2. Debat

1865 Words
ZACH "Ma, itu syaratku. Aku di Jakarta tapi aku gak tinggal di rumah. Aku udah beli apartment." Kataku. "Zach, masa gak mau tinggal sama keluarga sendiri? Apa bedanya kamu di Jakarta kalau kamu gak tinggal di sini?" Tanya Mama. "I need privacy, that's it!" "Gak ada yang ganggu lo Zach, lo aja yang selalu merasa risih sama keluarga lo." Sahut Leia. "Ma, Kak, aku setuju urus perusahaan ini. Aku tinggalin usahaku sendiri di New York. Aku penuhin permintaan Papa. But please, please Ma, hargain keputusan aku ini." Pintaku. "Ini hari pertama lo di Indonesia, dek. Udah berantem aja kita. Emang ya, lo tuh kayaknya orang yang gak butuh keluarga!" Seru Leia, ia meninggalkan ruang keluarga. Menuju dapur. "Kak, please!" Pinta Mika, adikku. "I can't dear. Aku butuh tempat untukku sendiri." Aku melirik Mama, ia hanya diam. Bersender pada sofa yang ia dudukki. Aku menarik nafas, mencoba mencari solusi. "Ma, tiap hari aku balik ke sini, tiap pulang kerja. Tapi malemnya aku balik ke apartmentku, aku cuma numpang tidur di sana. Gimana?" Tanyaku. "Apa susahnya sih Zach tidur di sini juga? Lo mau bawa cewek ke tempat lo? Bawa aja sana, malemnya balik ke sini, tidur di sini." Sahut Leia, ia sudah kembali. Ya gak diperjelas juga kali kak! Makiku dalam hati. Lagian bukan itu kok, aku terbiasa sendiri. Dan urusan cewek mah gampang. Tinggal basa-basi dikit cewek-cewek di club pasti mau aku ajak ke kasur. "Kenapa? Gak bisa jawab lo!?" Tanya Leia. "Gak gitu kak." Hanya itu yang keluar dari mulutku. "Terus apa?" Tuntut Leia. "Aku ngurus perusahaan pasti cape, mumet. Nah aku butuh sendiri buat detox." Kataku. "Alesan aja!" Serunya. Ia kembali ke dapur, suasana ruang keluarga hening lagi. Tak ada satupun yang buka suara. "Zach, tolong anter Yuwan balik bisa? Pak Mahdi lagi jemput Julian." Kata Leia, Julian itu suaminya Leia, fyi. Aku melirik cewek dua muka ini, ya aku memanggilnya cewek dua muka. Abis mukanya begitu, manis dan bahaya. "Gak usah mbak, saya bisa naik bus." Katanya lembut. Suaranya, cocok banget sama sisi mukanya yang manis. "Udah malem banget ini, bahaya. Mending dianter. Kalau di bawah jam 9 sih saya kasih kamu pulang sendiri. Ini udah jam 10 malem, Yu!" Kata Leia. "Udah ayok! Gue anter!" Kataku, mending nganter dia keluar dah daripada debat sama Leia. Aku bangkit dari kursiku, mengambil kunci mobil secara asal dari laci khusus kunci. "Ayok!" Seruku pada Yuwan sambil berjalan keluar, menuju lahan parkir mobil. Aku memencet tombol unlock, ternyata kunci yang kuambil adalah kunci mobil lamaku, Aston Martin Vanquish S yang kubeli 6 tahun lalu. Masih ganteng aja ini mobil. Aku langsung duduk di jok kemudi, kangen-kangenan sama mobil kesayangan zaman muda dulu. Eh sekarang juga masih muda sih. "Ngapain lo diem melongo di situ!" Seruku pada Yuwan, ia berdiri di samping mobilku. Aku menurunkan kaca seluruhnya, melihat ia yang berdiri kikuk. "Masuk, mau jadi patung?" Tanyaku. Ia menganguk dan masuk. "Maaf ya Mas Zach, repotin." Suara merdunya kembali terdengar. "Santai aja, gue juga males di rumah debat sama Leia." Kataku. "Tapi gak enak saya duduk di sini, kaya setara sama Mas Zach padahalkan saya cuma pengasuh. Mangkanya tadi saya diem. Bingung mau duduk di mana, abis pintu mobilnya cuma dua, yang itu sama yang ini." Jelasnya. Aku melirik ke arahnya sekilas, ia sedang menunduk. Memandangi jari-jari tangannya. "Terus lo mau duduk di belakang gitu? Berasa gue supir lo?" Tanyaku, moodku lagi buruk malam ini. Maafkan! "Gak gitu Mas!" Katanya, suara lembut itu terdengar kaget. Aku meliriknya lagi, ekspresinya sekarang terlihat takut. Sumpah, anak ini keren banget. Mukanya punya banyak sisi. Cocok kayaknya nih anak kalau gak jadi model, jadi aktris sinetron. "Belok mana nih?" Tanyaku begitu kami keluar dari gerbang perumahan. "Belok kanan mas, tiap ada perempatan atau pertigaan belok kanan aja." Katanya. "Gak usah manggil Mas, emang gue keliatan kaya Mas-mas tukang bakso?" Tanyaku. "Eh gak gituu..." Sahutnya. "Panggil Zach aja, okay!" Seruku. "Tapi Mbak Leia suruh saya manggilnya Mas Zach." Nada suaranya masih terdengar takut. "Santai, gak usah terlalu nurut." "Tapikan Mbak Leia majikan saya Mas." Jawabnya. "Gue juga majikan lo, lo kudu nurut sama gue, oke? Panggil Zach aja. Gak usah takut." Kataku. Ia terlihat mengangguk kecil. Okay, goodgirl! "Di depan ruko itu Mas Zach." Katanya menunjuk bangunan yang berjarak sekitar 50 meter setelah kami melewati kurang lebih 6 tikungan panjang. "Lo manggil Mas, gak gue berentiin mobilnya." Kataku. "Iya Zach, di depan ruko biru itu." Katanya mengulang ucapannya. Aku menghentikan mobilku di depan ruko yang ia tunjuk. Ini ruko, tapi bacaan di Plang-nya kostan. Kayanya ini semacam flat kalau di luar negeri gitu yaa. Asik juga tempat tinggalnya. "Asli mana emang lo ampe ngekost?" Tanyaku. "Asli Jakarta, tapi orang tua udah gak ada. Jadi tinggal sendiri." Jawabnya kalem. Aku mengangguk. "Umur lo berapa?" Tanyaku. "23 tahun, Mas Zach." Jawabnya. "Just Zach oke?!" Seruku mengoreksinya. "Iyaa iyaa oke, saya boleh turun?" Tanyanya. "Yeah boleh." Jawabku. "Makasih ya Zach, maaf repotin." Katanya dengan suara selembut beledu. Ia turun dari mobilku, aku masih diam memerhatikannya masuk ke dalam ruko tersebut dan kemudian menghilang. Beberapa saat aku masih diam di depan ruko ini, bingung mau ke mana. Aku meletakkan kepalaku di atas setir mobil, memikirkan jalan terbaik untuk permasalahan keluarga yang kualami. Aku menarik nafas dan menemukan hal yang kuinginkan sekarang. Ya, ke bar kayanya enak. *** "Yeah keep going, Zach!" Seru wanita ini terengah-engah, sesekali ia mendesah nikmat. Aku tak ingat namanya siapa. Yang jelas ia menggodaku saat aku ke club tadi. Aku butuh musik jedag-jedug biar otak sedikit waras. Hampir 45 menit bermain, aku menyudahi ini. Melepaskan semua ketegangan dan memilih merebahkan badan di space kosong kasur. Wanita ini pun sudah tidur sepertinya saking kelelahan. Beberapa saat aku diam, mencoba mengembalikan tenaga. Setelah aku merasa pulih kembali, aku bangkit dari kasur. Memungut pakaianku, dan memakainya. Langsung saja aku keluar dari kamar hotel ini, meninggalkan gadis itu sendiri. Yak, itu kan prinspnya one night stand, asik-asikan semalem, seronde lebih tepatnya. Kemudian menghilang. Bye! Aku langsung turun ke parkiran, mengemudikan mobilku menuju rumah. Sudah pukul setengah tiga pagi, Jakarta bebas macet jam segini. Jadi kurang dari 30 menit aku sudah sampai di rumah. Aku masuk ke rumah, naik ke lantai dua dan langsung masuk ke kamarku. Mengistirahatkan tubuh lelahku, aku memejamkan mata mencoba terlelap. *** YUWAN Pukul 7 pagi, aku keluar dari tempatku. Berangkat seperti biasa menuju tempat kerjaku. Kediaman keluarga Sukarlan, pengusaha yang amat sangat tersohor di negeri ini. Aku bersyukur bisa bekerja di keluarga Sukarlan. Meskipun memiliki segalanya, keluarga Sukarlan sangat rendah hati. Baik, bijak, penyayang dan lain sebagainya. Aku bekerja sebagai pengasuh dua anak kembar, cucu pertama di keluarga itu. Dua anak kecil umur 4 tahun yang menggemaskan, mereka berdua seperti terapi untukku. Menghilangkan sisi monster dalam diriku. Aku sudah berada di miniarta, menuju kediaman Keluarga Sukarlan. Sebenarnya Mbak Leia pernah memintaku untuk tinggal di rumah besar itu. Di pondok kecil di belakang bangunan utama yang dijadikan gudang. Tapi aku menolaknya, merasa tidak enak. Aku merasa tidak layak ada di rumah besar itu. "Stop pak!" Seruku pada supir. Tak berapa lama bus kecil ini berhenti, langsung saja aku turun sambil memberikan beberapa rupiah pada sang kernet. "Hati-hati neng!" Teriak si kernet saat miniarta itu melanjutkan rutenya. Aku hanya tersenyum pada kernet yang sudah tak terlihat itu. Ini masih pukul 7, aku tidak terlambat. Hanya saja, jarak dari depan menuju rumah keluarga Sukarlan itu sangat jauh. Tidak ada angkutan umum yang beroperasi, dan tidak bisa sembarangan kendaraan dan orang yang bisa masuk perumahan ini. Yak, ini perumahan elit. Jangan harap ada ojek atau apapun. Dulu saja aku gak boleh masuk, untungnya sekarang satpam sudah kenal padaku jadi aku boleh masuk. Aku kagum pada perumahan ini, dibuat seperti bukit, sepertinya makin tinggi makin elit. Dan rumah keluarga Sukarlan berada di puncak tertinggi, butuh sekitar 30 menit untuk berjalan kaki sampai di kediaman megah itu. Sedikit bersyukur karena aku dipekerjakan mulai dari jam 8 pagi. Aku memikirkan anggota keluarga baru, Mas Zach. Anak kedua keluarga Sukarlan yang lama tinggal di New York. Mbak Leia bilang kalau Mas Zach itu baik, hanya saja sepengak lamanku semalam dia sepertinya kurang ramah. Agak galak juga. Ah sudahlah, ngapain juga aku bahas Mas Zach yang aneh itu. Aku mengambil botol minum yang kubawa dari tasku, setiap pagi, harus jalan kaki sejauh 1 km memang sangat menguras energi. Kalau gak bawa minum, bisa mati dehidrasi aku. "Permisi!" Sapaku, seperti biasa aku masuk lewat pintu samping. Ada Mbak Ati di sana, sedang menyiram tanaman. "Eh Mbak Yuwan, itu tadi Nada nyari-nyari loh!" Seru Mbak Ati. "Iya Mbak, saya masuk yaaa." Kataku. Aku meletakkan tasku di konter dapur, lalu naik ke lantai dua, kamar si kembar. "Selamat pagi!" Seruku, melihat keributan yang terjadi antara si kembar dan Mamanya. "Aku mau sama Yuwaaan!" Seru Nada. "Mbak Yuwan sayang!" Tanpa lelah Mbak Leia selalu mengoreksi ucapan Nada yang selalu memanggil namaku tanpa embel-embel mbak. "Nada sana Nata udah mandi, Mbak?" Tanyaku. "Nata udah, Nada nih rewel. Tolong ya Yu!" Seru Mbak Leia. "Siap mbak." Kataku. Dengan sigap aku menggendong Nada, membawanya ke kamar mandi. Tak sampai dua puluh menit, Nada sudah siap, anak ini selalu menurut padaku, berbeda dengan Nata. Sepertinya kalau dipikir-pikir aku memang lebih banyak mengurus Nada dibanding Nata. "Jangan lari sayaang!" Seruku saat Nada berlari keluar setelah ia kuberi bedak bayi di wajahnya. Aku meletakkan bedak ditempatnya lalu mengejar Nada. "Lo gimana sih! Anak kecil lo lepas gitu aja di lantai dua!" Bentak suara asing. Aku mengadah dan melihat Mas Zach. "Maaf mas, saya salah." Kataku sambil menunduk. Membawa Nada dalam gendonganku. "Sini dia biar sama gue aja!" Pintanya. Aku mengulurkan Nada ke arah Mas Zach. "Gak mau!! Uncle belum mandi!!!" Jerit Nada menolak. "Belum mandi juga uncle tetep ganteng kok Kids!" Serunya. What? Pede gila ini orang! Bisa-bisanya bohong ke anak kecil. Aku memerhatikan Mas Zach yang memertahankan Nada dalam gendongannya meskipun anak kecil itu menolak dihujani ciuman olehnya. Well, iya sih meskipun belum mandi Mas Zach tetep keliatan ganteng. Susah emang kalau orang ganteng dari lahir, mau gimana juga pasti ganteng. Aku udah sering liat fotonya yang terpajang di rumah ini. Meskipun hampir kepala tiga. Ia masih terlihat muda. "Kenapa ngeliatin? Setuju kalau gue ganteng?" Tanyanya membuyarkan lamunanku. "Eh engga Mas, itu Nada biar sama saya aja." Kataku. "Gak usah, udah sana turun duluan aja!" Titahnya dengan suara tegas. Aku turun ke lantai satu, mengikuti perintah majikan baru yang sepertinya menyebalkan ini. "Pa Mahdi istrinya sakit, Julian udah ke kantor. Zach, kamu yang anter anak-anak sekolah ya?" Terdengar suara Mbak Leia saat aku sedang menyiapkan tas sekolah Si Kembar. "What? Aku belum mandi dan siang ini aku ada meeting sama client Papa." Sahut Mas Zach dengan nada membangkang, seperti semalam saat mereka ribut. Aku kurang suka terjebak di situasi seperti ini, berada diantara kakak-adik yang bertengkar. Aku gak punya saudara sama sekali, jadi aku gak tahu rasanya berantem sama adik ataupun kakak. Yaa gitulah, maklumin aja kalau aku gak ngerti perdebatan ini. "Mika mana?" Terdengar suara Mas Zach. "Kuliah dia, udah lah kamu aja!" Paksa Mbak Leia. "Gak mau! Gue belom mandi!" Bentak Mas Zach. "Mbak Leia, kalau boleh. Saya aja." Kataku memberanikan diri. "Kamu bisa nyetir?" Tanya Mbak Leia. "Bisa Mbak dari umur 15 udah bisa nyetir, sekarang saya juga udah punya SIM." Kataku. "Yaudah, Yu kamu aja. Punya adek kok gak bisa diandelin!" Seru Mbak Leia menyindir. Aku hanya mengganguk patuh. "C’mon kids!" Seru Mbak Leia. "Seriusan Kak? Lo biarin anak lo dibawa sama orang lain?" Tanya Mas Zach. Eh apa maksudnya? Dia gak percaya sama aku? "Gue mending anak gue dibawa sama orang asing macem Yuwan daripada minta tolong lo. Kudu ngemis-ngemis dulu, mending lo iya-in!" Bentak Mbak Leia. "Udah gue aja yang anter!" Seru Mas Zach. "Aku mau sama Yuwaaaan!" Nada kembali menjerit, kali ini Nata juga ikut menjerit. "Yaudah lo anter dek! Yuwan ikut sama lo! Lo supirin mereka!" Kata Mbak Leia. "Iya nyonyaaaa!" Seru Mas Zach dengan nada suara menyebalkan. Shit! Mimpi apa aku semalem sampe harus semobil lagi sama Mas Zach? Duh! Ini orang tuh tatapannya mengintimidasi banget. Gak suka aku. *** TBC
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD