Capitulum II : Akademi Pedang Langit

1534 Words
     Hari demi hari berganti minggu dilewati. Selesai sudah urusan Reizh menjadi seorang siswa SMP. Dia telah melewati ujian nasionalnya dengan baik bahkan kelewat baik hingga ia mendapat nilai sempurna untuk ujian tersebut.      Saat ini, keluarga Kaiden Valquez tengah berada di ruang tunggu stasiun. Mereka menunggu Kereta Api Pedang Langit, dimana sebuah kereta dengan kecepatan 615 km/jam, yang artinya dapat menempuh jarak dari Ashmere menuju Kota Pedang Kuno yang berjarak kurang lebih 2.031 km dalam waktu 3 jam 30 menit saja, yang dimana 13 kali lipat lebih cepat dari menaiki mobil pribadi.      "Jadwal berangkatnya pukul berapa?" tanya Florinne sembari mengeratkan mantelnya. musim dingin tengah berlangsung, dan angin dingin terus berhembus membuatnya begitu kedinginan.      "11 pagi. Mungkin kami akan sampai sekitar pukul setengah dua siang, dan kami pasti akan langsung diminta untuk ke ruang makan dan menyantap makan siang. Mungkin akan kembali ke kamar pukul 2.30 karena akan ada sambutan dari kakak kelas." ucap Zaviel melirik ponselnya yang sudah tercatat jelas jadwal yang diberikan padanya secara daring.      "Begitu, ya? Kalian ada waktu luang kapan aja? Jadi, kami bisa mengunjungi kalian." ucap Kaiden sembari tersenyum.      "Mungkin akan sedikit sekali, Kek. Mengingat fakta bahwa, bagi siswa Akademi Pedang Langit, tidak ada waktu luang, bahkan di akhir pekan sekalipun. Huft... Pasti ada saja tugas yang membebani." keluh Zaviel.      "Kalau begitu nanti kalian kabari saja jika memang luang, oke? Nanti kami langsung ke sana. Tidak perlu kalian yang menghampiri kami, kok." ucap Florinne.      "Bukannya melarang, tapi kurasa Kakek dan Nenek akan sulit menemukan akademi yang selalu berubah-ubah posisinya. Bahkan peta daring menyerah untuk mencantumkan letak akademi secara pasti dan lebih memilih menandai kota Pedang Kuno sebagai tempatnya saja. Apa kalian yakin bisa menemukannya tanpa tersesat?" tanya Zaviel cemas.      "Oh, tentu. Kakek belum pernah bilang, ya, kalau kami adalah alumni Akademi Pedang Langit?" tawa Kaiden membuat mata Reizh dan Zaviel membesar.      "Kakek dan Nenek tidak pernah cerita! Pokoknya, liburan nanti, ceritakan sedetail mungkin!" ujar Reizh kesal, "Eh, iya, apa Papa dan Mama juga salah satu murid akademi?" tanya Reizh penasaran.      "Kalau Papa kalian, iya. Dia salah satu murid yang bersejarah bagi guru-guru pada saat itu. Soalnya, dia itu bocah tengil yang nakalnya tak ketulungan. Sampai bosan kami berdua mengunjungi itu karena dia dipanggil kepala sekolah. Tapi, apakah kalian tahu? Semua kasus yang dibuatnya semata-mata untuk menjahili orang-orang yang menindas orang lemah pada masanya." jelas Florinne sambil mengusap pipi Reizh      "Kalau bisa..." ucap Florinne menatap kedua cucunya bergantian, "kalian harus-"      "Mengalahkan rekor Papa dalam membuat masalah!" seru Reizh cepat. Ia tersenyum semringah seakan jawabannya adalah jawaban yang sempurna.      Lantas, karena jawaban seperti itu Reizh mendapat cubitan di pipinya. Zaviel tertawa dan diam-diam menyetujuinya dalam hati. Kakaknya memang manusia terunik yang pernah ia temui!      "Nenek atau Kakek tidak akan datang ke sana jikalau kalian membuat masalah. Biar saja surat peringatan menumpuk sampai seperti berkas di kantor Kakek. Awas saja, ya, kalau kalian membuat masalah!" ucap Kaiden pura-pura mengancam.      "Biar saja, Kai. Jika mereka diusir dari sekolah, blokir nomor mereka dan biarkan mereka menjadi gelandangan."      "Nenek jahat sekali!" seru Zaviel yang disambut tawa ketiga orang lainnya.      "Kalau soal itu sebenarnya Reizh tidak bisa janji. Bukannya ingin berlagak menjadi pahlawan, tapi rasanya aku marah ketika melihat penindasan. Kenapa mereka menindas? Bukankah, kita sama-sama warga yang berpijak di dataran Regalion?"      Florinne tersenyum lemah. Ia mengusap kepala cucunya lembut, "andaikan, semuanya bisa terjadi semudah itu. Pasti, Mama Papa kalian juga ada di sini mengantar kalian. Maka dari itu, kalian harus berusaha. Berusaha menjadi kuat, dan mencari dimana mereka, oke?"      "Tapi, namanya saja, kami tidak tahu. Bagaimana ingin dicari?" keluh Zaviel.      Ia hidup selama lima belas tahun bersama Kakak, Kakek, dan Neneknya, namun tak pernah sekalipun mendengar nama kedua orang tuanya. Keduanya benar-benar orang yang misterius!      "Kalau soal nama, itu tugas untuk kalian mencari tahu sendiri. Kami tidak akan memberitahu. Karena suatu kepuasan, tercapai jika dilakukan dengan kemampuan sendiri, bukan? Tapi intinya... Kalian harus jauh lebih kuat dari sekarang, agar kalian mampu menemui mereka, atau salah satu dari mereka."      "Memang kenapa mereka meninggalkan kami bersama kalian? Apa urusan mereka lebih penting dibandingkan kehidupan kami, anak-anak mereka?" tanya Zaviel.      "Bukan begitu... Bagaimana menjelaskannya, ya? Pada intinya, bukan keinginan mereka berpisah dengan kalian. Tapi, jika kalian ingin menemui mereka, jadilah kuat, dan kelilingilah dunia, cari mereka, dan minta penjelasan. Soal nama mereka... Aku yakin. Kalian akan tahu, hanya tinggal menghitung waktu."      "Baiklah. Itu artinya, ada orang di kota Pedang Kuno yang tahu soal Papa dan Mama?"      "Yah. Sudah Kakek bilang, intinya, jangan remehkan siapapun itu. Bisa saja seorang pengemis jalanan mengetahui informasi mengenai mereka. Kalian harus mencari informasi semaksimal mungkin." ucap Kaiden sembari tersenyum, "Nah, itu kereta kalian 'kan? Hati-hati di jalan, semoga hari kalian menyenangkan!"      Kaiden dan Florinne mengantarkan Reizh dan Zaviel memasuki kereta mereka. Sementara kedua orang tua itu melambaikan tangannya, dibalas oleh sepasang kembar sembari tersenyum.      Kereta membunyikan bunyi tanda keberangkatan, dan melesat dengan kecepatan tinggi meninggalkan orang-orang di stasiun. Tak terkecuali Florinne dan Kaiden.       "Aku hampir saja mengatakan yang sebenarnya tadi." ucap Kaiden menatap bayangan kereta yang perlahan mulai menghilang.      "Tapi kau mengimprovisasi ceritamu dengan bagus. Tidak perlu khawatir, mereka takkan sadar." balas Florinne yakin.      "Tidak. Tidak cukup bagus untuk menipu Reizh. Aku tahu, Reizh pasti menyadarinya. Bocah dengan pikiran seluas alam semesta itu pasti akan menemukan petunjuk dalam kata-kata ku. Sudahlah, mereka sudah dewasa. Memang sudah saatnya mereka tahu."       Perjalanan selama tiga jam tiga puluh menit terasa singkat karena hanya diisi oleh mimpi bagi Reizh. Tidurnya begitu lelap, hingga harus ekstra dibangunkan oleh Zaviel. Lihatlah, Zaviel mengoceh tentang ketidaksempatan gadis itu melihat Pangeran dan Putri dari Kerajaan Narius karena membangunkan Reizh yang seperti kerbau.      "Tidak perlu mengomel, Zaviel. Lebih baik kamu ajak Kakak mampir ke ruang makan. Aku lapar sekali..." ucap Reizh sembari mengecup pipi adiknya dan merangkulnya.      "Baiklah. Untung saja kegiatan wajibnya mengharuskan kami ke ruang makan terlebih dahulu. Kalau tidak, aku tidak akan memaafkan kakak!"      Mereka berdua berbaur dengan lautan manusia yang ada di sana. Disebut lautan manusia karena tidak hanya murid baru, bahkan semua siswa-siswi SMP kelas D dan H, juga siswa-siswi SMA kelas P dan T yang berlibur kembali ke asrama kebanyakan berangkat seminggu sebelum pelajaran dimulai, seperti suasana sekarang ini.      Sehingga hampir penghuni akademi berada di siang hari yang panas ini. Zaviel sudah mengeluh ini-itu dan Reizh yang mendengarnya hanya tertawa kecil. Setidaknya, perjalanannya menuju aula makan tidak membosankan karena mendengar celotehan adik kembarnya yang sangat cerewet ini.      Tiba-tiba ponsel Zaviel berbunyi. Zaviel melihatnya dan alis tebalnya mengernyit dan bola matanya berputar kala selesai membaca pesan di ponselnya.      "Oh, bagus! Teman-temanku masih asyik berlibur di rumah mereka. Hanya ada Skye, tapi aku tidak dapat menemukan gadis liar itu ada dimana..."      "Gadis liar? Apa kau maksud dirimu sendiri, Zav?"      "Bukan! Bahkan, Skye ini lebih liar daripada adikmu ini, Kak! Percayalah, begitu kakak bertemu dengannya, kakak akan merasa aku gadis normal!"      Reizh mengangkat kedua alisnya, "Mengapa aku sedikit tidak yakin ada manusia lebih liar daripada seorang Zaviellayna Aerilynca Rillethia Revellix?" goda Reizh sembari terkikik. Membuat Zaviel dongkol dan mencubit pipi Reizh.      "Aku tidak ingin bicara dengan Kakak!" seru Zaviel dan berjalan mendului Reizh      Reizh mengejar Zaviel dan berpura-pura memasang wajah menyedihkan, "Jangan dong, kalau aku tersesat bagaimana? Ayo, kita habiskan jatah makan siang lalu berkeliling akademi!"      Zaviel memutar bola matanya jengah. Bagaimana bisa ia hidup selama 12 tahun penuh, dan bertemu dengan kakaknya sesekali selama 3 tahun terakhir, dan dia tidak muak? Ah, itu pasti karena wajahnya yang kelihatan polos itu.      Akhirnya, setelah berjalan cukup jauh dari pintu gerbang, mereka sampai di aula makan. Zaviel menitipkan kopernya dan koper kakaknya di tempat penitipan kemudian berjalan mencari meja. Setelah menemukannya, mereka duduk dan memesan makan siang sesuai menu hari itu.      Reizh memesan semangkuk salad buah, sepiring dadar gulung dan minuman isotonik. Sementara Zaviel memesan beef steak dan jus apel. Ketika asyik memakan santapan siang itu, mikrofon di panggung yang terletak di depan aula makan berdengung.      "Tes, tes." ucap seorang pemuda tampan yang berada di panggung, "Baiklah, selamat siang, para murid Akademi Pedang Langit! Apa kabar kalian?"      "Baik!"      "Baiklah! Perkenalkan, nama saya Jason Edinburgh selaku wakil ketua Organisasi Siswa Inti Sekolah, menyambut kalian kembali dari liburan. Sayang sekali, Ketua kita akan terlambat datang dikarenakan acara keluarga yang belum selesai. Tanpa basa-basi lagi, mari kita menikmati makan siang sembari mendengar lagu dari Monsta X, yang berkolaborasi dengan artis terkenal di akademi, Belira Yankee!"      Sebuah musik mengalun dan dinyanyikan oleh sebuah suara yang merdu. Gadis berambut merah menyala dan mata yang serupa adalah pusat perhatian semua murid di aula makan.      Reizh menyipitkan matanya dan berkata, "Entah kenapa setelah melihat gadis bernama Belira itu, aku jadi ingat Nenek." ucap Reizh sembari menyantap dadar gulung nya.      "Kau memikirkan hal yang sama denganku, kak." balas Zaviel. "Mungkin karena rambut merahnya?"      "Bisa jadi. Siapa yang tahu?" L/N : Yeay! Akhirnya, kelar juga. Apa kabar semua? Semoga baik, Luna juga baik, kok di sini! Semoga ceritanya matang ya, tapi gak gosong, hehey. Apakah ada yang mau tanya? Tentang apa aja, sih. Kalau enggak ada, see you next time! With luv, Luna
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD