Dendam

1570 Words
Di sebuah bangunan tua, tempatnya begitu gelap dan sunyi hanya ada rumput liar, mobil bekas, dan kayu berserakan. Dengan langkah gontai, seorang lelaki memegang luka di perutnya yang penuh dengan darah. Sekuat tenaga lelaki itu tampak berlari ketakutan. "Tolong aku, siapa pun yang ada di sini? Kumohon selamatkan aku!" teriaknya. Namun sekuat apapun lelaki itu berlari tapi tenaganya tak akan cukup hanya untuk sekadar menjauh dari bangunan tua tersebut. "James, Are you kidding?" Suara itu terdengar sangat lembut tapi mampu membuat jantung James berdegup tidak normal. Lelaki itu adalah James Alexi, CEO perusahaan yang bergerak di bidang properti. Umurnya sekitar tiga puluh delapan tahun, kulit putih James memucat saat melihat sosok itu. Rahangnya mengeras, sangat jelas kecemasan itu terlukis di wajah tampan James. Namun untuk kali ini nasib James tak seberuntung wajahnya. Karena lelaki itu kini dalam bahaya, sosok ini begitu menyeramkan baginya. James dikurung selama dua hari di sebuah gudang dan disiksa begitu kejam lalu sekarang dirinya harus berada di bangunan tua yang tak berpenghuni bahkan James tak tahu, apakah dirinya akan selamat setelah ini? Tubuhnya penuh luka sayatan. Hasil tangan dari orang yang tak dikenalnya, begitu nyeri yang dirasakan James. Dia benar-benar tak berdaya, James berharap Tuhan akan berbaik hati menolongnya. "James, James! Kenapa kau ketakutan seperti itu, James?" Suara itu kembali menyapu pendengaran James, bahkan sosok yang kini berdiri tak jauh dari hadapannya berhasil membuatnya melangkah mundur. "Lepaskan aku, Berengsek!" bentaknya. "Wow, amazing! Kau begitu hebat, James,” ucapannya terhenti sejenak. “ Tapi jika aku jadi kau, tak akan ku keluarkan kata-kata kasar itu dari mulutku," lanjutnya. Dia mendekati James perlahan. Lelaki itu kembali mundur namun tembok menghalangi dirinya. "Jangan mendekat! Atau aku akan berteriak," perintahnya. Tapi sepertinya sosok itu tak peduli bahkan lebih mendekat, dan dengan sangat cepat dia mengikat kedua tangan James lalu menyeretnya sehingga luka di tubuh lelaki itu makin bertambah. James tak mungkin berteriak dalam kondisi seperti ini, tubuhnya benar-benar sakit yang teramat luar biasa, hingga kesadarannya perlahan menghilang. "Bagaimana James? Sangat sakit bukan?" Lagi-lagi sosok itu menggores pipi James yang terduduk pada sebuah kursi dengan ikatan tali di tangannya. "Kumohon, lepaskan aku!" pinta James sambil merintih kesakitan. "Apa? Aku tak salah dengarkan, James? Kau memohon?" tanyanya. "Lepaskan bodoh! Apa maumu? Jika kau menginginkan uangku, ambil saja!" Suara lelaki itu meninggi. "Aku tak butuh uangmu sialan! Tapi aku akan sangat senang, jika pisau ini menggores setiap inci wajah tampanmu atau bahkan tubuhmu. Oh tidak, tidak untuk sekarang James! Karena pisau ini akan menjawab pertanyaanmu tadi," timpal sosok di balik pakaian hitam itu. Dia mengeluarkan sebuah pisau kecil yang tampak berkarat. Raut wajah James seketika berubah, lagi-lagi sosok ini membuatnya ketakutan. Dan dengan santainya dia mengukir empat huruf hingga membentuk sebuah nama di lengan bawah James. "Arghh...," teriaknya. Pisau itu kembali menyentuh kulitnya perlahan-lahan, bahkan begitu lambat. Karatan pada benda itu menjadi penghalang saat tusukan menembus serat-serat halus kulitnya. rasanya luar biasa sakit bagi James namun bagi sosok iblis pemilik pisau, rasa sakit itu adalah nyawa baru untuknya. Cairan kental berwarna merah pekat mengucur dari dalam tubuh lelaki itu. James meronta, rintihannya sangat jelas terdengar. Tidakkah kalian merasakannya? Sedikit saja goresan kecil pada kulit kita, Bukankah itu sudah sangat perih? lalu bagaimana dengan lelaki yang tengah berjuang dengan maut? kulitnya disayat seperti mengukir sebuah patung kayu. Kalian pasti tak akan bisa membayangkannya. Meski rintihan demi rintihan keluar dari bibir James tapi sosok itu tampak tak peduli, dia malah tersenyum tanpa rasa bersalah sedikitpun di hatinya. "Ayolah James, kenapa suaramu berisik sekali? Jika kau masih bergerak dan tak diam maka kupastikan mulut manismu itu tak lagi mengeluarkan suara," ancamnya. Kembali dia menyelesaikan ukirannya dengan sangat cepat bahkan sepertinya sosok itu menganggap James adalah sebuah boneka yang tak bernyawa, hanya air mata yang menjadi saksi bisu atas perlakuan kejinya, bahkan James memejamkan mata untuk menahan rasa sakitnya, saat ini yang dipikirkan lelaki ini adalah mati cara satu-satunya untuk menghilangkan semua keperihan yang ada di tubuhnya. "Lihatlah ukiranku, James! Maka pertanyaanmu akan terjawab," ucapnya. Dia melepaskan ikatan tali di tangan sebelah kiri James. Dengan sisa tenaga yang ada, James memperhatikan apa yang diukir oleh orang ini? "A-L-E-A." Bibir lelaki itu bergetar saat menyebut satu nama, sangat jelas tertulis di lengan bawahnya. "Bagaimana? Kau pasti sudah mengingatnya, bukan?" bisiknya tepat di telinga James. Seketika James tertunduk lemas, tidak mungkin? Peristiwa itu sudah dua tahun berlalu. "Siapa kau sebenenarnya?" teriak James. Namun yang di hadapannya hanya tersenyum tipis. James benar-benar tak tahu siapa sosok di balik kejadian ini, seseorang yang menyiksanya dari dua hari yang lalu terus menutupi wajahnya, pakaiannya serba hitam. Penutup kepalanya tak pernah lepas. "Oh, jadi kau sangat penasaran denganku? Begitukah James?" tanyanya. Sosok itu menarik rambut James ke belakang, membuatnya kembali merintih. "Bagaimana jika setiap pertanyaan yang kau ajukan? Mmm... jika aku menjawabnya maka hadiahnya adalah wajah tampanmu ini," tawarnya, dia membelai wajah James dengan pisau yang masih setia bertengger di tangannya. "Tidak, Jangan lakukan itu!" James memohon. "Kau tak boleh menolak, James! Kau tahu aku tak bisa mendengar penolakan," tuturnya lembut namun ada penekanan di setiap kata-katanya. "Baiklah! Akan ku jawab pertanyaanmu, James." Suaranya lagi-lagi melembut. Sosok itu terlihat mengetukkan sepatunya ke lantai secara berulang-ulang sambil berpikir, James tak tahu apa yang dipikirkan sosok yang sedang berdiri membelakanginya. Lalu dia berbalik perlahan, tangannya menggapai kursi dan sekarang duduk di hadapan James. Sosok itu perlahan-lahan membuka penutup kepalanya dan sekarang dia melepaskan pakaian hitamnya sehingga James dapat melihat secara sempurna wajah yang ada di hadapannya. Lelaki itu tampak kaget dan bahkan melongo seketika saat wajah yang di hadapannya begitu dekat, hembusan napasnya menerpa wajah James. "J…adi kau!" James dilanda kegugupan atau mungkin ketidakpercayaan, bagaimana mungkin? Benarkah apa yang dilihatnya? Tidak mungkin luka di sekujur tubuhnya disebabkan oleh seorang gadis. Mungkin James sedang bermimpi atau berhalusinasi? Tapi tidak, dugaannya salah, dia seorang gadis yang sedang mengancam nyawanya dan siap melemparkan dirinya pada jurang kematian. "Kenapa James? Kau kaget melihatku." Gadis itu tersenyum, sebuah senyuman yang mematikan. "Tidakkah kau ingin menelanjangiku? Tatapanmu itu membuatku ingin mencongkel kedua bola mata birumu itu." Gadis itu mencengkeram rahang James dengan sangat kuat. "Dengarkan aku baik-baik! Kau lihat foto ini!" Gadis itu mengeluarkan sebuah foto, membuat James membulatkan matanya saat melihat siapa yang ada dalam foto tersebut. "Kau sudah ingat, James?" tanyanya, suaranya terdengar sangat dingin. James bahkan tak bisa menjawab pertanyaan sang gadis "Kenapa? Kau tak bisa menjawabnya, Berengsek! Atau perlu kuukir nama itu di seluruh tubuhmu agar kau mengingat semuanya, hah?" Emosi sang gadis menyulut bagai api yang siap membakar siapa pun. Sekali lagi pisaunya ikut berbicara, benda itu kembali membuat mahakarya pada pipi James. Sayatannya bagai sengatan listrik yang membuat lelaki tak berdaya itu berteriak sangat kencang. "H...entikan!" Hanya kata-kata itu yang dapat keluar dari mulut James. "Apa kau bilang? Hentikan?" Bentakan gadis itu seperti petir yang menyambar di siang bolong. "Aku takkan berhenti sebelum kau benar-benar mati, Berengsek!" Gadis itu berteriak seperti orang gila. Ketidakberdayaan James adalah sumber kekuatan bagi dirinya. "Kau tahu, bahkan luka yang aku berikan padamu itu takkan cukup untuk membalas segalanya. Meski nyawamu sekalipun sebagai bayarannya. Tidak akan cukup, bahkan tak pernah cukup, James.” Sang gadis terdiam sejenak, sesuatu yang menyakitkan sedang bersemayam dalam pikirannya. "Kau telah menghancurkan hidupku, kalian mengambil segalanya," Dia tertunduk, suaranya hampir tak terdengar. Gadis itu meneteskan airmata, ada ketegaran di sana, namun tak dapat dipungkiri kepedihan itu sangat mendominasi hidupnya, ada rasa sakit di balik tatapan tajamnya. "Maafkan aku! Kumohon, biarkan aku hidup. Aku berjanji akan memberikan apapun untukmu." Sekali lagi James memohon, dia berharap gadis itu akan luluh. Gadis itu mendongak, menatap James datar. Apakah lelaki ini begitu bodoh? Tidakkah dia berpikir bahwa permohonannya adalah kalimat yang paling memuakkan. "Kau lihat diriku, James! Ini bukan kesombongan ataupun keangkuhan yang ingin kupamerkan. Tapi yang kau lihat adalah seorang gadis yang telah kehilangan segalanya, Berengsek!" Suaranya begitu mencekat. Gadis itu mendekati James dan menendang kursinya begitu saja hingga membuat sang lelaki itu berlutut. "Kau pikir kata maafmu dapat memperbaiki segalanya, hah?" Suaranya melengking, tak ada ampun kali ini, sebotol alkohol perlahan mengenai luka pada tubuh James. "Arghhh..." James benar-benar tak bisa menahan rasa sakit yang dialaminya, bahkan untuk mengangkat wajahnya saja begitu sulit. Bagaimana tidak? Di tubuhnya penuh luka sayatan dan ditambah lagi setiap luka yang di buat oleh sang gadis akan disiramkan cairan yang akan membuat tubuhnya terasa mati. Lalu dengan segala kekuatan yang masih ada, James mengangkat wajahnya dan menatap tepat di manik mata sang gadis. "Kau psikopat, kau gila!" Sang Gadis yang mendapati kata tersebut membulatkan matanya. James benar-benar membuatnya marah lalu dengan kejamnya, gadis itu menusuk James tepat mengenai jantungnya. dan saat itu juga penderitaan sang lelaki itu telah usai. Gadis itu tak bisa lagi menahan kesabarannya, hanya kematian James lah yang dia inginkan agar satu dendamnya terbalas. Sakit hatinya tidak bisa lagi terobati walau beribu cara, dendam itu sudah sangat menjalar di seluruh titik kehidupannya. Gadis ini benar-benar berwujud seperti iblis. "Hahaha, itu akibatnya jika kau terlalu banyak bicara. Mestinya kau menyadari kesalahanmu," ucapnya pada tubuh kaku James. Gadis itu lalu melepas ikatan James, dia mengikat kaki James dan menariknya ke rerumputan liar yang berada di samping bangunan tua. Setelah itu sang gadis menyimpan setangkai bunga di atas tubuh James. "Nikmati hidup kekalmu di neraka, James!" ejeknya. Gadis itu pergi meninggalkan mayat James namun dia sempat menoleh ke belakang melihat mayat oleh hasil perbuatan tangannya. "Dia milikmu sekarang!" Bibirnya tersungging, lalu dia mengeluarkan lagi sebuah foto yang menampakkan seorang pria tersenyum dengan manis. "Brian Vincent! Kematian akan segera menjemputmu." Gadis itu meremas foto tersebut dan meninggalkan mayat James, di tengah dingin dan gelapnya bangunan tua. Malam itu, James adalah korban pertama sang gadis, rencana yang dia susun sejak kejadian dua tahun yang lalu kini menjadi sebuah kenyataan. Namun luka yang telah menganga lebar di hatinya tak akan pernah tertutupi meski dengan kematian James sekalipun. Author note:  Jangan lupa tap love dan komennya. Gimana?  Sudah merasakan ngilunya? 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD