Ananta selonjoran di sofa seraya menonton drama Korea yang tayang di salah satu stasiun televisi. Perutnya keroncongan bukan main, tapi yang ditunggu-tunggu belum juga datang. Entah sudah ke berapa kalinya Ananta membuka ponsel hanya untuk melihat jam.
"Si Arga kena macet apa, ya? Atau mungkin di jalan ketemu banci kaleng terus naena dulu?" gerutu Ananta seraya menggoyang-goyangkan kakinya santai. Hingga, sebuah tempelengan keras mengenai kepalanya.
"Ngomong apaan lu tadi, Nyet?"
Ananta meringis sakit. Hampir saja ngamuk, tetapi begitu melihat tentengan keresek putih berisi kotak KFC di tangan Arga, yang dilakukannya hanya nyengir. "Arga ganteng," balasnya dengan tangan diam-diam hendak meraih kantung keresek di tangan Arga.
"Modus!" ketus Arga, menjauhkan kereseknya dari jangkauan Ananta.
"Ga! Gue laper, Ga. Astaga, Ga, siniin!" Ananta memelas seperti anak kucing.
Muka yang biasanya kelihatan ngeselin itu memasang wajah semelas mungkin agar Arga kasihan dan memberikan keresek di tangannya. Namun tentu, menggoda Arga tidak akan semudah itu. Arga bukan cowok recehan.
"Arga... Ga, ayo, dong! Nanti gue kasih ID Line Mimi, deh. Ya?" Ananta mengedipkan mata beberapa kali, dengan kedua tangan berada di bawah dagunya dan memasang wajah imut yang sebenarnya sangat ingin dingakakin Arga.
"Udah punya."
"Lah? Anjir, kapan lo minta ID Line Mimi?" pekik Ananta tak terima.
"Nyolong di hape lu."
"Eh, si k*****t!" Ananta keceplosan. Kemudian nyengir lagi, menatap Arga dengan senyuman manisnya. Ananta harus sabar, tidak boleh membuat Arga kesal demi KFC. "Ga, laper. Siniin, dong. Kalau gue mati kelaperan gimana? Mau tanggung jawab? Entar gue gentayangan gangguin lo. Lo gak mau, kan?"
Arga merotasikan bola mata dengan malas, kemudian menyimpan keresek yang sejak tadi ia tenteng ke atas meja. Dan tentu, segera disambar Ananta yang kelaparan.
"Besok-besok kalau mau delivery makanan sama gue gak gratis. Bayar, sekalian sama ongkirnya." Arga berkata kesal.
"Itungan lo ih, Ga!" Ananta membuka kotak KFC dan melahapnya tanpa berniat menawari Arga yang sebenarnya juga belum makan apa pun.
Arga berdesis kesal, kemudian merebut chicken yang sedang Ananta makan. "Gue juga laper!" balasnya tajam saat Ananta menatap tak terima.
Ananta cemberut. "Elah, biasa juga lo masak mie goreng di dapur kalau ke sini," gerutu Ananta sebal.
***
"Ga, tanding pees, kuy!" ajak Ananta begitu selesai makan. Benar-benar kerjaannya anak perawan satu ini.
"Beresin dulu mejanya, Ta. Jorok banget anjir."
"Lo aja lah yang beresin. Mager. Kekenyangan." Ananta nyengir polos.
Arga hanya mendesah kecil. Sudah biasa dijadikan babu oleh Ananta. Untung saja Arga memiliki hati yang teramat lapang. Jika tidak, mungkin Ananta sudah habis ia cincang sejak dulu.
"Belum makan ngasih alesannya lemes, gak punya tenaga. Udah makan alesannya mager, kekenyangan. Emang udah males aja itu mah," gerutu Arga seperti biasa.
Ananta cuma nyengir kuda. Bodo amat sama Arga yang ngoceh panjang lebar. Toh, meski bibirnya terus misuh-misuh, tetap Arga kerjain pekerjaannya. Sudah biasa.
"Eh, Ga?" Ananta yang sedang rebahan di sofa memanggil Arga. Arga berhenti di ambang pintu dapur, menoleh pada Ananta dengan dua tangan dipenuhi oleh sampah sisa makan mereka. "Sekalian ambilin gue ultramilk stroberi, ya, di kulkas!" seru Ananta, melanjutkan.
See. Kurang ajar memang.
"Untung cewek, untung adeknya Jefri, untung tetangga gue, untung gue sabar," gumam Arga menggeleng pelan.
Sambil menunggu Arga mengambil susunya, Ananta rebahan di sofa sambil menonton, sedangkan tangannya sibuk ngupil.
"Duh, itu Dio Oppa ganteng banget anjir. Jadi pengin jadi istri onlennya," gumam Ananta gemas melihat Kyungsoo EXO di layar kaca. Ananta bukan K-Popers, malah cenderung haters. Tapi semenjak drama-drama dari Negeri Ginseng itu sering tayang di saluran TV Nasional dan Ananta coba-coba nonton, jadi suka. Iya, suka dramanya aja. Tapi lama kelamaan suka kepo ke pemainnya dan berakhirlah ia menjadi bucin Oppa kalau kata Arga.
"Dih. Mana mau dia sama cewek petakilan, jorok, tukang ngupil, dan b***k aja masih harus disiram sama abangnya." Arga menginterupsi.
"Enak aja lu! Gini-gini gue banyak yang suka tahu," balas Ananta, kemudian duduk, meraih sekotak s**u rasa stroberi di tangan Arga.
"Siapa? Palingan si Didi yang mau sama lo."
"Ihs. Gak percayaan lo ama gue. Beneran banyak yang suka sama gue tahu. Siapa, tuh, namanya yang dulu sekelas sama lo di SMA." Ananta mengangkat dagu dengan bola mata bermain, songong.
"Siapa? Si June?"
"Nah, itu! Ganteng juga doi." Ananta manggut-manggut sambil nyengir bodoh.
"Dia pernah nembak lo?" tanya Arga remeh.
"Belum."
"Lah!"
"Dia pernah ngechat gue, Ga."
"Chat gimana?"
"Nanyain Kak Jefri," balas Ananta polos. Kemudian Arga menyesal menyimak Ananta.
"g****k dipelihara, anjir." Arga geleng-geleng kepala. Tak habis pikir dengan manusia jomlo di sisinya ini.
"Apa, sih? Dia ngechat gue berarti ada maksud, dong. Gak mungkin cuma nanyain Kak Jefri doang."
"Terus lo masih chat-an sama dia sekarang, hm?"
Ananta menggeleng, Arga ngakak.
“Tapi beneran, dia suka senyum-senyum gitu tahu gak tiap ketemu gue!”
"Gak ngaruh. Beneran b**o, nih, anjir adeknya si Jefri." Saking ngakaknya, Arga jadi sakit perut. "Heh, bocah! Lu tuh polos banget dah--HAHAHA." Arga ngakak lagi, tidak kuat melanjutkan kata-katanya.
"Arga b**o! Gila dasar!”
"Lagian lu, Ta. Aduh..." Ngakak lagi. Terus saja kayak gitu, Ga, sampai Lucinta Luna nikah sama Kim Taehyung dan mempunyai anak Hueningkai.
"BODO AMAT, GA! NGESELIN!" Ananta ngambek, dan Arga masih tetap ngakak.
***
Pagi hari seorang Ananta seperti biasa rusuh. Contohnya pagi ini, gadis itu terbangun dengan keadaan kamar seperti kapal pecah. Buku dan kertas-kertas betebaran di mana-mana, sisa mengerjakan tugas semalam. Dan ngomong-ngomong soal tugas, Ananta ingat bahwa tugasnya belum selesai.
Buru-buru Ananta turun dari ranjang. Tak peduli rambutnya masih seperti singa serta bekas iler yang berteteran di sudut-sudut bibirnya. Ia berlari ke kamar Jefri dengan kecepatan Boboiboy.
"Kak Jefri!" teriak Ananta, menggedor pintu kamar Jefri kesetanan.
"Kak, bangun! Buka pintunya, Kak!" Lagi-lagi belum ada jawaban dari dalam, membuat Ananta ingin mengeluarkan kata-kata mutiara saja. Untung saja orang tuanya sedang di luar kota. Jika tidak, mungkin Ananta sudah mendapat siraman rohani pagi-pagi oleh mamanya.
"KAK! ANJ—astaghfirulloh, Arga k*****t!"
Ya, pintu terbuka. Tapi bukan Jefri yang membukanya, melainkan Arga. Sayangnya Arga amatlah tidak manusiawi karena berstoples ria di depan perawan tingting seperti Ananta. Bayangkan saja, Arga hanya memakai handuk yang melilit di pinggangnya!
Buru-buru Ananta berbalik, menghindari menatap pemandangan panas di pintu kamar Jefri.
"b**o, ngapain lo kayak gitu, anjir? p*****l dasar!" gerutu Ananta masih membelakangi Arga.
"Gue baru beres mandi. Lo ngapain masih pagi teriak-teriak? Kesurupan lo?" tanya Arga santai. Kelewat santai.
"Gue nyari Kak Jefri. Tugas gue—s****n, Arga!" teriak Ananta, auto menutup muka dengan tangan karena Arga sudah berdiri di hadapannya. Si Arga ini gak peka apa, ya? Ananta, tuh, deg-degan setengah mampus!
"Ngapa, sih? Biasa juga gak apa-apa lihat roti sobek punya si Jef?"
"Ya itu beda, lah, b**o!" sentak Ananta, kelepasan menurunkan lengannya. Setelah sadar, buru-buru Ananta menutup muka lagi. Dosa yang tanggung.
"Sono lo dibaju, Ga. Bikin mata gue gak suci tahu gak?"
"Halah, bilang aja lo ngiler, nih, lihat abs gue."
"Bodo amat. Panggilin Kak Jefri!"
"Udah berangkat ngampus."
"HA?" Ananta memekik, menatap Arga cengo. Sekarang Ananta tidak peduli lagi meski ia tidak menutup mata. Ananta terlalu syok. "Udah ke kampus? Ini jam berapa? Jangan bilang..."
"GUA TELAT, SAT!" teriak Ananta, segera ngacir ke kamarnya, meninggalkan Arga yang ngakak oleh kelakuan absurdnya pagi-pagi.
Merapikan beberapa buku yang akan ia bawa, kemudian ngibrit menuju kamar mandi. Ananta mencuci muka dan lupa menggosok gigi. Bodo amat dengan riasan wajah, Ananta tidak butuh itu. Yang ia butuh sekarang adalah segera pergi ke kampus dan mengerjakan tugasnya hingga selesai. Karena jika tidak selesai, siap-siap saja musuh bebuyutannya—si dosen yang matanya minimalis itu, bakal ceramah hingga mata kuliah selesai.
***