Bab 4: pria dalam lukisan

1145 Words
Pagi pagi sekali Aira terlihat sudah rapi. Dengan menggunakan celana jeans selutut di padu dengan kaos berwarna hitam sangat kontras dengan kulit Aira yang putih bersih. "Pagi Ayah! sapa Aira dari arah belakang langsung duduk di kursi. Rico menautkan kedua alisnya memperhatikan Aira yang terlihat sudah rapi, " tumben kau sudah bangun?" Rico melirik jam tangannya. "Mau kemana pagi begini sudah rapi?" tanya Rico penasaran melihat tingkah putrinya yang tak seperti biasanya. Aira melirik sesaat ke arah Rico, "aku mau mengambil alat alat lukis milik ibu," jawab Aira, ia mengambil roti di atas piring lalu ia kunyah perlahan. "Kau kesana dengan siapa?" tanya Rico, lalu ia berdiri memperhatikan Aira. "Aditya," kata Aira. "Kebetulan sekali, tolong kau berikan kotak makanan milik Aditya dan katakan pada tante Sila..terima kasih." Rico berjalan ke arah meja lain. "Kau pulangnya jangan terlalu sore, Aira." "Siap Yah!" Aira mengusap mulutnya menggunakan tisu, lalu ia berdiri dan berjalan mendekati Rico. Ia langsung memeluk ayahnya dari belakang. Rico menatap ke arah tangan Aira yang melingkar di pinggangnya lalu ia balik badan dengan kedua tangan terangkat keatas. "Ini..di dalamnya ada makanan kesukaan Aditya." Rico memberikan dua kotak makanan pada Aira. Aira menerima kotak makanan itu. "Baik ayah," kata Aira. "Kalau begitu..Aira pergi dulu ya yah.." Aira langsung ngrloyor keluar ruangan dapur tanpa menunggu jawaban dari Rico. Rico menggelengkan kepala menatap punggung Aira hingga hilang dari di balik pintu. "Uhuk! Tiba tiba Rico merasakan dadanya panas dan nyeri, memang akhir akhir ini Rico sering batuk batuk dan sesekali mengeluarkan dahak berwarna merah. " Selagi Aira pergi..aku harus menemui Dr. Kenzi dan pulang lebih awal sebelum Aira pulang," gumam Rico. *** Sesampainya di rumah Aditya, Aira langsung mendapatkan pelukan hangat dari Sila dan Aira langsung memberikan kotak makanan, "terima kasih sayang..sudah repot repot membawakan makanan kesukaan tante juga om," kata Sila. "Adit! Ada Aira nih!" seru Sila menatap ke arah pintu kamar Aditya. Aditya yang berada di dalam kamar langsung keluar saat mendengar suara Sila memanggilnya. "Iya ma! sahut Aditya, ia menatap ke arah Aira lalu berjalan mendekati mereka. " Aira? tumben pagi pagi sudah nongol di rumahku," kata Aditya menatap kotak makanan yang ada di tangan Sila. "Apa ini Ma?" Sila langsung menyentil tangan Aditya, saat dia hendak mengambil kotak makanan itu, "huss! kamu jangan terlalu banyak makan sayang..nanti kamu gendut loh." "Ma..Adit cuma mau lihat saja kok," ucap Aditya cemberut sambil mengusap tangannya sendiri. Aira tertawa kecil melihat Aditya cemberut, "benar apa kata mama Sila..kalau kau gendut..jangankan cewek..laler juga ogah kali," potong Aira. "Sialan lu," sungut Aditya matanya menatap horor ke arah Aira. "Hahahaha!" Aira dan Sila tertawa melihat Aditya yang terlihat kesal. "Biarpun gendut..kau tetap kesayangan mama," ucap Sila tersenyum. Aditya kembali tersenyum merekah memeluk sesaat mamanya. "Ngomong ngomong..kau mau ajak aku kemana?" tanya Aditya. "Antar aku ke sekolah.." . "Ke sekolah?" potong Aditya. Aira menganggukkan kepala. "Iya..aku mau ambil alat alat lukis milik ibu." "Ooh.." Sila dan Aditya mengangguk anggukkan kepala. "Jadi kau suka melukis juga?" tanya Sila menatap ke arah Aira, ia jadi teringat tentang Layla. "Tidak tante..tapi Aira mau belajar melukis seperti ibu," sahut Aira. "Baiklah..tapi jangan pulang sore ya." "Siap Ma!" Aditya mengangkat tangannya memberi hormat pada Sila. "Ayo..mumpung masih pagi, Ra." Aira menganggukkan kepala, lalu mereka berpamitan pada Sila. "Hati hati di jalan! seru Sila memperhatikan mereka berdua pergi meninggalkan rumah. Lima belas menit berlalu, akhirnya mereka telah sampai di sekolah Tunas Bangsa. Mereka berdua langsung menemui Kepala Sekolah yang tak lain adalah sahabat ibunya Aira. " Selamat siang Bu..boleh kami masuk?" sapa Aira di depan pintu ruangan yang terbuka. Pagi Aira..Aditya..mari masuk sayang," jawab Valeri sahabat Layla dulu. Aditya dan Aira saling pandang sesaat, mereka sangat aneh di panggil sayang. Karena mereka sebelumnya belum pernah bertemu sama sekali. Namun Kepala Sekolah yang ada di hadapan mereka terlihat akrab dan seperti mengenal mereka dengan baik. Mereka pun duduk di kursi berhadapan dengan Valeri. "Bagaimana kabar papamu, Aira?" tanya Valeri. Matanya menatap lekat Aira yang mengingatkannya pada Layla. "Papa baik, Bu.." jawab Aira. "Aku kesini mau minta ixin untuk mengambil alat alat lukis milik ibu." Valeri menganggukkan kepala, "tentu saja sayang, kau boleh membawanya pulang..kami di sini merawat semua barang barang milik ibumu." "Terima kasih, Bu." Aira mengedarkan pandangan keseluruh ruangan, ia melihat beberapa foto Ibunya yang terpajang di dinding ruangan kepala sekolah. Aira langsung berdiri menghampiri salah satu foto Layla dan mengambilnya. "Ibu.." ucap Aira pelan. Valeri yang sedari tadi diam akhirnya berdiri mendekati Aira dan merangkul pundaknya. "Itu..Ibumu.." ucap Valeri. Aira melirik sesaat ke arah Valeri. "Ibu mengenal Ibuku?" tanya Aira ddngab tatapan ke arah foto yang ia pegang. Valeri menganggukkan kepala, "tentu saja sayang ..kami dulu bersahabat. Bahkan kami satu kekas di sekolah ini," Valeri kembali terkenang masa lalu. "Ibumu wanita yang hebat dan bersahaja." Tak terasa air mata Valeri menetes di sudut netranya. Aira menatap kedua bola mata Valeri, "kenapa Ibu menangis? tanya Aira. " Oh aku tahu, pasti Ibu ingat masa masa Ibu dan papa Rico pacaran bukan? mereka memang pasangan yang serasi, Aira beruntung memiliki orang tua swperti mereka." Valeri terdiam, ia tidak menjawab lagi pernyataan Aira. 'Jadi..Aira tidak tahu sama sekali siapa ayah kandungnya?' ucap Valeri dalam hati. Valeri mengusap kedua matanya dengan sapu tangan. "Sayang, bukankah kau mau mengambil barang barang ibumu?" tanya Valeri mengalihkan pembicaraan. Aira langsung mengangguk cepat, lalu ia pasangkan kembali foto Layla di dinding ruangan. "Oh iya..aku hampir saja lupa." Aira menepuk keningnya sendiri, lalu menoleh ke arah Aditya yang sedari tadi bengong duduk di kursi memperhatikan mereka. "Dit..ayo kita ke gudang taman sekolah!" seru Aira, lalu ia berjalan mendekati Aditya di ikuti Valeri dari belakang. "Biar Ibu tunjukan tempatnya," ucap Valeri, lalu mereka berdua berjalan menutu taman bunga sekolah yang berada di samping sekolah. Tak lama kemudian mereka telah sampai di taman sekolah. "Itu gudang tempat kami menyimpan barang barang Ibumu, dan ini kuncinya." Valeri memberikan kunci pada Aira, setelah itu ia kembali ke ruangannya. Aira dan Aditya tersenyum dan menghirup aroma wangi bunga yang tengah bermekaran. Aira berlari ke arah salah satu pohon yang rindang, di ikuti Aditya. . " Bunganya indah. .tamannya juga indah.." ucap Aira balik badan menatap pohon besae di depannya. "Tempat ini di rawat dengan sangat baik, mungkin dulu Ibu suka melukis di sini." Tangan Aira ia tempelkan di batang pohon. Tiba tiba matanya melihat sebuah nama terukur di pohon itu. "Adit lihat!" Aira menunjuk pada tulisan di batang pohon. Aditya menatap arah telunjuk Aira dan menyebut nama, 'Layla dan Kei' . Aditya dan Aira saling pandang, Aira menautkan kedua alisnya lalu kembali menatap kedua nama itu. "Layla dan Kei" ucap Aira pelan. "Mengapa bukan om Rico? Kenapa Kei?!" Aditya menggaruk kepalanya. Aira menatap lekat nama Kei yang tertera di batang pohon itu. "Kei? bukan nama papa Rico. .siapa Kei?" tanya Aira pada dirinya sendiri.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD