AYA VS GALA (2)

1109 Words
Aya membelalak kaget, "A-apa? Dia CEO hotel ini? Bahkan pewaris tunggal Grup Birawa?" "Iya bu," Suta mengangguk. "Tapi, KENAPA KELAKUANNYA KURANGAJAR SEKALI? Mana ada seseorang yang bergerak di bidang tourism dan hospitality bertindak di luar nalar seperti itu? Jelas sudah kalau dia jadi CEO hotel ini hanya gara gara di anak dari pemilik grup," Aya geleng geleng kepala. "Bapak Suta yang terhormat, saya rasanya ingin menemui orangtuanya dan mengadukan semua kelakuannya!" Aya langsung memberengut. Ia tak percaya, sungguh tak percaya kalau lelaki yang kelakuannya sintingg itu ternyata seorang CEO! Suta hanya tersenyum, "Ibu, saya tidak bisa bercerita banyak. Tolong, saya minta ibu mempertimbangkan permintaan saya tadi. Maafkan dan lupakan. Di satu sisi, saya akan membuatnya meminta maaf pada ibu." Aya menarik nafas panjang dan terdiam. Ia mengerti kenapa petugas keamanan tadi berubah takut. Sepertinya hanya Bapak Suta yang bisa menghadapi lelaki kurangajar itu. "Saya akan pertimbangkan, setelah bicara empat mata dengan lelaki itu dan dia meminta maaf dengan tulus," Aya akhirnya membuka mulutnya. "Kalau tidak, saya mungkin saja mempertimbangkan untuk memprosesnya secara hukum." "Secepatnya, saya akan mengabari ibu," Suta mengangguk. "Baiklah, terima kasih atas bantuannya. Saya tunggu. Lelaki kurangajar itu harus meminta maaf," Aya mengatupkan bibirnya. *** Gala menenggak whisky yang entah keberapa gelas. Ia kesal dengan kejadian yang baru saja terjadi. Bagaimana mungkin ada perempuan yang berani menolaknya? Aku, Manggala Amarta Birawa! Perempuan itu berani melawanku?Bahkan menendang kemaluanku???Kurangajar! Tiba tiba pintu kamarnya ada yang mengetuk. Gala memang memiliki kamar sekelas president suite di Grand Hotel Birawa. Kalau sedang tak ingin pulang ke rumah kamar ini menjadi pelariannya. Entah berapa orang wanita sudah menjejakkan kaki ke kamar hotel ini. Dan tidak ada satupun yang pernah menolaknya. Gala menyeringai kesal, "Masuk." Sosok Suta Kusuma, kepala sekretaris sekaligus juga mentor dalam hidupnya masuk ke ruangan. Suta memiliki kedekatan khusus dengan keluarganya karena sebelum menjadi sekretarisnya, juga menjadi sekretaris papanya. Bahkan Sambada Birawa, papa dari Manggala sekaligus owner dan founder Grup Birawa begitu respek pada Suta Kusuma. Sosoknya tersebut sudah seperti keluarganya sendiri. Ia juga menyebutnya OM ketika berurusan hal pribadi. "Ada apa?" Gala bertanya dengan wajah kesal. Suasana hatinya masih tidak enak. "Harap bapak melihat ini terlebih dahulu," jawab Suta. Suta menyodorkan tablet di tangannya dan memperlihatkan rekaman cctv adegan di balkon yang baru terjadi sekitar satu jam sebelumnya. Gala melihatnya, lalu meletakkan tablet itu begitu saja di mejanya, "Lalu?" "Rekaman cctv sudah dihapus. Satu satunya copy ada di flash disk ini," Suta memberikan sebuah flash disk pada Manggala. Manggala menerimanya dan menyimpannya begitu saja di laci mejanya. "Sedangkan yang ada di tablet ini akan segera saya hapus," ujar Suta. Manggala tidak bicara sepatah katapun, ia hanya meminum whisky di tangannya. "Tolong berhenti minum. Perempuan yang ada di dalam video tersebut sudah melaporkan perbuatan bapak. Saya berharap, demi citra baik grup perusahaan ini, bapak bisa meminta maaf padanya," ungkap Suta. "A-apa? Meminta maaf? TIDAK SEUMUR HIDUP SAYA!" suara Manggala menggelegar di kamar hotel tersebut. Suta tidak patah arang, "Bapak Sambada sudah menyampaikan kepada saya mengenai rencana pernikahan dan perjodohan dengan Grup Harja. Kalau perempuan itu melakukan lebih dari sekedar melaporkan pada saya, bagaimana kalau Bapak Sambada atau bahkan dari pihak Grup Harja mendengarnya." "Saya belum sepakat dengan papa soal perjodohan itu, apalagi pernikahan!" Manggala kembali menenggak whisky di hadapannya. "Gala, om meminta izin untuk bicara apa adanya," Suta lalu duduk di kursi di hadapan Manggala, "Tolong, jangan cari masalah baru. Kamu tahu kalau Bada tidak akan menyerah untuk membuatmu menikah. Bagaimana kamu bisa membuatnya mengalah kalau masalah demi masalah bermunculan?" Manggala meremas gelas yang ia pegang. Om Suta betul! Ia terdiam dan berpikir. Tak lama, Gala membuka mulutnya, "Baiklah. Minta perempuan itu untuk menemui saya. Di sini. Besok pagi pukul sepuluh. Sekarang, saya mau tidur." Suta Kusuma kembali menjadi sekretaris seorang Manggala Amarta Birawa dan menyingkirkan perannya sebagai seorang OM, "Baik. Besok pagi perempuan itu akan datang ke sini." *** Pagi itu, Aya bergerak menuju kamar di lantai paling tinggi itu. Kamar 1701. Suta Kusuma mendampinginya dan membunyikan bel pintu kamar tersebut. Pintu kamar tiba tiba terbuka, Suta mengajak Aya untuk masuk ke dalam kamar super besar tersebut. Aya diam diam menatap kagum. Besar dan mewah sekali kamar hotel ini! Ia dan Suta duduk di sofa ruang besar tersebut. Aya dengan gugup menunggu kehadiran lelaki yang semalam melecehkannya itu. Selang beberapa detik kemudian, sesosok lelaki mengenakan setelan jas lengkap berwarna biru gelap muncul. Aya baru memperhatikan kalau lelaki itu selain bertubuh tinggi besar dengan kulit yang cenderung gelap, tapi juga memiliki wajah tampan yang sepertinya bisa memikat jutaan wanita di dunia ini. Hidungnya mancung, matanya tajam dengan kesan garang, rahangnya tegas dan alisnya tebal. Rambutnya sedikit bergelombang dengan potongan rapi. Tak heran dengan ketampanannya ini, dia begitu arogan! Aya menarik nafas panjang. "Om, biarkan saya bicara empat mata dengannya," Gala menatap Aya tajam. "TIDAK!" Aya berteriak dan menyentuh lengan jas Suta Kusuma. "Bapak diam di sini. Bagaimana saya tahu kalau dia tidak akan macam macam?" Gala tersenyum simpul, "Jangan terlalu percaya diri!" "Aku tidak ada keinginan untuk menyentuhmu, kecuali kamu memulainya," Gala bicara keras. "A-apa?" Aya membelalakkan matanya. "Ehm," Suta mencoba menengahi. "Om bisa tunggu di luar," Gala bicara dengan tegas. Suta tahu kalau Gala tidak ingin siapapun melihatnya meminta maaf. Itu bagian dari egonya yang tinggi. Jadi, Suta memahami maksud Gala yang memintanya agar keluar. "Ibu, jangan khawatir, saya tunggu di luar," Suta berdiri dan berpamitan. Ia pun melangkah keluar kamar tersebut. Setelah Suta keluar, Gala menatap Aya sambil mengatupkan kedua bibirnya, "Saya minta maaf." "Kenapa kamu melakukannya?" Aya menatapnya kesal. "Aku. Mabuk," Gala menjawabnya pendek. "Hhh.. Jangan lagi bersikap kurangajar! Aku tak menyangka seorang CEO, seseorang dengan jabatan tinggi bisa melakukan perbuatan tidak menyenangkan seperti itu," Aya bicara dengan keras. "Aku sudah meminta maaf bukan?" Gala menatapnya kesal. "Kamu, seperti tidak tulus," Aya menggumam. "Tidak tulus bagaimana? Ada apa denganmu?" Gala mulai naik pitam. "Dari gaya dan gestur tubuhmu, aku tidak merasakan ketulusan," Aya bicara apa adanya. Gala langsung merasakan amarahnya terpancing, "Kamu pikir, kamu siapa? Berani sekali menolak perdamaian yang aku tawarkan?" "Aku? Aku bukan siapa siapa? Tapi aku punya harga diri! Aku perempuan baik baik! Aku berharap dengan tidak memperpanjang kejadian semalam, setidaknya aku akan bertemu dengan seseorang yang meminta maaf padaku dengan tulus," Ara kembali mengungkapkan perasaannya. Ia berbalik hendak melangkah pergi dari kamar hotel tersebut. "Aku akan memikirkan ulang langkah yang akan aku ambil terkait hal ini." "A-APA?" Gala dengan cepat bergerak menarik tangan Aya hingga tubuh mereka saling beradu. Satu tangan Gala melingkar di pinggangnya dan satu tangannya lagi menahan tangan kirinya. "LEPASKAN! KAMU TIDAK BOLEH MENYENTUHKU SEMBARANGAN!" Aya berteriak dan meronta. Ia meminta agar Gala melepaskannya. Memori kejadian semalam seperti kembali dalam ingatannya. Gala menatapnya tajam, tangannya semakin erat melingkar di pinggang Aya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD