bc

My Gravity

book_age18+
1.0K
FOLLOW
6.0K
READ
one-night stand
family
age gap
badboy
goodgirl
drama
scary
first love
supernatural
brutal
like
intro-logo
Blurb

Zachary Pramudya Sukarlan, setelah menghabiskan tahun-tahun di New York dan terlarut dengan patah hatinya, akhirnya ia pun memutuskan kembali ke negara asalnya: Indonesia.

Zach berusaha beradaptasi dengan kehidupan asingnya di Jakarta, dengan orangtuanya, kakaknya, keponakannya, bahkan babysitter dari keponakannya yang mencuri perhatian, Yuwan.

My Gravity Cover made in Canva.com

Heading font: Virtual

SubHeading font: Source Serif Pro

Pict: White Typographic Text Memoir by Marketplace Designer

chap-preview
Free preview
1. Intro
ZACH Akhirnya, setelah sekian belas jam di udara, pesawat yang kutumpangi mendarat juga. Kalau bukan permintaan Papa, mungkin aku masih stay di New York. Aku ogah sebenernya tinggal di Indonesia, apalagi Jakarta. Macet, pengap, dan lain-lain sebagainya. Yaah, walaupun New York pun gak beda jauh sih. Oh iya, aku Zachary Pramudya Sukarlan, biasa dipanggil Zach. Aku anak kedua dari tiga bersaudara, umur 29 tahun dan masih lajang. Oke, apa lagi yang perlu kalian tau? Segitu dulu aja ya, selebihnya silahkan nilai nanti. Aku cuma ngenalin diri doang, mengingat pribahasa Tak Kenal Maka Tak Sayang, nah sekian aja kenalan kita. Biar kalian bisa sedikit sayang. Uhuy! Aku menunggu bagasi keluar dengan tak sabar, lama! Kesel! Aku udah pengen ketemu sama Nadira dan Nathan, keponakan kembarku. Entahlah, sepertinya mereka berdua juga yang menjadi alasan aku mau kembali ke Jakarta, karena aku sudah lama sekali meninggalkan kota ini. Pulang hanya setahun sekali, aku lebih suka mengurus perusahaan yang ku bangun sendiri di New York. Bukan kerajaan perusahan milik Papa. Hampir dua puluh menit menunggu, dua koper besar yang kubawa akhirnya keluar. Langsung saja ku angkat dan kuletakan di atas troley. Setelah itu, tanpa pakai basa-basi apapun, aku keluar. Mencari orang yang menjemputku. Aku melihat namaku dalam kertas, dipegang oleh seorang pria paruh baya. Langsung saja kuhampiri. "Saya Zachary, Pak." Kataku pada pria tua itu. "Ohh, Mas Zach? Yukk!" Ia langsung sumringah begitu tahu akulah yang ia tunggu. Ia langsung mengambil alih troley dan berjalan memimpin arah. Sepertinya orang ini supir baru keluarga kami, karena aku belum pernah melihatnya. "Lama Pak nunggunya?" Tanyaku. "Ah engga, paling sejam." Jawabnya. Wedan! Sejam dibilang gak lama? Kalau aku yang nunggu, siapapun itu bakal aku omel-omelin kali ya! Nah ini bapak, masih bisa nyambut aku dengan senyuman lebar. "Bapak namanya siapa?" Tanyaku. "Oh iya, gak sopan ya saya. Nama saya Pak Mahdi, Mas Zach" Katanya, kami masih berjalan menuju parkiran. "Papa apa Mama yang nyuruh?" Tanyaku. "Ibu, Mas. Bapak lagi turun kesehatannya. Jadi minta saya yang jemput Mas Zach." Jelasnya. Kami sampai di mobil, aku membantu Pak Mahdi memasukan koperku ke dalam bagasi. Setelah selesai aku langsung masuk ke kursi penumpang depan. "Mas gak di belakang aja? Gak enak loh ini saya kita kaya temenan. Hehehe!" Kata Pak Mahdi. "Santai Pak kalau sama saya, semua orang di mata saya sama kok." Jawabku. "Bener kata Mbak Leia. Mas Zach tampilannya aja yang agak seremin, tapi baik aslinya." Sahut beliau sambil menyalakan mesin mobil. Aku tertawa mendengarnya. "Orang rumah pasti udah gosipin saya ya Pak?" Tanyaku. Pak Mahdi mengangguk. "Mereka bilang apa aja?" Tanyaku. "Saya gak enak Mas bilangnya, nanti saya dianggep gak bisa jaga rahasia." Kata Pak Mahdi. "Pak, saya udah bilang tadi. Santai aja kalau sama saya. Saya cuma pengen tau." Kataku. "Mas Zach udah jadi topik obrolan orang rumah seminggu ini. Kapapun pasti ngobrolin Mas Zach, katanya Mas mau pulang gara-gara Bapak sakit. Kalau Bapak gak sakit, mungkin Mas Zach gak bakal pulang." Jelasnya. Aku terdiam mendengar penjelasan itu. Kok kayak anak durhaka ya aku? Aku cuma gak suka Jakarta, keluarga gak cukup jadi alasan aku mencintai kota ini. Aku lebih suka New York. Mungkin karena lahir di sana, kuliah di sana dan banyak menghabiskan waktu di sana, mangkanya aku lebih suka di New York daripada di Jakarta. "Gak gitu, Pak." Sahutku. Pak Mahdi mengangguk. "Iya, Mas pasti punya alasan kenapa lebih suka di sana." Balas Pak Mahdi, giliran aku yang mengangguk. Aku lumayan suka sama Pak Mahdi, dia orangnya sepertinya enak diajak ngobrol. Dan gak kaku juga. Baguslah. Hampir dua jam, kami tiba di rumah keluargaku. Rumah dua lantai, berwarna cokelat, sudah tua tapi sangat terawat. Ya tuhan, aku bahkan lupa kalau aku pernah menghabiskan masa kecilku di sini. Nadhira dan Nathan sudah berdiri di teras rumah, menyambutku dengan senyuman lebar. Begitu turun dari mobil, aku langsung menaiki tangga langsung dua anak tangga sekali langkah, ingin memeluk mereka berdua. "Uncle!" Seru mereka bersamaan. Aku berlutut di depan keduanya, meraup mereka ke dalam pelukanku. God! I miss these kid! "Uncle lama banget, kita nunggu tauk dari tadi." Seru Nadhira. "Sorry, macet baby girl!" Kataku, menggendongnya. Aku menuntun Nathan dan membawa mereka berdua masuk ke dalam rumah. "Zach! God! Mama kangen banget sama kamu." Kata Mamaku, memelukku kilat. Ya agak susah memelukku karena aku sedang menggendong Nadhira. Tak berapa lama Leia, kakakku keluar membawa makanan di tangannya. Lalu meletakkannya di meja. "Udah nyampe kamu?!" Serunya mendekatiku saat telah meletakkan makanan itu dimeja. "Papa mana?" Tanyaku sambil mengecup pipi Leia. "Di kamar, yuk!" Ajaknya. Mama mengambil alih Nadhira dari gendonganku sementara Leia menarikku ke kamar utama rumah ini. Aku menghentikan langkahku di ambang pintu sementara Leia sudah masuk dan duduk di pinggir ranjang. Aku menoleh, melihat Papa sedang tertidur. "Papa lagi tidur kak, nanti aja." Kataku, belum siap bertemu Papa yang terbaring tak berdaya itu. "Bener?" Tanya Leia. Aku mengangguk, lalu berbalik. "Bentar banget?" Tanya Mama saat kami kembali ke ruang keluarga. "Papa lagi tidur, nanti aja ketemu Papanya." Kataku, mama mengangguk mengerti. "Makan dulu yuk? Laper kan?!" Ajak Mama. "Yuk, aku kangen masakan Indonesia." Kataku, sebenernya gak kangen-kangen banget sih. Aku sudah terbiasa dengan semua jenis makanan. Aku hanya lapar. Aku, Mama dan Si kembar langsung menuju ruang makan. Terlihat banyak makanan yang sudah tersedia di meja. Well, bikin perut kriuk-kriuk sihhh. "Kak minta Yuwan bawain emping gih." Kata Mama pada Leia. "Yuwan siapa Ma?" Tanyaku, seingatku ART di rumah ini bernama Mirah, Lilis, dan Ati. Tak ada yang bernama Yuwan. "Pengasuhnya Nata sama Nada. Tapi sering bantu masak juga." Jawab Mama. Aku mengangguk. Yak, punya anak kembar pecicilan kaya Nadhira dan Nathan kudu ekstra tambahan tenaga buat ngurusnya. Aku sudah tak perduli lah masalah ART dan babysitter, aku lapar dan makanan-makanan ini sialnya sangat menggugah selera. "Ini Bu, empingnya." Kata suara lembut dari arah belakang, membuatku menoleh saking penasarannya. Sialnya, orang itu sudah berbalik saat aku menoleh. Yaudah lah, peduli amat! "Makan yang banyak!" Seru Mama. "Siap Ma, aku laper banget." Kataku. "Nada mauu disuapin Yuwaaaan!" Jerit Nadhira sambil mengacak-acak makanannya. "Mba Yuwan sayang!" Seru Leia lembut, mengoreksi ucapan Nadhira. "Iya! Aku gak mau makan kalau gak disuapin Mba Yuwan." Seru Nadhira. "Udah Yuwan suruh sini aja, suapin Nada. Kamu suapin Nata biar gak berantakan." Kata Mama. "Kamu lanjut Zach makannya!" Seru Mama padaku sambil bangkit dari kursinya. "Yes Mam!" Seruku. Aku menekuni makananku. Enak, aku harus mengakui kalau masakan Indonesia tuh enak. Ayam penyet, tempe goreng, sambal, dan sayur asem, menu makan siang kali ini bikin aku pengen abisin porsi ini terus nambah lagi. Asli, enak. Aku mencabut kata-kataku yang bilang kalau aku gak kangen masakan Indonesia, makanan ini bikin aku sadar kalau ini salah satu dari sekian hal yang aku kangenin di Indonesia. Saat sedang menikmati makananku, Mama kembali, tidak sendiri. Sekarang, sudah duduk di hadapanku, di samping Nadhira seorang gadis yang sangat menarik. Ia terlihat manis dan terlihat berbahaya juga dalam detik yang sama. Mukanya kaya gambar tiga dimensi yang ada di tazos jaman aku kecil dulu. Kalau dilihat dari sudut A dia keliatan manis, dilihat dari sudut B dia kelihatan berbahaya. Tapi yang jelas, dari sudut manapun dia tetap terlihat cantik. Seriusan? Gadis secantik ini hanya jadi babystitter? s**t dia bisa kali jadi model atau apapun. Kenapa cuma jadi pengasuh? "Nambah gak Zach?" Tanya Leia. "Kenyang." Jawabku. Lha? Ngaco! Tadikan niatnya mau nambah. Kenapa gara-gara ada cewek ini aku mendadak kenyang? "Oh iya, Yuwan. Kenalin ini adik saya Zachary. Panggil Mas Zach aja." Kata Leia. Dan akupun beradu pandang dengan Yuwan. s**t! Ada belati di matanya. Belati itu  menikam isi kepalaku ke ujung tengkorakku. f**k Zach! Itu bukan belati, itu hanya sepasang mata yang sangat tajam. Kemudian Yuwan tersenyum kepadaku, agak kaku. Senyumnya terlihat renyah dan tulus. Aku membalas senyum itu, lalu bangkit dari kursiku. "Aku ke kamar ya Ma, mau istirahat." Izinku sambil berbalik meninggalkan ruang makan. Aku langsung naik ke lantai dua, menuju kamarku. Damn! Damn! Damn! Kenapa di benakku masih terbayang senyuman gadis aneh tadi? Iya dia aneh, sebelah manis, sebelah nyeremin. Heran aku, ada ya orang kayak gitu? *** TBC

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Marry Me If You Dare

read
223.1K
bc

Mrs. Fashionable vs Mr. Farmer

read
422.5K
bc

Sacred Lotus [Indonesia]

read
50.2K
bc

Si dingin suamiku

read
491.5K
bc

CUTE PUMPKIN & THE BADBOY ( INDONESIA )

read
112.5K
bc

Mendadak Jadi Istri CEO

read
1.6M
bc

Bridesmaid on Duty

read
162.2K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook