bc

True Love

book_age16+
835
FOLLOW
3.5K
READ
dark
brave
confident
drama
sweet
childhood crush
chubby
like
intro-logo
Blurb

Franda, Asya, dan Kirel berteman sewaktu mereka masih kecil. Rumah mereka yang berdekatan membuat ketiganya akrab. Selisih umur yang tak jauh berbeda, dengan Franda umur yang paling dewasa di antata mereka bertiga, yaitu selisih umur empat tahun.

Waktu kecil, mereka pernah mengubur cerita cinta yang mereka harapkan, selepas menonton kisah cinta para disney princess. Ketiganya menuliskan kisah cinta impian pada secarik kertas, lalu dimasukkan ke dalam botol yang akan dikubur. Ketiganya berjanji, kelak mereka dewasa, akan membuka kisah tersebut, untuk membandingkan dengan cerita cinta yang sudah dilaluinya.

Lambat laun ketiganya berpisah, dimulai dari Franda yang berpindah rumah terlebih dahulu, lalu Kirel menyusul. Yang masih tinggal di sana hanya Asya, yang kemudian memiliki tetangga baru, yaitu Silva.

Waktu terus bergulir hingga ketiganya memasuki fase dewasa. Saat itulah, mereka mulai mengukir cerita cinta yang tidak bisa dikatakan biasa.

chap-preview
Free preview
Prolog
Lembutnya sinar matahari pukul empat sore membuat para penghuni rumah bermain ke luar. Angin berhembus tidak terlalu kencang, suara pepohonan yang ada di tanam beberapa rumah tampak bergoyang. Jam seperti ini adalah yang paling disukai oleh anak-anak untuk bermain setelah mandi sore.   Suasana taman bermain di salah satu komplek perumahan sore itu cukup ramai. Beberapa anak berlarian, saling mengejar satu sama lain, ditemani ibu atau pengasuhnya yang menyuapi mereka makanan. Ada pula anak yang tampak asik bermain bola bersama teman sebayanya. Ayunan, perosotan, dan fasilitas fasilitas lain yang ada di taman tersebut semua dipenuhi oleh anak-anak yang bermain.   Tiga buah sepeda roda dua terparkir di samping pohon jambu. Tiga anak perempuan berjongkok di dekat pohon jambu tersebut, tampak asik menyerok tanah yang ada di sekelilingnya.   Kirel, anak perempuan yang dikucir dua, berumur tujuh tahun, kelas dua SD. Matanya bulat, hidungnya tidak mancung, tapi terlihat lucu. Bibirnya kecil, membuatnya saat mengerucut akan terlihat menggemaskan. Kulitnya berwarna kuning langsat bersih.   Asya, rambutnya dikepang menyerupai bando, seumuran dengan Kirel, juga sekelas. Asya lebih tinggi sedikit dari Kirel. Mata anak itu tidak bulat, tapi tidak juga sipit. Hidungnya mancung, bibirnya indah saat mengukir senyuman lebar. Pipinya agak tirus, dibandingkan Kirel yang lebih berisi.   Sedang yang terakhir, Franda, anak perempuan yang terlihat paling tinggi di antara ketiganya. Berumur sembilan tahun, kelas empat SD. Franda berkulit putih dengan wajah oriental, matanya kecil, hidungnya tidak mancung, tapi beriri tegak. Bibirnya tipis, membuat senyumnya terlihat cantik. Franda yang paling tinggi di antara ketiganya karena secara umur ia memang lebih tua dua tahun.   Ketiganya bersahabat karena rumah mereka yang tetanggaan. Mereka juga satu sekolah meski berbeda kelas - Franda maksudnya - Setiap hari mereka bermain bersama, dari mulai main di depan rumah, atau di rumah salah satu dari mereka, hingga main ke komplek yang jaraknya tidak terlalu jauh ini menggunakan sepeda kecilnya. Meski umur Franda terpaut dua tahun dengan Kirel dan Asya, tapi mereka tetap akrab satu sama lain.   "Kamu bawa gak botolnya?" tanya Kirel pada Asya yang berjongkok di sampingnya. Ia mengingatkan akan tugas Asya yang membawa botol kaca.   "Bawa, di tas aku." Asya membuka resleting dari ransel kecil yang sedari tadi digendongnya, lalu mengeluarkan botol tersebut.   "Kita belom nulis impiannya." Franda mengingatkan, perihal tujuan mereka bertiga yang menggali tanah di samping pohon jambu ini.   "Oh iya! Aku udah bawa pensilnya. Kamu bawa kertasnya gak?" Kirel kini menoleh pada Franda. Ia mengeluarkan pensil kecil dari saku celananya.   "Aku bawa buku, tadi nitip ke Asya, nanti disobek aja," kata Franda yang kini meminta buku dari tas Asya.   Ketiganya mengangguk.   Kirel memberikan pensilnya pada Franda, agar anak perempuan itu menulis impiannya terlebih dahulu.   Selagi Franda menulis tentang kisah cinta impiannya, Asya dan Kirel terus mengorek tanah dengan sekop mainan dan potongan genteng yang berserakan di sana. Menggunakan benda-benda yang tidak terlalu menancap di tanah, membuat gerakan mereka agak lambat. Terlebih mereka tidak punya tenaga yang besar, alhasil memang harus lebih sabar.   Ide tentang menulis kisah cinta impian ini berasal saat ketiganya menonton film disney princess. Dongeng tentang kisah cinta para putri dan pangeran, membuat ketiganya terkesan, hingga bercita-cita untuk menjadi para princess tersebut.   Hingga ide itu tercetuskan dari Franda, yang mengusulkan untuk menulis kisah cinta yang mereka inginkan saat sudah dewasa nanti. Sebuah kisah semanis negeri dongeng, dengan akhir bahagia menjadi tujuan mereka. Namun, mereka menjadi berpikir kreatif untuk menentukan jalan cerita masing-masing.   "Aku udah selesai," kata Franda, sambil merobek kertas dari buku tulisnya. Lalu menggulung kertas tersebut untuk dimasukkan ke dalam botol kaca yant tadi dibawa Asya. Lalu ia mengoper buku dan pensilnya pada Kirel.   "Wah, aku mau liat." Asya menatap Franda dengan mata berbinar, penasaran dengan apa yang ditulis Franda.   "Gak boleh dong! Nanti kita liatnya kalo udah besar, sambil mencocokkan apakah impian kita tercapai atau enggak." Franda menjelaskan perihal kesepakatan yang mereka setujui saat ide ini tercetuskan.   Asya memanyunkan bibirnya, ia ingat aturan itu. Namun, ia ingin melihat sebagai refrensi kisah impiannya. Sejujurnya, ia tidak tau apa yang diinginkannya perihal kisah cinta impian itu. Sudah beberapa hari ia berusaha memikirkan, serta membayangkan, kisah seperti apa yang ia inginkan. Namun, tetap saja Asya tidak menemukan jawabannya.   "Mana botolnya, Sya? Aku mau masukin kertasnya," pinta Franda.   Asya mengulurkan botol yang terbuat dari kaca, bekas s**u sapi murni yang biasa dibeli ibunya setiap pagi.   "Selesai! Giliran Asya." Kirel menyodorkan buku tulis milik Franda beserta pensilnya, setelah ia merobek kertas bertuliskan kisah cinta impiannya.   "Aku gak mau nulis di sini, nanti keliatan sama kalian." Asya berdiri, lalu izin untuk sedikit menjauh.   Franda dan Kirel hanya mencibir, padahal mereka tidak akan melihatnya.   Padahal, Asya juga hanya beralasan. Setidaknya ia butuh waktu untuk berpikir sendirian.   Asya berjalan menyusuri taman, lalu duduk di mainan berupa tangga yang membentuk setengah lingkaran. Asya naik ke atasnya, duduk di sana, sambil memikirkan apa yang mai ditulisnya.   Kisah cinta seperti apa yang diinginkannya?   Setelah berpikir cukup lama, akhirnya Asya menuliskan kisah cintanya pada buku tersebut. Ia tertawa kecil saat membayangkan kisah cinta yang ada di pikirannya. Pasti akan menggemaskan jika saat dewasa kelak, kisah ini benar-benar terjadi padanya.   Setelah menulis di buku tersebut, Asya segera turun dari tangga setengah lingkaran itu. Ia kembali pada teman-temannya yang masih berjongkok di tempat tadi, di sebelah pohon jambu.   "Nih." Asya menyerahkan buku pada Franda, serta pensil pada Kirel. "Mana botolnya?" tanyanya pada kedua sahabatnya itu.   Kirel mengambil boto kaca yang ia geletakan di sampingnya. "Ini." Ia mengulurkan botol tersebut pada Asya.   Asya membuka tutup botolnya, lalu memasukan sobekan kertas yang sudah ia gulung pada botol tersebut.   Setelah terisi tiga buah gulungan kertas, Asya memutar tutup botol untuk menutupnya.   Ditaruhnya botol tersebut pada lubang yang sudah digali, lalu tangan ketiga anak tersebut bergerak untuk menyiramkan tanah yang tadi mereka serok, untuk mengubur botol tersebut.   "Waah akhirnya selesai." Franda berseru girang, anak perempuan itu berdiri sebentar karena kakinya kesemutan terus berjongkok sejak tadi.   "Kita bukanya pas kapan?" tanya Kirel yang sudah ikut berdiri.   "Kapan yaa?" Asya tampak berpikir, dengan tangan mengetuk-ngetukan jari telunjuk kecilnya pada dagu.   "Pas kita SMA?" usul Franda.   "Jangaan, itu kita masih sekolah. Kata Mama, kalo masih sekolah gak boleh pacaran." Asya mengingat pesan ibunya.   "Pas kita umur dua puluh lima tahun? Kan udah besar tuh." Kirel memberi usul.   "Berarti umur aku dua puluh tujuh tahun?" Franda menghitung umurnya yang terpaut dua tahun dengan teman-temannya.   "Iya! Pasti kisah cinta kamu nanti udah banyak."   Franda tertawa kecil, lalu berkata, "Aku setuju."   Asya berpikir sebentar, ia tampak menghitung di umur dua puluh lima ia sedang menempuh pendidikan apa. Mendapati umur segitu mereka sudah lulus dari semua jenjang pendidikan, bisa jadi sudah menikah, akhirnya Asya menyetujui. "Aku juga setuju. Kita buka lagi pas umur aku sama Kirel dua puluh lima tahun, dan umur Franda dua puluh tujuh tahun."   "Kita harus nentuin tanggal nih." Kirel mengingatkan.   "Oh iya!" Franda tampak baru tersadar. "Gimana pas ulang tahun salah satu di antara kita?"   "Ulang tahun Kirel aja! Kan ulang tahun Kirel pas libur tahun baru." Asya mengusulkan.   "Iyaa bener! Kamu setuju gak, Rel?" Franda meminta pendapat Kirel.   "Berarti di ulang tahun aku yang ke dua puluh lima ya?" tanya Kirel memastikan.   "Iyaa!" Franda dan Asya menjawab bersahutan.   "Aku setuju." Kirel tersenyum cerah menyambut usul kedua sahabatnya.   Ketiga lalu tertawa bersama dengan riang.   Hari sudah semakin petang, melihat itu ketiganya bergegas untuk pulang ke rumah masing-masing, sebelum orang tua mereka menyusul. Sejak seusia itu, ketiganya sudah dibiasakan untuk disiplin waktu.   "Aku gak sabar deh nunggu ulang tahun Kirel yang ke dua puluh lima," kata Franda sembari mengayuh sepedanya di jalanan komplek.   Sepeda mereka berjalan bersisian, memenuhi jalanan komplek yang belum ramai oleh kendaraan bermotor, membuat ketiganya bebas untuk mengayuh sepeda di tengah jalan.   "Aku juga." Asya ikut menyahut.   "Dua puluh tahun lagi." Kirel berseru, mengingatkan rentang waktu yang mereka akan lalui.   Ketiganya terus berceloteh sepanjang jalan dengan kaki yang terus mengayuh sepeda. Terdengar tawa beriringan dari candaan mereka. Hingga ketiganya berpisah untuk pulang ke rumah masing-masing.   Persahabatan kecil itu terasa begitu indah, seolah akan berlangsung selamanya. Mereka berharap, persahabatan mereka tidak akan tergapus usia. Terlebih rumah mereka yang berdekatan, pasti akan lebih mudah berkomunikasi. Setiap hari pasti bertemu, meski nanti mereka tidak akan satu sekolah lagi saat SMP, SMA, maupun kuliah.   Namun, tidak ada yang bisa memprediksi takdir. Beberapa bulan setelahnya mereka harus menerima kabar pahit, bahwa Kirel dan keluarganya harus pindah ke luar kota.   Franda dan Asya terus menangis selagi Kirel hendak berangkat. Mereka tidak mau berpisah. Ketiganya terus menahan tangan Kirel untuk tidak masuk ke mobil orang tuanya.   "Kamu tinggal ama aku aja. Aku gak badung kok. Nanti kamu tidur di kamar aku, Rel." Asya berusaha menahan Kirel.   "Iyaa. Nanti kalo kamu bosen, kamu bisa tinggal di rumah aku." Franda berusaha untuk memberi usulnya.   "Nanti yang ngasih uang jajan aku siapa? Terus yang nyuapin aku?"   "Aku gak mau Kirel pergi." Asya mengelap ingus yang sudah turun dari hidungnya.   Orang tua mereka berusaha mati-matian menenangi anak-anaknya, agar mampu melepas Kirel. Meski jeritan tangis tak mudah untuk dihentikan, akhirnya mereka melepas kepergian Kirel dengan berat hati.   "Kirel inget ya! Ulang tahun kamu yang ke dua puluh lima!" Franda berteriak saat Kirel sudah memasuki mobilnya.   Sedang Asya tak mampu untuk berbicara lagi. Tangisnya tidak mau berhenti sampai orang tuanya kebingungan untuk menenangkan anaknya.   Di dalam mobilnya Kirel juga terus menangis, membayangkan hari-harinya akan berubah dan tidak bisa bermain lagi dengan teman-temannya.   Franda memeluk ibunya yang berdiri di sampingnya, ia juga menangis meski tidak sehisteris Asya.   Mobil Kirel akhrnya menjauh dari pandangan mereka, pertanda mereka benar-benar terpisah dari Kirel.   Setelah hari itu, setiap hari rasanya ada yang kurang. Asya dan Franda tetap bermain, tapi teringat akan Kirel. Mereka berharap untuk cepat dewasa agar bisa bertemu Kirel lagi.   ***   Setahun setelah kepergian Kirel, kabar duka menyelimuti keluarga Franda. Rumah Franda hangus terbakar, dilalap si jago merah. Beruntung pemadam kebakaran segera datang, membuat api tidak menyebar ke rumah lainnya. Namun, rumah Franda sudah rata dengan tanah.   Hal itu menyebabkan Franda dan keluarganya harus pindah rumah. Asya menangis sejadi-jadinya karena merasa ditinggalkan sendirian. Belum reda perpisahan dengan Kirel, ia harus berpisah juga dengan Franda.   "Kenapa aku ditinggal sendirian?" Asya memeluk Franda, enggan melepaskan sahabatnya itu.   "Aku juga gak mau ninggalin Asya. Tapi rumah aku ilang."   "Nanti aku main ama siapa?" Asya terus menangis, antara khawatir dan ketakutan. Ia tidak mampu membayangkan harus tumbuh seorang diri. Tanpa Kirep. Tanpa Franda.   Franda tak mampu menjawab, ia hanya menangis juga dipelukan Asya.   "Aku janji akan main ke sini buat nengok Asya." Franda berusaha menenangkan Asya.   Asya menatap Franda sangsi, tapi berusaha memercayai anak perempuan itu. "Janji ya?" Asya menyodorkan jari kelingkingnya.   "Janji."   Mereka kembali berpelukan dan mengurai tangisannya.   Dengan berat hati Franda berjalan ke arah orang tuanya, untuk ikut mereka pindah ke tempat yang baru. Tanah bekas kebakaran itu di jual karena orang tua Franda tidak sanggup untuk membangun bangunan baru. Mereka memakai uang hasil jual tanah itu untuk membeli rumah yang lebih kecil di pinggir kota.   Di tempat yang saling berjauhan, ketiga berharap hari ini akan tiba. Hari di mana mereka berkumpul bersama lagi, lalu mengeluarkan botol kaca berisi impian mereka.   Perpisahan itu tidak akan menyurutkan persahabatan kecil yang terjalin di antara mereka.   Asya berharap ia tak perlu pindah, agar sahabat-sahabatnya bisa kembali dan berkumpul di rumahnya. Agar sahabatnya dapat menemukannya dengan mudah. Itu adalah harapan terakhir Asya sejak ia ditinggal sendirian oleh sahabat-sahabatnya.   ***

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

ARETA (Squel HBD 21 Years of Age and Overs)

read
58.2K
bc

Me and My Broken Heart

read
34.6K
bc

Air Mata Maharani

read
1.4M
bc

PEMBANTU RASA BOS

read
16.3K
bc

Om Bule Suamiku

read
8.8M
bc

MANTAN TERINDAH

read
7.0K
bc

Rujuk

read
912.8K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook