Capitulum I : The Letter

1851 Words
     Bunyi dobrakan pintu yang begitu kencang terdengar dari lantai bawah membuat seorang wanita yang tampak berumur 30 tahunan memutar bola mata dan beranjak dari depan kompor untuk menghampiri gadis yang menjadi pelaku pendobrakan pintu.      "Zaviel, Nenek tidak mau mengganti pintu dengan yang baru lagi oke? Kemarin kakakmu, sekarang kamu. Nenek takut, toko furnitur bosan melihat wajah Nenek mengunjungi tokonya." ucap wanita berambut merah itu sembari menghela napas.      "Ehehe, maaf Nek! Habisnya Zaviel excited banget! Eh iya, kok Nenek tahu ini Zaviel? Tapi, daripada itu... Nih, baca deh!" ucap gadis bersurai pirang dengan sedikit warna hijau di bagian bawahnya kemudian menutup pintu dan memberikan secarik kertas untuk neneknya yang masih memakai celemek masak.      Florinne Valquez, seorang wanita tua dengan paras cantik wanita sepertiga abad itu menerima kertas dan membacanya dengan saksama. Matamu membulat dan tersenyum semringah.      "Tidak salah Reizh ikut tes masuk kemarin!" serunya memeluk Zaviel.      Zaviel mengangguk dan membalas pelukan neneknya. Tiba-tiba pintu depan rumah terbuka kembali. Menampilkan seorang pemuda tampan dengan tubuh jangkung proporsionalnya dengan ekspresi lelah. Namun tatapannya teralihkan pada dua wanita di depannya yang menengok ke arahnya.      "Apa?" tanyanya. "Kenapa kalian menatapku seperti pencuri?"      "Kak," panggil Zaviel sambil merangkul tubuh kakak kembar tak identiknya yang jauh diatas tingginya itu dengan manja. Padahal, ia ingat sekali, saat keduanya berumur 10 tahun, kakaknya masih lebih pendek darinya.      "Ada apa? Biasanya kalau nempel gini ada maunya nih!" kekeh Reizh sambil membalas rangkulan adiknya.      "Kakak, baca deh." ucap Zaviel menyerahkan kertas yang dibaca oleh Neneknya tadi.      "Apa nih? Surat drop out? Kamu nakal ya?" tanya pemuda berambut hitam itu sembari mencubit hidung adiknya.      "Nanya mulu ih, daritadi! Mending baca aja deh!" ucap Zaviel sebal.      Reizh terkekeh dan melihat isi surat tersebut. Setelah membacanya dengan saksama ia benar-benar merasa tidak percaya dengan apa yang ia baca. Seakan, semua itu hanyalah mimpi.      "Ini... Betulan?" tanya Reizh memastikan agar tak satupun dari manusia di depannya melakukan prank seperti yang sudah-sudah.      "Beneran deh! Itu serius. Aku diberi surat oleh Mr. Stevenson begitu aku ingin pulang ke sini. Eh, beliau memberi dua surat, dan kubuka di kereta. Ternyata benar, kakak juga dinyatakan lulus. Pantas saja ekspresi wajah Mr. Stevenson seperti turut senang dengan itu."      "Hm... Baguslah. Kalau begitu, setelah liburan musim panas ini, aku akan langsung packing barang dan kita berangkat bersama ke Ancient Sword City!" seru Reizh melempar tas sekolahnya ke sembarang arah       "Tapi kak,"       "Apa?"      "Kamu kan belum Ujian Nasional?"      "Astaga. Sumpah, lupa banget harus menjalani ujian nasional." tawa Reizh pecah mengingat penentu nilai pengetahuannya itu belum diujikan. "      "Ya sudah, semangat ya kak, belajarnya! Untunglah Sky Sword ujiannya enggak nasional! Jadi bisa duluan liburan~" ucap Zaviel sambil berlari menaiki tangga, menuju kamarnya.      Reizh mengikuti adiknya, namun menuju kamar yang terletak tepat di sebelah kamar adiknya, yaitu kamarnya. Ia membuka pintu dan menghirup udara di dalam kamarnya.       Baiklah. Dalam kurun waktu 3 bulan, aku akan meninggalkan kamar ini. Yosh! Karena aku sudah diterima, maka ada baiknya aku harus belajar lebih giat dan mencoba mengaktifkan sihirku! Eh. Tunggu.      Reizh menyadari sesuatu dan langsung menuju kamar adiknya dan mengetuk pintu      "Ada apa, Kak?" tanya Zaviel membuka pintu kamarnya, dan mengizinkan Reizh masuk.      "Memangnya aku punya sihir sampai bisa diterima di sana?" tanya Reizh sembari berbaring di kasur Zaviel.      "Aduh... Pikir dong, kak! Tidak semua makhluk di akademi itu punya sihir. Seorang knight yang hanya bisa berpedang namun memiliki 'seni' dan 'bakat alami' akan diterima oleh Mr. Stevenson! Kakak bisa menjadi seorang ahli pedang, atau ahli strategi, atau semacamnya yang kira-kira dibutuhkan ketika berperang." jelas Zaviel sambil duduk di kursi belajarnya sambil menopang kepalanya dengan tangan kanan yang sikunya mendarat di meja belajar.      "Oh ya? Kalau begitu... Akan ada banyak orang seperti aku?"      "Sayangnya, tidak. Hanya ada 0,1% dari 100% yang memiliki 'bakat alami' atau 'senior' dalam diri mereka telah mendapat peluang bersekolah di Sky Sword. Mungkin saja tahun ini, hanya ada yang lebih tua. Tapi, aku yakin. Kakak bukan manusia. " ucap Zaviel sembari tersenyum dan mengangkat bahunya.      "Darimana kamu yakin?" tanya Reizh sembari bangun dari tempat berbaring dan duduk sila menghadap adiknya. Padahal, niatnya hanya mendukung adiknya saja. Memang ia memang tidak memiliki sihir.      "Bagaimana mungkin Nenek dan Kakek memiliki sihir, aku punya, dan kamu tidak? Mari berpikir rasional. Kita kembar. Tidak kembar identik, panggil 'kembar' pasti punya beberapa persamaan dengan kembarannya. berbeda, pasti ada. Tapi sepertinya yang dibilang, dapatkan kembarpun pasti punya perbedaan. Dan, ada sifat yang aku tahu dari kakak, sifat yang kurasa aku tidak punya. "      ".... Apa?"      "Optimistik yang kuat. Cara bergaul yang unik, dan mental. Aku tahu. Kalau kakak memiliki mental tempe, pasti kakak sudah berjuang sendiri dari kelas kecil atau minimal 6 atau 7, menang, saat kakak tahu apa yang dimaksud dengan harga diri. Kakak tidak pernah Menurut aku, kakak pasti diejek karena tidak lulus ujian Akademi Pedang Langit tapi aku selaku kembaran kakak, lolos.      "Jika kakak bisa depresi, bisa bunuh diri adalah hal yang paling mungkin, kan? Bisa saja dengan sihir yang belum muncul. Sekalian saja nih, bagaimana bisa kakak tidak pernah mengalami depresi?" tanya Zaviel. Akhirnya keluar sudah pertanyaan yang selalu mengganggunya 3 tahun terakhir.      "Oh ... Jadi itu sifat kakak menurut cara pandangmu?"      "Mn. Ayolah kak! Berbagi sedikit tips antidepresan tanpa obat!"       "Jujur saja, aku tidak pernah mengalami depresi, karena aku terlalu disibukan dengan bersyukur. Banyak, sebaliknya terlampau banyak hal yang harus kusyukuri. Mulai dari memiliki Kakek Nenek yang baik, Adik yang cantik dan pengertian, teman yang banyak, bisa sekolah, sering ( bahkan tidak pernah) menentang penyakit, bisa makan enak setiap hari, kecerdasan yang lumayan, dan satu. " ucap Reizh perpindahan.      Zaviel yang ingin ditanyakan, namun terpotong oleh Reizh.      "Aku bisa membantu dengan bebas dan gratis tanpa bantuan alat medis sedikitpun. Tuhan memberikan aku anugrah untuk mendukung hidup tanpa bantuan medis, memerlukan yang paling aku syukuri dan tidak mungkin dengan olokan kecil seperti itu aku jatuh. Jika diibaratkan, gunakan ku diperluas samudera, tapi maaf saja. Tuhanku lebih besar dari seluruh jagat raya. " tutup Reizh.       Ia menghela napas. "Kamu harus ingat baik-baik saja nasihatku ini, oke? Jika kamu ditindas, jangan kecewa, tapi tertawa. Bukan tawa pasrah, tolong tawa yang merendahkan orang yang menindas kamu. Itu artinya, kamu bisa membuatkan semua itu milikmu yang sedang kamu cari sempurna "Percayalah, aku selalu menerapkan hal itu."      Zaviel tak bisa tidak menangis. Selama ini, ia membahas orang baik, dan kompilasi di akademi, sebelum bertemu teman, ia diejek dan bahkan terlewat keluar dari akademi dan melanjutkan pendidikan bersama Reizh di ibukota, di sekolah normal. Yang hanya mempelajari pelajaran, bukan sihir.      "Eh? Kok kamu menangis?"      "Ternyata ... Penderitaanku tidak sebanding dengan apa yang kakak alami. Sebaliknya dengan ejekan tersirat saja aku menangis semalaman di kamar asrama."      "Nah, kamu sudah tahu bagaimana cara mengatasinya, kan? Kalau nanti ada yang mengejek temanmu atau kamu, langsung ketawain aja, biarin dilihat banyak orang, terus dilihat, 'iri kan, gak punya hidup sebagus aku?' percaya deh, orang itu akan tambah dongkol! " tawa Reizhikuti Zaviel.      'Terima kasih, kak. Mulai sekarang aku akan lebih banyak bersyukur. Hehe. Syukur deh, punya motivator ganteng kayak kakak!' ujar Zaviel sungguh-sungguh dalam hatinya      "Reizh! Zaviel! Turunlah, makan malam sudah siap!" seru Florinne dari bawah tangga kemudian pindah ke meja makan. Secepat kilat dua kembar dari lantai atas. Bahkan sampai Reizh berakrobat menuruni tangga dengan berseluncur dan salto kompilasi sampai dibawah.       Hal itu membuat Florinne dan senang, Kaiden atau kakek dari kedua anak kembar itu menggelengkan kepala mereka. Keduanya sudah menginjak usia 16 tahun, namun kelakuan mereka masih mencerminkan diri mereka di sepuluh tahun yang lalu. Entah mereka harus senang atau sedih dengan fakta itu."      "Kalian ini sudah mau SMA, tingkahnya masih seperti anak TK saja. Oh ya, kakek dengar, Reizh diterima di Akademi Pedang Langit?" tanya Kaiden sembari mengambil nasi dari tempat makan besar ditengah meja makan.      "Mn. Kupikir, ada seseorang yang mengundurkan diri dan akhirnya menerima diriku." kekeh Reizh sambil memakan ikan asam manis tanpa nasi dan m******t jarinya yang teroles bumbu masakan itu.      "Sudahlah, ayo makan sebelum dingin. Oh iya, besok Nenek akan ikut ke kantor Kakek. Jadi, kita berangkat bersama."       "Eh? Untuk apa?" tanya Reizh dan Zaviel bersamaan. Pasalnya, nenek mereka adalah seorang ibu rumah tangga yang hanya mengurusi kebutuhan keduanya. Jarang sekali neneknya akan berangkat bersama mereka kecuali ingin berbelanja kebutuhan harian.      "Menjadi Sekretaris Pribadi Kakek kalian. Huh. Kakek kalian ini benar-benar buaya. Aku masih cantik di rumah, dia asyik cari yang lain." cibir Florinne kesal.      "Oh astaga, Flo. Selamat hanya sekretaris biasa. Kenapa kau selalu cemburu sih? Lagipula, jikalau aku mencari wanita lain, tidak ada yang pas dengan seleraku!"      "Jadi kalau ketemu, mau langsung dinikahkan? Dasar playboy! Bisa-bisanya ya, aku terjerat sama kamu! Dasar! Playboy nomor satu dizamannya sih! Jadi beginilah tuanya."      "Flo ... Kau ini curigaan mulu, ah." cibir Kaiden.      "Gak papa, tandanya Kakek masih nomor satu di hati Nenek. Cemburu tanda cinta loh. Cerewet tanda sayang!" kikik Zaviel sembari menyantap makan malamnya.      "Iya juga ya," balas Kaiden tertawa keras.      Malam itu, malam yang paling harmonis bagi keluarga kecil mereka. Yah ... Malam harmonis, tidak akan bertahan selamanya, kan? Dalam hatinya, Reizh bertekad untuk menjaga malam-malam bersama kedua kakek-neneknya di rumah tempat ia dibesarkan dengan baik. Karena ia tahu, begitu ia menginjakkan kaki di Akademi Pedang Langit, ia akan jarang bertemu dengan mereka.      "Reizh, kamu sudah menyiapkan beberapa hal yang harus kamu miliki di sana?" tanya Kaiden sembari menatap cucu laki-lakinya itu.      "Seperti apa?"      "Mental, beberapa kebutuhan pokok mu di sana, dan sebagainya."      "Kalau mental sih siap saja, Kek. Kalo beberapa kebutuhan lainnya belum. Karena Ujian Nasional saja belum aku lewati. Masa aku sudah mau berberes?" kekeh Reizh      "Berberes lebih awal itu lebih baik, Reizh. Jadi ketika hari-H datang, kamu tidak kesulitan. Persiapan itu yang utama, ingat itu. Kamu di sana juga jangan jadi nekat, ya?" ceramah Florinne pada cucunya.      "Nekat gimana sih, Nek? Aku kan anak baik, hehe. Tenang aja, aku pasti bakal menyiapkan semuanya secara maksimal. Kakek dan Nenek tidak perlu khawatir. Aku dan Zaviel juga akan pulang ketika liburan tiba, kok. Iya gak, Zav?"      Zaviel menelan makanannya dan mengangkat sendoknya, "iya benar sekali! Walaupun liburnya dikit banget sih..."      Seketika ruang makan itu dipenuhi tawa sekali lagi. Reizh dan Zaviel sendiri yakin bahwa mereka akan merindukan suasana hangat dan harmonis di rumah sederhana ini. Mereka berjanji akan meluangkan waktu untuk kembali ke rumah ini. Dan tertawa seperti ini setiap hari. L/N :  Hy! Selamat datang di My Beloved Story, THE SACRED IMPERIUM! Gimana? Bab pertama langsung diceramahin sama Reizh-Aniki! / / Btw, Luna udah ngode tuh. Btw, di sini protagonisnya Reizh-Aniki, ya. Yah, pemeran pembantu penting juga si bocah greget, Zaviel-imouto.  Eh iya, ini masih di rumah, belum nyampe akademi, konfliknya berpusat di ntu sekolah. Tapi jujur deh, Luna sendiri masih bingung karakter atau sifatnya si Aniki ini kek mana sebenernya. Melankolis? Penyabar? Gokil? Penyayang? Komenlah di inline. / emang ada yang baca? / Hehe, segini aja dulu deh, kita ketemu di bab selanjutnya, ya! See you! Big Hug, Luna
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD