Gadis Kecil

1711 Words
"She's completely unexplainable. You think she's the good girl, but once you get to know her, you relize she's everything. She's crazy, she's funny, she's honest and you never know what she'll do next." *** Mata Shaka masih sibuk mencari sosok seorang gadis yang katanya akan tiba hari ini, di tangannya sudah ada selembar foto yang Wanda-ibunya-berikan tadi sebelum berangkat. Kalau di hitung mundur, berarti sudah enam belas tahun dirinya tidak pernah sama sekali mendengar kabar apalagi bertemu dengan gadis ini, apalagi sebenarnya Shaka memang belum pernah mengenalnya dengan baik secara langsung. Yang Shaka tau orang yang akan dia temui hari ini adalah anak dari teman ibunya, yang tiba-tiba saja berubah jadi calon istrinya. Tepatnya seminggu yang lalu, saat Wanda mengatakan pada Shaka untuk menikah dengan gadis ini. "Apa? Mami pasti bercanda, gak lagi ngomong serius, 'kan? Gimana bisa Mas nikah sama orang yang gak Mas kenal? Memangnya anaknya Mami ini kambing, main nikah-nikah aja." protes Shaka saat Wanda mengatakan hal yang sangat-sangat tidak masuk akal menurutnya. "Kamu kenal Mas Shaka ... lagi pula Mami sudah pernah bilang sama kamu, kalau sampai umur kamu 28 dan kamu masih juga tetap sendiri, Mami mau kamu nikah sama Keisha. Waktu itu kamu juga sudah setuju, 'kan?" Wanda mengingatkan Shaka pada ucapannya sendiri. "Mam... gimana kalau ternyata Keisha yang sudah punya pacar?" Pikir Shaka biasanya dalam perjodohan seperti ini, salah satu di antara keduanya akan memiliki kekasih. "Kamu pikir Mami gak konfirmasi Tante Hani dulu sebelum ngomong ini sama kamu? Tenang aja Mas, Keisha juga masih sendiri kok. Terakhir Mami ketemu juga anaknya masih sopan dan gemes banget kaya dulu, pokoknya Mami suka." Dengan penuh semangat Wanda meyakinkan Shaka, anak semata wayangnya. Sementara Shaka tidak menyangka kalau Wanda akan memilih calon menantu karena merasa gemas, alasan yang menurutnya tidak masuk akal. "Kalau Mami suka memangnya Mas suka juga? Keisha suka juga? Udah enam belas tahun sejak terakhir kali kita ketemu Mam ... itupun dulu Mas gak begitu kenal sama Keisha-Keisha ini, Mas cuma tau Keisha anaknya Tante Hani, cuma itu aja yang Mas tau soal dia. Aduh Mam ... beneran deh, masa di suruh nikah aja sih?" Rasanya Shaka sudah tidak tau lagi hal apa yang bisa menghentikan rencana Wanda untuk menikahkan dirinya ini. "Ya ... Mami juga gak tau sih, Mami bukan paranormal yang bisa main tebak-tebakan perasaan orang. Makanya minggu depan kamu ketemu sama Keisha, sekalian kamu cari tau sendiri dia suka sama kamu atau enggak. Mami sudah buatkan janji untuk kamu, jangan di batalin pakai alasan ada kerjaan ya ... jangan bikin Mami malu sama Tante Hani dan Keisha!" Intinya Wanda tidak menerima penolakan dengan alasan apapun, sehingga mau tidak mau Shaka harus menuruti keinginannya. Dan berakhirlah Shaka disini, sibuk menengok kanan kiri mencari orang di pintu kedatangan bandara Husein Sastranegara. Dirinya mendapat info dari Wanda kalau Keisha hari ini sampai Bandung jam 11 siang dan masih berdasarkan info dari Wanda, Keisha datang dari Surabaya. Tapi walaupun pesawat yang di tumpangi Keisha sudah mendarat tiga puluh menit yang lalu, batang hidung Keisha masih belum terlihat sampai saat ini. Shaka sudah pegal dan bosan karena menunggu. "Mas Shaka?" Seorang gadis dua puluh tahunan menyapa Shaka, kacamata hitam terselip di antara rambutnya yang terlihat berantakan karena diikat asal. "Keisha?" Tanya Shaka ragu, karena gadis ini terlihat berbeda dari foto yang di berikan Wanda. "Iya Mas, saya Keisha. Saya pikir bukan Mas Shaka, makanya gak langsung saya samperin dari tadi." Keisha mengulurkan tangan kanannya mengajak Shaka berjabat tangan, sementara tangan lainnya penuh dengan barang bawaannya. Shaka membalas jabatan tangan Keisha singkat, dirinya masih tidak menyangka kalau gadis di hadapannya ini adalah Keisha yang Wanda maksud. Jika dilihat sekilas, gadis ini terlihat berbeda dari foto yang Wanda berikan. Tapi jika di perhatikan lebih seksama baru akan terlihat kemiripan wajahnya, karena gadis ini terlihat lebih langsing dengan kulit yang juga lebih cerah, jauh berbeda dari yang terlihat di foto. Sebagai pria normal yang akan tertarik pada penampilan, Shaka mengakui kalau gadis dengan rambut hitam ini terlihat sangat menarik. Sebagai sopan santun Shaka membantu Keisha membawakan kopernya, gadis itu memang terlihat sedikit kerepotan dengan barang-barang bawaannya. Begitu sampai di depan mobilnya, Shaka langsung memasukan barang-barang Keisha ke bagasi. Di dalam mobil tidak ada lagi pembicaraan di antara mereka dua, suasananya benar-benar berubah canggung. Untuk sedikit mencairkan suasana Shaka menyalakan audio di mobilnya, lagu-lagu favorit Shaka mengisi keheningan di mobil itu. "Kalau kamu terlalu capek, saya bisa langsung antar kamu pulang ke rumah." tawar Shaka saat mobilnya terhenti lampu merah. "Kalau kita langsung pulang nanti di omelin sama ibuku, sama maminya Mas Shaka juga. Gak apa-apa Mas, mendingan kita jalan dulu aja." Keisha lalu tertawa kecil saat membayangkan omelan dari kedua ibu-ibu paruh baya, yang cerewetnya kalau sudah duet pasti bisa bikin sakit kepala. Shaka juga ikut tertawa mendengar jawaban Keisha, tentu dirinya juga tau betul Wanda akan menceramahinya sepanjang hari kalau sampai hanya mengantar Keisha pulang ke rumahnya tanpa jalan-jalan. Sebelum berangkat tadi Shaka sudah memilih tempat makan untuk di jadikan tempatnya mengobrol dengan Keisha. Mencari tempat yang cukup tenang untuk membicarakan masalah pernikahan, karena memang topik itulah yang akan mereka bicarakan nanti. "Kamu sering keluar kota?" tanya Shaka saat pelayan yang mencatat pesanannya telah pergi. "Enggak sampai setiap bulan keluar kota juga sih Mas, kalau lagi kepepet baru aku ambil kerjaan di luar. Kalau Mas Shaka sejak kapan di Bandung?" Nada bicara Keisha terdengar santai, sama sekali tak terdengar gugup atau malu-malu. "Lagi kepepet?" Shaka tertarik dengan kata-kata itu. "Iya ... kalau di Bandung lagi gak ada kerjaan, aku ambil kerjaan di luar kota." jelas Keisha yang di akhiri senyum ramahnya. "Oh gitu ...." Shaka mengangguk mengerti. "Saya baru dua bulan ini di Bandung. Terus soal..." Ucapan Shaka terpotong karena kedatangan pelayan restoran yang membawakan minuman pesanan mereka. "Tadi soal apa Mas?" Keisha menyeruput minuman di depannya. "Soal maksud orangtua kita ngatur pertemuan hari ini, kamu sudah tau?" Tanya Shaka hati-hati. "Hm ... ceritanya kita di jodohin gitu, 'kan Mas? Menurut Mas Shaka gimana?" Keisha asik sendiri mengaduk-aduk minumannya. Sementara Shaka sekarang sedang menatap tak percaya dengan sikap to the point Keisha ini, hampir pria ini tersedak minuman yang baru saja masuk ke tenggorokannya. "Saya ... masih perlu waktu untuk berpikir. Kalau kamu sendiri?" Sejujurnya Shaka ingin mengatakan kalau dirinya tidak setuju dengan perjodohan ini, tapi rasanya belum siap mendengar ceramah dari Wanda. "Kalau saya sih gak keberatan, 'kan orangtua pasti ngasih yang terbaik untuk anaknya. Selama Mas Shaka gak ada pacar atau orang yang lagi di tunggu, ya saya sih ok aja." Tidak ada keraguan dari kata-kata Keisha, tapi justru itulah yang malah membuat Shaka semakin ragu. "Kamu yakin? Gak mau di pikirin matang-matang dulu? Ini soal pernikahan loh Kei ...," Shaka memberi jeda, menunggu apa gadis itu akan memberikan tanggapannya. Setelah tidak ada jawaban Shaka kembali melanjutkan. "kamu juga gak begitu kenal saya, 'kan? Sudah enam belas tahun kita tidak bertemu, siapapun akan bilang kalau itu waktu yang sangat lama. Di tambah lagi kita belum terlalu mengenal satu sama lain, memangnya kamu gak merasa takut atau gimana gitu?" Shaka heran dengan sikap Keisha yang terlalu tenang ini. "Hahaha ... Mas Shaka takut sama saya? Tenang aja Mas, saya masih makan nasi kok belum makan orang." canda Keisha saat melihat ekspresi Shaka yang menurutnya lucu. "Bukannya saya takut sama kamu ...," Lagi-lagi ucapan Shaka terpotong dengan kedatangan pelayan yang membawakan makanan pesanannya saat dia akan melanjutkan omongannya. "Setidaknya kamu harus kenal dulu sama calon pendamping hidup kamu, jangan langsung terima aja." Lanjut Shaka. "Kan saya sudah kenal, namanya Wishaka Daniswara, anak dari ibu Winda dan bapak Agus. Kalau yang Mas Shaka maksud dengan mengenal itu seperti tau kebiasaan dan hal-hal kesukaannya, saya bermaksud mengenal itu setelah menikah." sahut Keisha lancar, membuat Shaka kehabisan kata untuk mendebat. "Mas Shaka punya pacar?" tanya Keisha yang di jawab gelengan kepala Shaka. "Mas Shaka lagi nungguin seseorang?" Kembali di jawab gelengan kepala oleh Shaka. "Mas gak takut sama saya, gak punya pacar dan gak lagi nunggu seseorang. Buat saya sih Mas Shaka udah ok, kalau Mas Shaka merasa gak ok sama rencana orangtua kita Mas ngomong sendiri ya ... saya gak pinter ngomong soalnya. Ayo kita makan dulu!" tutur Keisha lalu memulai ritual makan siangnya yang sudah melewatiwaktu yang seharusnya. Wow, gak pinter ngomong? Dari tadi nyerocos mulu, sampai skakmat gue. Pikir Shaka dalam hati. Sambil menyantap hidangan yang tadi di pesan, Shaka sesekali mencuri pandang ke arah Keisha, pria ini benar-benar tak menyangka dengan perubahan gadis kecil yang duduk di hadapannya sekarang. Dulu Keisha sering datang ke rumah Shaka dengan keringat yang memenuhi wajahnya, menyusul ibunya yang sedang mengobrol dengan Wanda. Sebelum keluarga Shaka pindah ke Kalimantan, rumah mereka berdua berdekatan. Shaka adalah tipe anak rumahan yang lebih suka main PlayStation di dalam kamar ketimbang lari-lari di luar rumah, sedangkan Keisha adalah tipe anak yang akan menjemur dirinya di tengah terik matahari dari pada tidur siang di rumah. Karena itulah dulu kulit Keisha benar-benar terlalu kecoklatan untuk ukuran anak perempuan dan sifatnya pun pemalu juga sedikit bicara, tidak seperti saat ini. Shaka ingat hari dimana Wanda pertama kali membahas tentang perjodohan mereka. Saat itu umur Shaka 12 tahun dan dia tidak begitu tau berapa umur Keisha, yang jelas Keisha benar-benar terlihat sebagai anak kecil di mata Shaka. Shaka yang sedang main game  di kamarnya samar-samar mendengar obrolan Wanda dan Hani, mereka sedang membicarakan tentang rencana kepindahan keluarganya ke Kalimantan. Lalu seperti biasa tiba-tiba Keisha datang, tapi tak seperti biasanya Wanda memanggil Shaka keluar untuk bertemu dengan Keisha. "Mas Shaka ... kesini dulu sebentar sayang." Suara Wanda lembut tapi cukup untuk memangil Shaka keluar dari kamarnya. "Kenapa Mam?" tanya Shaka sambil berjalan menghampiri Maminya.. "Sini Kei! Salim dulu sama Mas Shaka, Nak." pinta Wanda yang diikuti Keisha, Shaka terdiam di tempatnya. Dengan malu-malu Keisha mengajak Shaka berjabat tangan. Setelah menjabat tangan, Keisha yang waktu itu baru berusia 8 tahun berlari ke pelukan Hani. "Loh kok gitu salimnya? Cium tangan dong sayang ...." bujuk Wanda. "Enggak mau, malu ...." tolak Keisha. "Gak jadi dong Mami jodohin kalau gak mau cium tangan Mas Shaka." goda Wanda pada Keisha yang sudah sibuk bersembunyi di balik tangan Hani, Shaka yang tadinya juga melihat ke arah Keisha langsung menatap Wanda merasa tidak suka dengan ucapan Maminya. "Tuh kata Mami ... memang gak mau di jodohin sama Mas Shaka?" tanya Hani pada pada anak perempuannya yang masih sibuk bersembunyi. "Gak apa-apa." jawab Keisha lalu kembali menyembunyikan wajahnya di balik tangan Hani. Wanda dan Hani tertawa gemas melihat kelakuan Keisha, dan Sakha yang sudah merasa tidak di perlukan lagi keberadaannya pamit kembali masuk ke kamarnya. Tapi baik Shaka ataupun Keisha sama sekali tidak pernah berpikiran kalau orangtua mereka benar-benar serius mengenai perjodohan ini. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD