Bab 3: Terusik masa lalu

1368 Words
Sepanjang perjalanan tidak ada pembicaraan, Aira hanya diam memperhatikan jalan sambil mendengarkan musik yang ia putar. Sementara Aditya sibuk bermain game. Sesampainya di komplek perumahan Graha Indah, Gery menurunkan Aditya di depan gerbang rumahnya. Aditya langsung keluar dari pintu mobil, "terima kasih!" ucap Aditya tersenyum sembari melambaikan tangannya. lalu ia balik badan melangkahkan kakinya memasuki halaman rumah Aditya. Kemudain selang beberapa detik kemudian, Gery kembali menghentikan mobilnya.  "Terima kasih atas tumpangannya," ucap Aira, tangannya membuka sabuk pengaman, lalu ia membuka pintu mobil. Tapi Gery menahan tangan Aira. Aira menoleh menatap Gery. "Ya? ada apa?" tanya Aira. "Boleh? Aku minta nomer ponselmu?" tanya Gery tersenyum. "Tentu," Aira kembali duduk dan membuka tas, mengambil ponsel miliknya. Lalu Aira mulai menyebutkan dua belas nomer ponsel, sementara Geri menyimpan nomer ponsel Aira di ponsel miliknya. Aira kembali membuka pintu mobil dan keluar. Gery memperhatikan Aira masuk kedalam rumahnya. "Aku suka gadis itu," gumam Gery. Kemudian ia kembali menjalankan mobilnya menuju rumah. Sementara Aira langsung masuk ke dalam kamar, ia lemparkan tas sembarangan di atas tempat tidur, "hufft..panas banget hari ini." Aira menyalakan ac kamar lalu ia hempaskan tubuhnya di atas tempat tidur. "May, kenapa anak itu selalu usil padaku?" gumam Aira, ia merasa selama ini tidak pernah berbuat hal yang tidak baik pada May. Aira menarik napas dalam dalam, lalu ia memiringkan tubuhnya ke samping. Tanpa sengaja kedua mata Aira tertuju pada sebuah foto yang terpajang di dinding. "Ibu.." gumam Aira. Aira bangun dan turun dari atas tempat tidur mendekati foto seorang wanita cantik, lalu tangannya terukur mengambil foto itu dan membawanya ke tepi tempat tidur. Aira duduk sambil menatap lekat foto itu. Ia telusuri setiap garis wajah wanita di foto dan mengucapkan sebuah nama, "Layla.." Seketika rasa rindu menyeruak di dalam dadanya, sejak ia di lahirkan tidak pernah tahu wajah sang ibu, selain dari foto foto yang di pajang agahnya di kamar. "Layla.." Aira mengulanginya lagi. "Nama yang indah, seindah wajahmu ibu." Aira tersenyum menatap foto itu lalu ia angkat dan menciumnya. "Ibumu cantik, secantik kamu, sayang," sapa seseorang dari arah belakang. Aira menurunkan foto lalu menoleh ke arah sumber suara. "Ayah!" seru Aira berdiri dan menghampiri ayahnya. "Ayah sudah pulang?" tanya Aira sambil mengusap kedua matanya. "Hei..jangan menangis, bukankah masih ada ayah?" Ayahnya Aira mendekap erat tubuh Aira. "Tidak yah..Aira tidak menangis," jawabnya memandang wajah sang ayah. "Tok tok tok!! suara pintu di ketuk. Aira memiringkan wajahnya menatap ke arah pintu, begitu juga dengan ayahnya Aira menoleh ke arah pintu, " Mbok?" ucap Aira  "Tuan Rico, ada telepon dari kantor," ucap wanifa setengah baya yang biasa di sebut mbok Karsih, asisten rumah tangga. "Iya mbok, terima kasih," jawab Rico, ayahnya Aira. Mbok Karsih membungkuk sesaat, "neng Aira, mbok sudah siapkan s**u hangat." Aira langsung melepas pelukannya. 'Iya mbok!" seru Aira. Ia langsung berjalan mendekati mbok Karsih sambil membawa foto Layla, lalu mereka berjalan menuju ruang makan. Rico berdiri mematung, menatap punggung Aira hingga hilang di balik pintu, "kesukaanmu..kebiasaanmu..semua ada di putrimu, Layla sayang," gumam Rico matanya berkaca kaca. "Tidak..aku tidak boleh menunjukan kesedihan yang telah lama aku sembunyikan dari Aira," ucapnya lagi, ia usap wajahnya lalu melangkah keluar kamar. *** "Masak apa ma?" tanya Aditya, tangannya terulur hendak mencomot bolu bakar yang baru saja di angkat dari dalam oven. "Pukk!!" Mama Aditya langsung menepuk tangan Aditya, hingga Aditya menarik tangannya dan mengusap pelan, "sakit ma.." rengek Aditya. "Kamu itu makaaan terus," mata mama Aditya melotot ke arah Aditya, putra semata wayangnya yang doyan makan. "Nanti kamu tambah genduuut," mamanya Aditha mencubit gemas perut Aditya. "Aww! Sakit ma!" seru Aditya mengusap perutnya yang sedikit gendut. "Mama Sila pelit!" Aditya memajukan bibirnya sambil melihat lihat makanan di atas meja. "Ma..makanannya kok banyak banget, buat Adit semua ya?" Aditya nyengir kuda sambil mengusap perutnya. "Bukan Adit.." ucap Sila, istrinya Raiden. "Ini makanan buat Aira, nanti kau antarkan ke rumahnya ya."  "Oke siap ma!" Aditya mengangkat satu tangannya memberi hormat pada Sila. Semenjak Layla tiada, Sila selalu bersikap baik dan perduli terhadap Aira. "Hei! Kalian sedang apa?!" sapa Raiden dari arah pintu dapur. Sila dan Aditya menoleh ke arah suara. "Ini Pa..mama buatkan kue bolu untuk Aira," jawab Sila, sambil memasukkan kue ke dalam kotak makanan. "Mana..papa mau.." Raiden mengambil kue di atas piring, di ikuti Aditya. "Pukk!" tangan Aditya kembali di sentil Raiden. "Hah? Papa sama Mama..sama saja." Aditya duduk di kursi menatap Raiden yang asik makan kue bolu. Mata Aditya mengikuti pergerakan tangan Raiden  membuat dia menelan air liurnya sendiri. "Kamu tuh, jangan kebanyakan makan..nanti perutmu tambah gendut," ucap Raiden menggoda Aditya. "Kalau kau gendut..nanti tidak ada gadis yang mau dekat sama kamu."  "Anak sama bapak kok sama sama kelakuannya tukang makan," gerutu Sila menatap piring, kuenya telah di habiskan Raiden. "Itu gara gara kau rajin masak..jadi kami doyan makan..betul tidak nak?"  ucap Raiden menatap Aditya mencari dukungan. Tapi Aditya tidak mau mendukung papanya. "Alasan Papa saja, Ma," ucap Aditya. Raiden matanya mendelik menatap Aditya yang tertawa kecil. "Sudah jangan banyak alasan," ucap Sila. "Aditya..nih antarkan makanan ini ke rumah Aira." Sila memberikan dua kotak makanan pada Aditya. "Siap ma!" Aditya memberikan hormat lalu ia bangun dan mengambil kotak makanan dari tangan Sila. "Adit kerumah Aira dulu ya Ma!" Aditya langsung ngeloyor ke luar ruang dapur. "Anakmu pa..gayanya mirip kamu saja," ucap Sila, ia duduk di samping Raiden. Raiden diam saja, ia hanga tertawa kecil menanggapi ucapan Sila. Raiden teringat persahabatannya dengan Layma, dan bagaimana ia jatuh bangun untuk mendapatkan cinta Layla, tapi tak pernah kesampaian. Dan Raiden barj menyadari kalau persahabatannya dulu dengan Layla, berlanjut pada putranya dengan Aira. Raiden kembali tetingak akan sosok Kei, sosok pria yang di cintai Layla hingga ajal menjemput. "Apa kabarnya dia?" ucap Raiden pelan, dengan tatapan kosong ke depan.  "Siapa?" tanya Sila. "Kei.."  Sila mengangkat ke dua bahunya, "aku tidak tahu." Sila dan Raiden terdiam, ia teringat masa lalu, tujuh belas tahun yang lalu. Saat saat penuh perjuangan dan air mata. Hari hari yang melelahkan dan menguras air mata. Layla berjuang antara hidup dan mati demi melawan kanker otaknya juga bayi di dalam kandungannya. Tapi apa hendak di kata, perjuangan Layla berakhir di meja operasi setelah ia melahirkan seorang putri dan meninggalkan laki laki yang ia cintai. "Kenapa bengong?" tanya Sila menatap lekat wajah Raiden. Raiden menarik napas dalam dalam lalu ia hembuskan perlahan. "Tidak apa apa, aku hanya teringat akan masa lalu, dan bagaimana kabar Kei setelah ia menvhilang sekian lama?" ucap Raiden. Sila menggelengkan kepala, "aku tidak tahu, mungkin anak anaknya sudah sebesar Aditya," jawab Sila sambil mengaduk kopi yang ada di atas meja.  *** "Aira!" Aditya berdiri di depan pintu rumah Aira yang pintunya terbuka. "Nak Adit?!" sapa Rico langsung menghampiri Aditya. "Aira ada Om?" tanya Aditya menatap pria paruh baya di hadapannya. "Aira ada di dalam baru saja selesai latihan karate," jawab Rico, matanya terarah menatap kotak makanan yang di bawa Aditya. "Kau bawa apa?" tanya Rico lagi. "Oh..ini kue dari mama buat Aira," Aditya mengangkat kotak makanan lalu ia berikan pada Rico. Rico mengambil kotak makanan di tangan Aditya. "Terima kasih ya, sampaikan sama mama kamu," ucap Rico. "Ayo masuk." Rico mempersilahkan Aditya masuk ke dalam rumah. "Aira!"  Aira yang ada di dalam kamar langsung keluar, "iya ayah!" seru Aira, ia lambaikan tangan saat melihat Aditya. Aditya langsung berjalan menghampiri Aira. Sementara Rico membawa kotak makanan ke dapur. "Ngapain kau kesini?" tanya Aira berjalan ke arah balkon bersama Aditya. "Aku bawain makanan buatmu dari mama," ucap Aditya lalu duduk di kursi. Di ikuti Aira duduk berhadapan. "Jadi kangen mama Sila..mama Sila baik baik saja kan Dit?" tanya Aira. Aditya menganggukkan kepala, matanya menatap ponsel milik Aira yang tergeletak di atas meja. "Tung! suara pesan dari ponsel milik Aira. Aira mengambil ponsel di atas meja lalu membuka layar ponsel.  " Dari Gery," ucap Aira malas. Aditya memajukan bibirnya menatap ke arah Aira, "cowok yang sok populer itu?" ejek Aditya. "Hu,um." Aira menganggukkan kepala sambil membaca pesan dari Gery. Aditya mengibaskan tangannya ke wajah Aira, "halah! Paling ceweknya juga banyak." Aira tertawa kecil mengalihkan pandangannya menatal Aditya, "dari pada kaj, Adit," kata Aira. Aditya menunjuk hidungnya sendiri, "aku kenapa?" tanya Aditya. "Jomblo! Aira tertawa terbahak bahak melihat wajah Aditya yang cemberut. Aditya memajukan bibirnya sambil menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Aditya menganggukkan kelala sambil tertawa keci. " Tung! suara ponsel milik Aira kembali berbunyi lagi, namun Aira memilih mematikan ponselnya dan berbincang bincang dengan Aditya hingga malam menjelang. Tak lama kemudian Aditya berpamitan pulang. "Om..Aira..aku pulang dulu ya."  Aira dan Rico menganggukkan kepala, "iya Dit..sampaikan sekali lagi terima kasih buat mama sama papa kamu." "Siap Om!" Aditya mengangkat tangannya hormat. Kemudian Aditya melangkahkan kakknya meninggalkan rumah Aira. Aira tersenyum lalu menutup pintu, ia berjalan masuk ke dalam rumah sambil memeluk pinggang sang ayah dengan manja.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD