Bab 1 Tidak

1881 Words
PENGUMUMAN Pihak Berwajib Kok Tidak Peduli Kemarin saya pulang dari kerja dengan bus. Di jalan pulang, saya melihat ada pertengkaran kecil di seberang jalan yang saya lalui. Saya tidak tahu persis apa yang orang-orang itu perdebatkan, tapi saya merasa prihatin. Jalan tersebut memiliki CCTV di sisi samping jalan dan lokasinya kebetulan sekitar dua ratus meter dari seorang polisi tanpa seragam. Namun hal yang membuat saya bingung adalah kenapa polisi tersebut (BU) tidak mencoba melerai pertengkaran itu. Meskipun bukan dari unit Satlantas, tugas polisi adalah menjaga keamanan dan kenyamanan lingkungan. Saya benar-benar tidak mengerti kenapa BU ini tidak memberikan respon apapun, bahkan saat kendaraannya melintasi lokasi pertengkaran. Tertanda Bani, Andi Rudi. ** Diabaikan Aparat Saya benar-benar gatal untuk menulis ini. IPTU Bintang Utara, polisi yang kita kenal baik dan berbakat, lagi-lagi mengabaikan tugasnya sebagai seorang polisi. Kenalan saya menceritakan pengalamannya saat melaporkan sebuah kasus pada petugas kepolisian. Saat itu, tiba-tiba Bintang Utara ini datang dan mengatakan kalau kasus yang kenalan saya ajukan tidak seharusnya dilaporkan pada pihak yang berwajib. Bukankah ini keterlaluan? Di mana semboyan polisi mengayomi masyarakat? Apa orang ini tidak punya integritas sama sekali? Biar masyarakat saja yang menilai. Tertanda Usman, Andi Rudi. ** Efisien Kali ini saya tidak akan menulis banyak. Hanya menyimpulkan dari dua pendapat saya sebelumnya. Pangkat IPTU memang tinggi, tapi juga rendah. Jika polisi dengan pangkat tanggung seperti Bintang Utara saja tidak becus dalam menjalankan perannya sebagai polisi, lalu bagaimana dengan tempatnya bekerja? Itu berarti Polres Tegal Kota tidak efisien dalam bekerja maupun mendisiplinkan anggotanya. Tertanda Diki, Andi Rudi. ** Tiga iklan pemberitahuan yang diterbitkan koran Harian Rakyat Tegal dijejerkan di atas meja. Mata tajam Bintang menatapnya dengan perasaan yang tak bisa dikatakan. Dia bingung apa cara yang tepat untuk mengatasi hal ini. Seseorang ingin mencemari nama baiknya. Jika seseorang mengklaim telah dicemari nama baiknya oleh orang lain, maka mereka pasti akan melaporkan hal ini pada pihak yang berwajib, polisi. Lalu bagaimana kalau yang dicemari nama baiknya adalah seorang polisi? Bintang tak pernah mengira karirnya akan berada di ujung tanduk secepat ini. Awalnya dia tidak ingin menghiraukan pengumuman tidak bertanggung jawab ini. Tapi setelah dua minggu berlalu sudah tiga iklan muncul dan bahkan isinya bertambah parah. Hari ini, Bintang berencana untuk kembali ke kantor Kapolres. Empat hari yang lalu, berbarengan dengan datangnya iklan ketiga Bintang dipanggil ke kantor Kapolres untuk mendapatkan tugas baru. Bintang mendapat tugas untuk menyelesaikan kasus pencemaran nama baik yang ia derita. Sudah empat hari. Tapi masih belum ada surat tugas dan pembentukan tim penyelidikan. Bintang mengemasi tumpukkan kertas di atas meja kerjanya. Mengambil jaket kulitnya dan keluar dari kantor untuk menemui Kapolres. Sudah lebih dari lima tahun Bintang menjadi seorang polisi. Dia sebenarnya punya cukup banyak teman dan disegani oleh juniornya. Di jalan menuju kantor Kapolres, banyak orang yang tersenyum dan menyapanya. Namun tak jarang juga yang meberinya tatapan sinis.  Kantor Polres Tegal Kota berjarak empat koma lima kilometer dari pusat Kota Tegal. Letaknya pun cukup strategis. Setiap hari kantor polres ini selalu penuh dengan orang-orang. Warga Kota Tegal mengenal Bintang dengan cukup baik. Bintang berpangkat IPTU sekarang. Dan dia tidak pernah mengabaikan tugas sekecil apapun. Hari ini sebenarnya adalah waktu libur Bintang. Dia tetap berangkat ke kantor karena masalah iklan ini. Meski berangkat, dia enggan memakai seragam dan berakhir memakai pakaian kasual. Setelah berjalan beberapa meter, Bintang akhirnya sampai di depan pintu kantor kapolsek. Dia mengulurkan tangan dan mendorong pintu kaca berwarna hitam itu. Hal pertama yang Bintang lihat bukanlah ruang tamu dengan satu set sofa yang lembut, melainkan wajah seorang pria dewasa dengan rahang mengeras. Bintang sangat ingin menutup kembali pintu itu dan pergi seolah tak pernah melihat apapun, tapi dia tidak bisa. "Ah... Pak Rizki. Selamat siang, Pak." Bintang menyapa singkat sambil tersenyum. Dia berjalan melewati Rizki dengan jarak yang cukup jauh. "Tunggu." Baru dua langkah jarak di antara keduanya, Rizki segera menghentikan Bintang. Refleks, Bintang berhenti. "Ya?" "Mau apa kau ke sini?" Suara Rizki sangat rendah dan ada sedikit nada sarkatis di sana. "Aku... saya mau menemui Pak Bayu." Bayu Pramudya adalah kapolres Tegal Kota sekarang. "Pak Bayu sedang tugas di luar kota. Apa yang kau inginkan?" Bintang berpikir sebentar. Dia benar-benar ditinggalkan oleh atasannya untuk menangani kasusnya sendiri. "Oh, saya ingin meminta surat tugas dan pembentukan tim." "Tugas apa?" "Tugas untuk menangani kasus pencemaran nama baik." "Nama baik siapa?" Bintang yang merasa dijustifikasi, "...." Jeda sebentar, Bintang kemudian menjawab, "Nama baik saya." Mata Rizki melirik ke arah Bintang yang semula menatap lurus ke depan seolah takkan pernah goyah. "Sepenting itukah?" "Hm... ini bukan tentang penting atau tidaknya. Sebagai pihak yang berwajib, bukankah sudah seharusnya kita menangani kasus pelanggaran hukum?" "Mn. Pak Bayu tidak akan memberimu surat tugas apapun." "Apa?" Bintang terkejut dan sedikit tidak percaya. Atasannya menyuruhnya untuk menyelesaikan suatu kasus tanpa surat tugas. Apa ini semacam tugas ilegal atau rahasia? Bintang bukan badan intel. "Pak Bayu tidak akan memberimu surat tugas apapun untuk menangani kasus pencemaran nama baik ini. Jika kau membutuhkan tim untuk menyelesaikan kasus, kau diberi hak untuk membentuk tim serta bertindak sendiri selama masih pada batas wajar. Tak ada penangkapan atau apapun. Hanya penyelidikan. Sisanya, tunggu bagaimana respon Pak Bayu." Setelah mengatakan semua yang perlu dikatakan, Rizki keluar dari kantor kapolres. Dia meninggalkan Bintang sendirian di sana. Wakapolres Tegal Kota yang sekarang, Rizki memang terkenal dengan sikap dinginnya. Bintang jarang berkomunikasi dengannya. Dia baru tahu kalau ingin mendapat informasi darinya harus memakan waktu yang cukup lama. Di mata Bintang, orang itu tipe yang penuh pertimbangan. Bintang berpikir kalau dia jadi penjahat, sebisa mungkin menghindari orang-orang berkepribadian seperti Rizki. Bintang mendengar dan mengerti semua yang Rizki katakan. Dia segera beranjak dari kantor kapolres. Mobil sigra hitam melaju di tengah keramaian kota. Bintang ingin segera pulang dan menikmati waktu istirahatnya yang berharga. Saat lampu lalu lintas berwarna merah, Bintang teringat dengan sindiran Andi dalam iklan, orang yang mencemarkan nama baiknya. Andi, dalam iklannya mengaku pernah melihat Bintang yang melewati sebuah pertengkaran di tepi jalan. Bintang melihat ke kanan dan kiri. Dia tidak menemukan apapun yang mencurigakan di pinggir jalan, seperti pertengkaran kecil misalnya. Dan sepanjang jalan dia terus meperhatikan sekitar dengan penuh perhatian. Sudah masuk pertengahan bulan. Hujan mulai turun dengan sering. Bintang keluar dari mobil saat gerimis mengguyur kota kelahirannya. Pintu kayu rumah nomor dua puluh tujuh itu dibuka. Bintang masuk dan menyalakan semua lampu di rumahnya dengan satu tombol. Mandi dan berganti baju. Bintang kemudian bermain ponsel sambil tiduran. Saat asyik bermain game, Bintang mendapat notifikasi dari grup Polres Tegal Kota di media sosial. Setelah menyelesaikan satu babak, Bintang keluar dari game online yang baru saja ia mainkan. Jarinya bergerak lincah dan membuka media sosial yang mengiriminya notifikasi beberapa menit lalu. Seorang polisi senior yang setiap tahunnya diberi tugas mendidik para junior baru mengirim satu balon percakapan. Dari pada balon percakapan, yang polisi senior itu kirim lebih terlihat seperti teks pidato panjang. Bintang sengaja melewati bagian pembukaan yang menurutnya tidak penting. Langsung menuju ke bagian utama, daftar nama polisi baru di Polres Tegal Kota. Bintang membaca dua puluh lebih nama para juniornya. Menurutnya nama-nama anak muda zaman sekarang sungguh sulit dibaca. Jadi dia langsung terjun pada bagian terakhir. Siapa sangka, Bintang berhenti sesaat untuk membaca sebuah nama yang menarik perhatiannya. "Yogi? Aku kira manusia modern tidak terlalu suka nama yang kuno." Di bagian akhir, namun bukan yang paling akhir, polisi senior itu menuliskan kalau mulai besok para polisi junior baru akan bertugas di kantor Polres Tegal Kota. Sejujurnya, Bintang sama sekali tidak peduli dengan hal itu. Jadi setelah melihat-lihat sebentar, Bintang tak menghiraukan sisa dari teks pidato panjang itu. Bintang selalu menghabiskan waktu liburnya dengan bermalas-malasan. Rumahnya berada di kompleks kecil yang jarang penduduk. Cukup jauh dari pusat keramaian. Dan sekarang setelah dia kembali tinggal sendirian, rumah itu mati sekali lagi. Bintang terlentang menghadap langit-langit kamarnya. Lampu kamar yang agak redup mengirimkan cahaya yang merata. Beberapa dari cahaya itu menabrak benda logam berwarna emas di jari manis Bintang, dan memantul. Perhatian Bintang teralihkan sepenuhnya. Dia melihat cincin itu dan termenung. Seharusnya rumah ini tak kosong seperti sekarang. Seharusnya dia tidak perlu menjalani hidup sendirian seperti sekarang. Kalau saja hari itu Bintang tidak melakukan kesalahan itu. Kalau saja dia bisa lebih mengendalikan diri. Pikiran Bintang kacau. Dia menyadari kalau dirinya tenggelam dalam halusinasinya lagi. Tak bisa dipungkiri, Bintang menyesal dengan keputusannya beberapa bulan lalu. Tapi mau bagaimana lagi. Semua sudah terjadi. Yang bisa dia lakukan hanyalah melangkah ke depan. Setelah kembali sadar, Bintang membuka kolom cari pada aplikasi yang menyambungkannya pada internet. Bintang mengetik beberapa kata, lalu menghapusnya. Menulis beberapa kata lagi, lalu menghapusnya lagi. Sejak iklan Andi yang pertama terbit, Bintang sudah mencari tahu latar belakangnya. Andi Rudi. Pria. Tiga puluh sembilan tahun. Menikah. Akuntan senior di PT. Bentang Buana. Alamat rumah Jl. Slawi Pos No. 56. Riwayat kejahatan, tidak ada. Seharusnya hidup Andi baik-baik saja dan bahagia. Untuk apa pria ini repot-repot mengusik kehidupan rumit Bintang? Bintang berpikir lagi. Tadinya dia ingin mencari tahu tentang tempat Andi bekerja, PT. Bentang Buana yang bergerak di bidang properti. Perseroan terbatas ini harusnya adalah cabang atau lebih tepatnya anak dari sebuah perusahaan besar di Jakarta. Tapi kemudian Bintang memutuskan untuk menyimpan ponselnya. Tangan kekar Bintang menggerayang mencari tombol lampu. Setelah menemukannya, Bintang menekannya hingga lampu kamar mati. Hanya ada kegelapan dan kesunyian di kamar sempitnya. Beberapa menit kemudian Bintang terbiasa denga kedua hal itu. Dia menatap langit-langit kamar yang kosong. Berharap menemukan sesuatu yang bisa memacu otaknya untuk berpikir. Sayangnya, kebiasaan buruk Bintang muncul. Dia benar-benar terlalu malas untuk berpikir. Bahkan hanya untuk mencari topik untuk ia pikirkan. Bintang membalik badannya, menghadap ke sisi kanan ranjang. Menghela napas panjang, Bintang memaksakan matanya untuk terpejam. Beberapa menit setelahnya, Bintang benar-benar tertidur. Tidak ada bulan yang menggantung di langit. Fase bulan baru membuat Kota Tegal terlelap dalam kegelapan. Jam demi jam berlalu. Hingga akhirnya sinar kekuningan pecah di ufuk timur. Meskipun hangatnya pancaran sinar matahari menembus sampai ke kulit Bintang, pria dengan hidung mancung dan dagu lancip ini masih saja belum bangun. Alarm di ponselnya berbunyi sejak satu jam yang lalu. Bintang selalu menyalakan alarm yang akan berbunyi tiap lima belas menit sekali, sampai waktu dia benar-benar tidak boleh tidur lagi. Alarm terakhir berbunyi. Bintang segera bangkit dan bersiap kembali ke kantor Polres Tegal Kota untuk memenuhi syarat pencairan gajinya. Tidak, bekerja. Sigra hitam kembali melewati jalanan beraspal. Kemarin, Bintang mendapatkan informasi kalau dia idiizinkan untuk membentuk tim penyelidikannya sendiri. Dan hari ini Bintang akan membentuknya. Jarum jam baru saja mencapai angka tujuh. Tapi di kantor Polres Tegal Kota sudah ramai warga sipil. Entah apa yang sebenarnya mereka inginkan. Bintang melewati orang-orang yang berhilir-mudik sepanjang jalan. Saat hendak duduk di kursinya, Bintang melihat kawan sejawatnya tengah membaca koran Harian Rakyat Tegal sambil meminum kopi yang asapnya masih mengepul. "Bro, free ya?" ucap Bintang untuk sekadar basa-basi. "Hm." balas pria dengan kemeja putih bergaris itu tanpa melirik Bintang. "Berita bagus apa hari ini?" "Tidak ada. Semuanya biasa." "Oh," Bintang mengangguk-angguk paham. Lalu, Bintang sengaja ingin mengambil kesempatan dalam kesempitan dengan berkata, "Berita kemarin isinya sangat bagus. Terutama dalam kolom iklan. Kebetulan, Pak Bayu memintaku mengurus sesuatu yang berhubungan dengan hal ini." Rekan kerja Bintang merasakan sinyal waspada. Rasanya dia tahu apa yang akan Bintang katakan selanjutnya. Berita tentang Bintang, yang dicemarkan nama baiknya oleh seseorang, dan tidak mendapat surat tugas apapun namun ditugasi untuk menyelesaikan sebuah kasus telah menyebar ke seluruh telinga di kantor Polres Tegal Kota. Sungguh kasihan. Padahal ini tahun kedua masa percobaan promosinya. Bintang yang merasa was-was juga melanjutkan, "Jadi, apa kau mau membantuku?" Ini dia! Tetangga tempat duduk Bintang itu berusaha tetap tenang. Dan dia menjawab dengan jelas, padat, dan singkat. "Tidak."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD