PROLOG

432 Words
Menjadi seseorang yang mencintai itu ternyata lebih sulit daripada menjadi yang dicintai. Garril Pramono harus mati-matian tersenyum di saat gadis tercintanya memilih bersama pria lain. Pria yang sebenarnya tidak pantas untuk gadis itu cintai, bahkan di imajinasi sekali pun. "Dia nggak pantas buat kamu, Nay. Sean nggak mencintai kamu, tapi kenapa kamu keras kepala banget pengen jadi bagian hidup dia? Aku cinta sama kamu, lebih dari dia Nay, aku sayang banget sama kamu." Kalimat yang sama sekali tak berani Garril ungkapkan untuk gadis yang merajai hatinya, yang hanya mampu ia pendam, yang ia kubur dalam-dalam sebab ia tahu, sampai kapan pun perasaannya tidak akan pernah berbalas. Kanaya, mungkin gadis itu hanya akan memenuhi angan-angannya saja. Menjadi sebuah imaji penghibur di kala sendu datang. Garril tahu, seharusnya ia belajar untuk melepaskan perasaannya untuk gadis itu, bukan malah tetap mempertahankan dan membuatnya semakin didera rasa sakit, rasa sakit yang tak berkesudahan. "Garril, aku cinta sama kamu, kapan kamu juga cinta sama aku?" Dan perkenalkan, dia adalah Miranda Reria Sadega. Gadis cantik yang masih mencintainya meski Garril sendiri sama sekali tak mengharap. Ia sudah terlanjur membenci Miranda, entah karena alasan apa, Garril sendiri tidak mengerti. Perempuan itu sama sekali tak bersalah padanya, bahkan untuk sedikit pun tidak. "Untuk apa saya mencintai orang yang tidak saya cintai?" Sore itu, masih dengan jas putih yang masih melekat pas di tubuhnya, Garril menjawab kalimat tanya dari Miranda itu, tanpa sedikit pun menunjukkan air muka. Wajahnya mungkin terlalu kaku untuk mengeluarkan sebuah ekspresi yang merefleksikan perasaannya.  Pertama, Garril pikir Miranda akan menunduk, lalu terisak sebab luka yang ia torehkan. Namun ternyata tidak. Perempuan itu tetap mengangkat wajahnya dan memandang serius tepat di mata Garril. Kedua, Garril pikir Miranda akan bersikap anarkis, menampar pria b******k seperti dirinya dan melontarkan kalimat berisi cacian. Tapi ternyata dugaannya itu salah. Kali itu, Miranda tersenyum tenang.  Berjalan beberapa langkah, sebelum berdiri tepat satu jengkal di hadapannya. "Oke, aku tunggu kamu cinta sama aku," katanya masih dengan senyum yang membingkai, sebelum melanjutkan, "aku bakal setia kok. Kamu tenang aja. Kalau kamu masih belum cinta sama aku, tenang aja lagi, aku punya seribu cara supaya bisa memiliki kamu." Garril hanya menaikkan sebelah alisnya, tak yakin dengan ucapan penuh percaya diri dari perempuan cantik di depannya itu. Sebab, jujur saja, hati Garril masih sepenuhnya milik Kanaya, adik dari perempuan yang mencintainya itu. Satu yang tak Garril sadari adalah, ia telah membiarkan satu orang jatuh pada lubang pesakitan yang sama dengannya. Seharusnya, ia tidak membiarkan Miranda mencintainya. Atau, seharusnya ia membalas perasaan perempuan itu. Karena, percayalah, mencintai orang yang tidak mencintaimu itu lebih menyakitkan dari apa pun. ****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD