kenapa sih kamu minta pisah segala? Aku udah merenung lama banget dan enggak nemu salah apa aku sama kamu sampai minta cerai begini." "Lima hari lagi Sansan giliran diasuh aku. Si sulung bakal sama kamu selama seminggu. Manfaatkan baik-baik kesempatan ini." Wanita yang dinikahinya tujuh belas tahun lalu mengalihkan pembicaraan lagi. Samesta berdecak keras, pikir dia istrinya hanya bercanda bilang ingin hidup berpisah sepulang liburan dari Lombok dalam rangka anniversary pernikahan mereka. Tujuh belas tahun semua baik-baik saja. Keluarga kecil mereka harmonis idaman semua orang. Samesta tidak berkhianat dan ekonomi mereka lumayan stabil, dalam artian tidak susah. Dia punya studio foto yang cabangnya berkembang di lima kota besar. Hobinya dalam grafis turut menambah penghasilan. Kondisi Samesta sangat mampu membiayai kehidupan keluarganya. Tetapi berapa kali pun Samesta berpikir keras tentang kekurangan dalam rumah tangganya, jawabannya nol. "Sam? Halo? Kamu masih di sana?" Dua hari lalu istrinya menyerahkan tanggungjawab mengurus anak mereka setiap satu minggu bergantian. Membuat jadwal kapan mereka mengasuh anak. Lalu yang terparah, seorang pria mengaku sebagai pengacara istrinya membawa surat cerai ke kantor dua jam lalu. "Hm." "Ok, jangan lupa tanda tangan secepatnya." Samesta melirik selembar kertas di meja yang keadaannya mengenaskan terkena semburan kopi. "Aku enggak akan tanda tangan. Jujur. Kamu ada masalah apa? Atau aku ada salah? Seseorang lebih ganteng dari aku lagi deketin kamu?" "Serius mau membicarakan ini via telpon, Sam?" Tanpa via pun kamu selalu mengalihkan obrolan, batin Samesta. Dia memutar bola mata. "Kamu ketemu mantan di reunian SMA waktu halal bihalal?" Samesta menyelidik lagi. "Kamu tahu aku gak punya mantan, Sam. Enggak sempat merasakan pacaran waktu muda keburu nikah sama kamu. Sudah ya, aku tutup," ujarnya membuat Samesta siap menyela namun—“Jangan lupa jemput Sansan. Bye Sam.”—kembali tergagalkan. *** Samesta sampai di depan kindergarden tepat ketika anak-anak keluar dari sana digandeng ibu-ibu atau pengasuh mereka. Kindergarden ini kebanyakan diisi anak orang berada. Mereka menjemput anak sambil pamer mobil mewah. Pernah Samesta mendengarkan keluhan istrinya sepulang menjemput anak. Selama menunggu jam bubar ibu-ibu itu selalu kumpul di kantin dalam kindergarden, selain ngegosip juga pamer barang branded. Istri Samesta yang tergolong mangsa bodoh sama urusan orang lain terpaksa duduk mendengarkan. Samesta jadi bergidig, jangan sampai dirinya mengalami suasana semacam itu. Samesta memutuskan segera turun dari mobil begitu jumlah manusia menipis. Ibu-ibu dan pengasuh terperangah melihatnya, Samesta lebih mirip idol dengan kacamata hitam. Laki-laki itu terlalu mencolok di keramaian. Sedangkan Samesta cukup tersenyum disertai anggukan sekilas. Dia menemukan anaknya duduk di bawah pohon dekat pos satpam sendirian. Mengayunkan kedua kaki mungilnya. Samesta menyilangkan tangan, memperhatikan putranya dari jauh. Orang-orang sering mengatakan kedua anaknya mirip dirinya, Samesta juga membenarkan. Hal itu membuktikan begitu besar cinta ibu anak-anak untuknya. Samesta terkekeh sendiri, mengingat sebelum ke tempat ini dia membicarakan perceraian dengan istri. Kemudian senyumannya hilang berganti alis bertautan. Anaknya mengusapkan lengan pada mata. Ketika Samesta mendekat, mata anak itu merah dan berair. Kedatangan ayahnya membuat Sansan kaget sekaligus begitu senang, akhirnya ada yang menjemputnya pulang. Samesta melangkah lebar mendapat seruan familiar itu. "Ayah!" Dia tak tahan lagi ingin bertanya kenapa lutut Sansan terluka. "San, ini—“ Samesta berjongkok, menyentuh lutut anaknya. Untung tidak ada luka lain, selain baju sekolahnya kotor,”ini kenapa, Nak?” "Sansan jatuh, Yah, tapi udah dikasih obat sama ibu guru cantik." Lukanya sudah diplester, tetap saja Samesta meringis, "Ayah gendong, ayo!" "Sansan kuat bisa jalan sendiri kok. Kan, udah dikasih obat." Samesta mengusak rambut hitam Sansan. Putranya ini pandai menyembunyikan perasaan mirip orang yang telah melahirkannya. Melihat wajah Sansan seperti sedang berhadapan dengan Samesta waktu kecil. Bedanya Sansan punya mata lugu seperti Raya. "Ayahnya Sansan sudah sampai, ya?" Suara lembut itu membuat Samesta menoleh, detik selanjutnya dia berdiri menghadap wanita bergaun floral. "Bu guru cantik!" seru Sansan mengundang senyum wanita itu. Samesta seketika terdiam di balik kacamata hitamnya. Dia menyaksikan interaksi anaknya dengan orang asing, namun perasaan aneh menyusup, menariknya berkelana ke masa-masa dahulu. "Saya guru kelasnya Sansan. Apa Bapak orang tuanya Sansan? Kami mohon maaf atas luka di lutut Sansan. Karena kurang memperhatikan, Sansan terjatuh saat bermain. Sekali lagi kami—“ "Lintang?" Wanita itu terheran, "Bapak mengenal saya?" Samesta melepas kacamata hitamnya hingga kekagetan tampak jelas pada bola mata wanita itu. Lintang menutup mulutnya tidak percaya. "Mesta?" Samesta tersenyum lebar, "Iya. Apa kabar?" Mereka saling berhadapan dalam jarak enam langkah melupakan satu anak kecil yang menyaksikan perpindahan sinyal-sinyal aneh di atas kepala dua orang dewasa itu.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

DIA UNTUK KAMU

read
35.3K
bc

PASSIONATE LOVE [INDONESIA] [END]

read
2.9M
bc

My Ex Boss (Indonesia)

read
3.9M
bc

BILLION BUCKS [INDONESIA]

read
2.1M
bc

HOT AND DANGEROUS BILLIONAIRE

read
571.1K
bc

DESTINY [ INDONESIA ]

read
1.3M
bc

HELP ME - BAHASA INDONESIA (COMPLETE)

read
10.0M

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook