P R O L O G

747 Words
  Kata orang jodoh itu dekat, lalu kenapa pria yang dicintainya menikah dengan perempuan yang berasal dari Yogyakarta itu? Kenapa pria itu tidak menikah dengan dirinya yang rumahnya hanya berjarak dua blok dari rumah pria itu? Kenapa pria itu tidak menikah dengan dirinya yang jelas-jelas tumbuh bersama pria itu?   Lalu seperti apa definisi dekat yang sering orang katakan itu? Tinggal di perumahan yang sama dan juga tumbuh bersama-sama, bukankah itu lebih dari sekedar dekat? Lalu kenapa semua ini terjadi?   Diana Paramita masih tak habis pikir karena pada akhirnya dia ditinggal menikah oleh pria yang dicintainya secara diam-diam itu. Doni Atmajaya adalah orangnya. Pria yang berhasil membuat sosok Diana Paramita jatuh sejatuh-jatuhnya ke dalam pesona pria itu.   Diana membekap bibirnya agar isakannya yang semakin keras tak keluar dari kamar bernuansa biru miliknya ini. Tidak ada yang boleh tahu kalau dirinya langsung terisak-isak sepulangnya dari menghadiri resepsi pria itu.   Tapi sepertinya keinginan Diana tak terkabul. Pasalnya, sang nenek tiba-tiba saja membuka pintu dan memergokinya duduk nelangsa di lantai dekat ranjang. Tak ada waktu untuk memperbaiki ekspresinya, semuanya sudah terlanjur, dan akhirnya Diana memilih menangis lagi.   Sang nenek memasuki kamar cucunya dan duduk di atas ranjang. Diraihnya kepala sang cucu kemudian ditidurkannya di pangkuannya. Cucu yang sudah seperti anaknya sendiri. Kehilangan anak dan menantu karena kecelakaan membuat perempuan tua itu mengambil alih kepengurusan cucunya.   Dan cucunya benar-benar tumbuh menjadi sosok yang cantik dan mandiri. Tak pernah sekalipun dia melihat cucunya menangis bahkan saat kematian kedua orang tuanya, tapi hari ini dia melihat air mata jatuh di pipi cucunya karena seorang pria yang bukan siapa-siapanya.   “Nenek percaya di luar sana masih ada pria yang menanti kamu.”   Diana menatap nanar ke jendela. Tangisannya mereda, tapi sakit hatinya masih tetap sama. “Kenapa bukan Doni, Nek? Padahal aku cinta dia...”   Sang nenek tersenyum. Dia tahu kalau cucunya menaruh hati pada anak tetangga yang tinggal dua blok dari rumahnya ini. “Karena Doni bukan yang terbaik buat kamu.”   Jawaban singkat itu sukses membuat Diana mengangkat kepalanya untuk menatap mata Neneknya. “Aku maunya Doni. Dan aku nggak pernah nyari yang terbaik, aku cuma...” Diana tercekat, “Aku cuma mencari laki-laki yang membuat aku nyaman. Dan dia adalah Doni.”   Nenek menatap mata Diana lekat-lekat. Dan di mata itu dia melihat kilat tak suka yang bisa saja membuat cucunya salah langkah.   “Di, nggak bisa ya kamu berfikir, ‘oh kami nggak bersama, itu berarti kami nggak berjodoh’? Orang yang berfikir positif dan optimis dengan masa depan akan berfikir seperti itu. Dan nenek yakin kamu pasti memiliki jodoh sendiri, dia juga sedang menunggu kamu untuk datang, Di.”   Perkataan neneknya membuat Diana diam seribu bahasa. Tak ada pemikiran itu. Yang ada di kepalanya sekarang adalah pertanyaan kenapa Tuhan tidak mempersatukan dia dengan Doni. Untuk saat ini hanya ada Doni seorang.   Dan melihat ini, neneknya semakin khawatir saja. Dia takut cucunya melakukan kesalahan fatal yang tentunya akan merugikan dirinya dan juga orang lain.   “Di, gimana kalo kita ke Singapura? Kita tinggal di sana aja gimana?”   Diana langsung mengerutkan kening pertanda tak suka dengan ide itu. “Kenapa kita nggak tinggal di sini aja? Di Jakarta udah enak, Nek,” bantahnya sambil menyuarakan pendapat.   Neneknya semakin was-was saja dengan pola pikir cucunya yang tidak seperti dulu lagi. “Kalo di Jakarta kita tinggal di mana? Di sini? Yakin?”   “...”   “Kamu bakal terus ketemu sama Doni dan istrinya, yakin itu nggak masalah buat kamu? Hati kamu nggak sakit melihat kebersamaan mereka?”   Tentu saja sakit. Bibir Diana tak menjawab, tapi matanya yang berkedip cepat lalu menunduk sudah menjawab semuanya.   “Nggak baik tinggal di sini, Di, apalagi dengan perasaan kamu yang masih sebesar itu pada suami orang. Kamu lihat sendiri, kan betapa sumringahnya Doni dan istrinya tadi? Mereka bahagia banget.”   “....”   “Suasana di sini udah nggak baik buat kamu, jadi, kita pergi aja ke Singapura. Cari suasana lain yang lebih bagus. Dan siapa tahu di sana kamu ketemu laki-laki yang memang terbaik buat kamu.”   Diana berfikir keras. Perkataan neneknya ada benarnya, tapi entah kenapa rasa tak rela untuk pergi dan membiarkan dua orang itu bahagia di atas penderitaannya muncul. Tapi lagi-lagi otaknya masih berjalan normal dan pilihannya jatuh untuk mencoba saran neneknya.   “Menurut Nenek aku bisa?”   Sang nenek mengangguk mantap. “Kamu pasti bisa. Nggak ada yang nggak mungkin untuk cucu Nenek.”   “Aku mau.” Jawaban Diana sukses membuat senyum Neneknya terbit. Cucunya belum sepenuhnya berubah. Diana masih cucunya yang dulu.   “Doni dan istrinya sudah bahagia jadi kamu juga harus bahagia. Gimana caranya? Lupakan Doni dan cari pria terbaik yang memang milik kamu. Kamu pasti akan bahagia setelahnya.”      TBC 11 JUNI 2020 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD