02| Hukuman Raka

1180 Words
RAKA WIJAYA atau yang kerap kali di panggil Raka itu, sampai dikelas nya, untung dia tidak terlambat datang ke kelas. Guru yang akan mengajarpun terlihat belum datang. Terlihat dari suasana kelas yang masih ramai bagai hajatan.  Raka membungkuk dengan nafas tersenggal-senggal. Kedua tangan nya ia tumpukan di lutut kaki. Tangan kanan nya sesekali mengelap keringat yang ada di dahi. Setelah nafas nya mulai normal, Raka berjalan dengan gontai ke bangku pojok dekat jendela. Ia kelelahan, ini semua gara-gara gadis aneh yang ia temui di koridor tadi.  Saat sudah dibangku nya Raka menenggelamkan wajah di kedua lipatan tangan nya. Ia akan tidur sebentar, tapi baru saja ia menutup mata. Raka kembali membuka mata nya. Ia hanya mendengus pelan dia tau siapa yang akan berteriak seheboh dan sepagi ini,namun dia berusaha untuk tidak peduli dan tetap bertahan pada posisi ternyaman nya. "RAKA WOY, BANGUN NGGAK, LO? PAGI-PAGI UDAH TIDUR AJA, PAMALI RAKA!!" teriak nya saat sudah berada di hadapan Raka, ia bertolak pinggang menggelengkan kepala berulang kali.  "Kebo banget nih anak, susah banget," gerutu nya kesal karena Raka tak bangun, atau sekedar menggerakan tubuh nya.  "WOY RAKA!!!!!" "RAKAAAAAAAAA!!!"  Raka menatap teman sialan nya itu garang. "Berisik, pagi-pagi udah kaya emak-emak kurang belaian aja tau nggak?!" sentak Raka yang kini sudah berubah posisi nya menjadi terduduk.  "Gue Rafli bukan emak-emak!! Mana ada emak-emak ganteng?" tanya Rafli sambil menaik turunkan alisnya. Merasa tampan adalah kelebihan nya.  Raka mendengus pelan, kenapa juga ia harus mempunyai sahabat seperti Rafli? Raka tidak mengerti, jika ditilik dari manapun tidak ada yang spesial dari teman nya itu, meski lumayan tampan, tapi jika otak nya kosong percuma juga. Raka menggeleng heran, lebih aneh lagi, kenapa juga dulu ia mau menerima Rafli menjadi sahabat nya?  Heran sekali.  "Raka, nyontek PR matematika lo dong," ucap seseorang yang tiba-tiba datang dengan muka yang dipenuhi oleh air keringat.  Raka mendongkak, melihat wajah orang itu dengan keringat yang membanjiri wajah nya. Raka terkekeh pelan. "Becek amat tuh muka," ejek Raka.  "Udah, nggak usah hina muka gue." Riko jadi kesal sendiri, karena wajah nya di lecehkan. Riko tak terima. Ingat wajah nya tak sejelek Rafli, tapi, memang tidak setampan Raka. "Mendingan sekarang lo kasih tahu PR matematika lo," todong Riko dengan senyum menjengkelkan nya.  Raka mendengus pelan. "Ribet setan, bentar," jawab Raka, namun tetap dengan baik hati mengambil tas nya lalu menyimpan nya di atas meja. Mencari buku nya. Rafli dan Riko bersorak gembira. Raka mencari buku matematika yang ada berada di dalam tas nya namun nihil buku tersebut tidak Raka dapati dalam tas nya. Raka terus mencari, tapi hasil nya sama. Buku itu tidak ada di san.  Raka mulai kesal sendiri wajah nya mulai panik.  "Ko nggak ada?" tanya Raka. Melihat wajah sahabat nya yang panik Rafli dan Riko juga ikut panik.  "APANYA YANG NGGAK ADA KA?!" tanya Rafli dan Riko berbarengan dengan secara berteriak. Tenang kelas memang sudah di anggap seperti hutan oleh mereka.  "Buku matematika nya bodoh," jawab Raka masih terus mencari buku nya. Raka terdiam, otak nya berputar ke belakang. Ia mengumpat pelan. Pasti buku nya jatuh gara-gara bertubrukan dengan gadis yang di temui di koridor tadi.  Buku nya pasti jatuh gara-gara ditabrak cewe aneh tadi.  Batin nya berasumsi Raka berdiri secara tiba-tiba membuat Rafli dan Riko terlonjak kaget. Raka berniat pergi ke koridor yang tadi di lewati nya, siapa tau buku nya masih ada disana, semoga saja.  Raka berdecak, ketika keberuntungan tidak berada di pihak nya, baru saja Raka akan melangkahkan kaki nya, guru matematika yang terkenal galak itu datang dan menyuruh semua nya untuk duduk di bangku masing-masing. Raka meneguk saliva. Tidak ada pilihan lain, Raka mundur, lalu duduk kembali di bangku nya.  Guru itu menatap satu persatu murid nya tajam. Guru yang satu ini benar-benar teliti, mata nya bahkan sangat jeli.  "Kumpulkan pekerjaan rumah kalian,"ucap guru itu lalu duduk di kursi nya.  Semua nya berdiri lalu maju ke depan untuk mengumpulkan pekerjaan rumah mereka. Terkecuali ketiga orang lelaki yang kini tengah berkeringat dingin sambil menyalahkan satu sama lain.  "Raka, Rafli, Riko mana pekerjaan rumah kalian?" tanya Pak Budi sembari bertolak pinggang mata nya menyorot tajam. Raka, Rafli, dan Riko menelan saliva mereka dengan susah payah. "K-kita i-itu Pak anu kita," jawab Raka gelapan dia bingung mencari jawaban, sedangkan kedua sahabat nya malah hanya diam saja dengan muka ketakutan. "Kenapa dengan anu kalian?" tanya Pak Budi terlihat ambigu, hingga semua nya mulai menahan tawa. Rafli mengangkat tangan kanan nya. "Kita tidak mengerjakan PR Pak, maaf kita tahu kita salah, karena kita lelaki, jadi kita salah."  Pak Budi mengangkat sebelah alis nya."Apa lelaki pantas salah?"  Rafli mengangguk takut-takut. "Iya Pak, karena hanya perempuan yang selalu benar."  Guru tersebut mendengus kasar sudah tidak mengerjakan PR, banyak pula alasan. Dasar murid nya. "Hormat pada bendera sekarang," perintah Pak Budi menahan emosi nya.  Rafli malah menggeleng. "Saya mau hormat sama orang tua aja, Pak,"  "HORMAT SEKARANG!!" teriak Pak Budi sudah tidak bisa lagi menahan emosi nya yang sedari ia tahan.  Raka, Rafli, dan Riko langsung terlonjak kaget saat mendengar teriakan lantang dari Pak Budi, mereka langsung keluar sambil berlari terbirit-b***t keluar kelas untuk hormat kepada bendera. Teman-teman di kelas hanya mampu menahan tawa.  Raka, Rafli dan Riko tengah berada di lapangan mereka sedang hormat pada bendera. Keringat bercucuran di pelipis mereka bertiga. Sesekali mereka akan mengelap keringat nya, dengan tangan kanan mereka.  Raka merasa gerah juga panas. Sekarang terik nya sang mentari begitu menyengat pada kulit. Raka mulai kehausan tenggorokan nya kering seperti nya dia butuh asupan cairan yang berupa minuman untuk menyegarkan tenggorokan nya. Es kelapa seger kayanya.  Batin Raka sambil memegang tenggorokan nya. Jakun nya naik turun menandakan kalau ia haus berat. "AH GUE HAUSSSSSS!!" teriak Rafli dengan histeris. "Gue Juga," sahut Riko sudah mulai lemas. "Gue tuh nggak bisa diginiin, lebih baik gue gantung diri aja kalau gini cara nya," rengek Rafli dramatis. "Serius lo mau gantung diri? Yaudah,  cepetan entar biar gue live di **,wahhh pasti follower gue tambah banyak nihh!!" ucap Riko dengan semangat.  Rafli menganga tak percaya bahwa teman nya bisa bicara seperti itu. Rafli mendengus kasar. "Lo kok gitu si sama temen? Lo nggak sedih nanti gue mati?" tanya Rafli mulai dengan segala ke dramatisan nya.  "Enggak." jawab Riko sekenanya.  Raka hanya diam tidak mau ikut campur dia sedang kehausan suara nya takut habis jika banyak bicara, lebih baik dia diam saja. "Lo juga Ka, lo nggak bakal sedih, kalau gue mati?" tanya Rafli pada Raka yang diberi gelengan malas oleh Raka. Rafli menatap kedua teman nya secara bergantian bisa-bisa nya ia dipertemukan dengan orang-orang tidak berhati seperti mereka.  "OK FINE!!" teriak Rafli kesal. "Kenapa lo?" tanya Riko so polos.  "Nggak," jawab Rafli singkat. "Nggak usah kaya cewek kalo ditanya jawab nya pasti gitu bilang nya nggak papa padahal ada apa-apa," cerocos Riko tak menatap wajah Rafli.  "Gue bilang gue nggak apa-apa." Rafli sedikit berteriak. "Kok lo nyolot, sih?" tanya Riko sudah mulai geram.  "Lo yang nyolot." "Lo tuh." "Lo." "Lo po—," ucapan Riko terpotong karna tiba-tiba Raka memotong ucapan nya  "Berisik!" sentak Raka akhirnya ia bersuara juga. Raka sudah terlalu lelah. Telinga nya sudah benar-benar sakit karena mendengar ocehan tidak jelas dari teman-teman nya.  ****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD