Pertemuan Demi Pertemuan

2912 Words
Anne menempel kliping sederhana tentang berita Palestina. Saat ia mengumpulkan lembaran-lembaran berita itu, Anne menangis. Bagaimana tidak menangis jika ia bisa ikut merasakan pedihnya anak-anak Palestina yang mungkin tak seberuntung dirinya? Ia patut banyak bersyukur karena terlahir di dalam keluarga yang hangat juga negara yang aman. Karena dengan keamanan itu, bukan kah harusnya ia lebih rajin ibadahnya kepada Allah sebagai wujud syukur untuk nikmat ini? Tapi kadang Anne lupa karena keamanan ini membuat nyaman diri yang lebih suka menghabiskan waktu untuk urusan dunia dan lupa dengan akhirat bukan? Sejak awal tingkat dua ini, ia mulai aktif di salah satu organisasi Islam kampus di fakultasnya. Selain itu, ia juga aktif dalam organisasi Islam ranah universitas. Ia juga mendaftarkan diri sebagai anggota BEM. Disisi lain, ia juga sedang bersiap untuk menjadi salah satu mahasiswa prestasi tahun depan. Tak hanya itu sih, ia juga aktif di organisasi luar kampus, yaitu di salah satu organisasi kemanusiaan bulan sabit. Belum lagi keaktifannya di yayasan kakak iparnya. Sibuk sekali bukan? Tapi setidaknya, itu lah yang bisa ia lakukan sebagai wujud ibadah kepada-Nya. Karena kita tak pernah tahu, ibadah mana yang akan memberatkan kita untuk dapat masuk ke surga bukan? "Bahkan relawan pun ditembak mati, biadabnya mereka," gumam seseorang disamping Anne. Gadis itu sampai menoleh saat sedang menempel sisa klipingnya. Dan tatapan Anne yang tak sengaja itu juga ternyata, tak sengaja dibalas lelaki yang baru saja berkomentar usai membaca berita yang dipasang Anne. Keduanya saling menatap hingga kemudian Anne tersadar dan segera mengalihkan pandangan. Sementara lelaki di sebelahnya berdeham. Agak kaget karena baru saja menatap perempuan yang kemarin sore menghalangi jalan masuknya ke ruang BEM. Eeeh....atau ia yang menghalangi jalan Anne keluar dari sana? Wohooo sebetulnya ia sengaja juga mampir ke sini. Hihihi. "Woi, Mas! Liat apa lu eeh Palestina?" Sahabatnya muncul dari belakang sambil merangkulnya kemudian ikut fokus membaca berita. Lelaki itu langsung mengalihkan pandangannya lagi pada berita di depannya sambil menahan senyuman kecil. "Gilak ya! Gue kalo jadi bagian dari mereka gak akan sanggup," komen sahabatnya itu. Hamas sih berdeham saja, berpura-pura ikut menyimak walau gagal. Apakah modusnya ketahuan? "Ann, yang ini mau dipasang di mana lagi? Keknya gak muat kalo di sini semua," tutur Raini, kembarannya Raina. Ia menunjukan beberapa kliping berita yang masih tersisa. "Sekretariat aja. Tadi Kak Nisa bilang begitu," tuturnya lantas membawa beberapa barang yang tadi ditaruh di lantai. Kemudian keduanya berjalan menuju sekretariat organisasi. Meninggalkan lelaki yang masih tak lepas menatapnya. Lelaki tadi berdeham dan melihat ke belakang, ke arah langkah Anne yang menjauh. Yang bisa dilihat hanya punggungnya. Sedangkan Anne? Hanya mengernyit. Ya tidak heran dengan kelakuan cowok-cowok tadi. Hal semacam itu sudah biasa. Tiba di sekretariat, cewek cantik bernama Nisa itu sudah muncul. "Udah?" "Iya, udah semua, kak." Cewek cantik itu mengangguk-angguk. Sedangkan Anne bersama temannya sibuk memberesi sisa-sisa potongan kertas yang ada di dalam kotak yang mereka bawa tadi. Kemudian dipisahkan antara yang masih bisa digunakan dan yang tidak. Setelah itu, baru ia buang yang tak berguna. Temannya menoleh ke belakang, maksudnya ke arahnya. "Ann, ke kelas yuk?" Ia mengangguk. "Tapi bentar deh," tukasnya. Ia perlu mengambil sesuatu untuk kemudian ditaruh ke dalam tas. Tak lama, keduanya berjalan keluar dari ruangan. Sempat pamit pada gadis cantik yang sibuk bermain ponsel. Gadis itu hanya berdeham saja. Tak terlu memerhatikan. "Cantik ya?" "Hah?" Temannya terkekeh. "Maksud gue si kak Nisa. Banyak cowok yang ngantri buat dia." Ahhh. Anne hanya mengangguk-angguk saja. Ya setuju kalau gadis tadi memang cantik. Namun ia tak begitu perduli juga. "Lo juga cantik kali, Ann." "Muji nih?" Temannya tertawa. Ia hanya berbicara kenyataan saja. Anne cantik bahkan memang didaulat sebagai gadis paling cantik satu fakultas seangkatan mereka. Banyak gadis-gadis yang iri karena perempuan di sebelahnya ini seolah amat sempurna. Tidak hanya dengan wajah dan tubuhnya yang begitu sempurna. Tetapi juga latar belakang keluarga, anak konglomerat, dan heum....menjadi seorang anak kedokteran. Bukan kah itu sungguh sempurna? Rumornya lagi, keluarga Anne itu ganteng-ganteng dan cantik-cantik. Sudah banyak yang membicarakan karena semua orang telah stalking akun Anne dikala hari pertama masuk kampus. "Tapi yang tadi beneran loh." "Yang mana? Yang cantik?" Temannya tergelak. "Maksud gue, si Kak Nisa. Dengar-dengar dia anak menteri gitu." Ahh. kalau itu, siapapun sudah tahu. @@@ "Sumfaaaah! Debat calon BEM kapan lagi?" tanya Nia dengan muka sumringah saat tiba di apartemen milik Jihan. Gadis itu berteriak heboh usai stalking isi **-nya Hamas. Ia melihat postingan Hamas yang sedang debat itu. Kece badai euy! Apalagi muka ganteng Hamas yang sedang serius itu! "Sabtu siang," jawab Jihan. Ia berjalan menuju dapurnya untuk memasak mie. Berhubung ia lapar dan teman-temannya ini juga pasti lapar. "Aaaaaa," si Nia masih heboh sambil terduduk di atas sofa dan memeluk bantal milik Jihan yang berbentuk love pemberian kekasihnya. Girang sendiri. Anne cuma melirik sekilas ke arahnya lantas fokus lagi pada laptopnya. Ia sedang mengerjakan tugas mingguan sekaligus tugas dari Prof Oku yang harus dikumpul besok pagi. Bodo amat sama Nia dan cowok yang dikaguminya itu. "Lu ngapa dah?" tanya Raina yang pusing kepala melihat kelakuan Nia. "Sumfaaaah ganteng bangeeeet tuh orang, gue sampe kesambet!" "Kesambet apaan?" "Kesambet pesonanyaaaa Masya Allah!" Jihan dan Raina terkikik geli. Benar-benar geli. Ah, palingan cuma bertahan tiga bulan, pikir Jihan. Nia kan emang begitu. Sekalinya nge-fans bakalan kayak orang kesurupan gitu deeeh. Dan dijamin, mereka bakalan muntah setelah ini karena selama tiga bulan ke depan harus mendengarkan Nia dengan segala ke-absurd-annya tentang cowok. Setelah tiga bulan? Jihan juga nenanti-nanti siapa cowok yang akan ia kagumi lagi. Apakah kembali pada oppa-oppa Korea? Haaah. Jihan menghela nafas. Ia angkat tangan kalau soal itu. "Istigfar kali, Ni," ingat Anne. Lama-lama terganggu juga dengan kelakuan absurd Nia. Bukan apa-apa sih. Gegara si Nia jingkrak-jingkrak sendiri di atas sofa, ia sampai bergoyang-goyang. Pasalnya, ia perlu fokus pasa tugasnya kan. "Tuh! Dengerin ustadzah tuh," ledek Raina. Jihan terkikik. "Iyeee deeh, zaaah!" sahut Nia yang tentu saja tak pernah serius. "Eeeh tapi beneran deeh. Gak dosa kan liat cowok ganteng begitu? Mubazir kalo dilewatin soalnya. Teruuuus lo harus dengerin azannya nih tadi di masjid fakultas! Kecee badaaaai! Sampe gue rekamin nih-nih!"tuturnya lantas dengan heboh mengeluarkan ponselnya dan membuka **. Bahkan ia sempat merekamnya di Snapgram! Astaga! Astagfirullah! Anne cuma geleng-geleng. Ia sih tak mendengar dengan jelas suara azan itu. Apalagi saat bersamaan, suara ponselnya berdering. Nama kakak iparnya muncul. Ia langsung menyambutnya dengan salam. "Waalaikumsalam, Ann! Buruan pulang, kita mau ke Tangerang nih!" "Iiih! Kan Ann udah bilang kalau sore aja, kaak! Emangnya Bang Ando gak kerja?" ia protes. Ia kan perlu mengerjakan tugas kampusnya dulu. Kalau langsung berangkat ke sana, ini akan terbengkalai. "Taaauk nih abangmu," tutur Farras. Padahal ia senang-senang aja karena Ando pulang cepat untuknya yang sedang sendirian di rumah Bunda. Bosan. "Udah pulang aja dulu, nanti kita jemput di stasiun ya Ann," tutur Farras lantas menutup telepon. Anne menghela nafas. Semua sahabatnya kini menatapnya. Mereka sudah memperkirakan apa yang akan terjadi. "Itu kakak ipar?" tanya Nia dengan pelan. Anne mengangguk. Ia langsung mematikan laptop dan memberesi isi tasnya. "Yang super cantik itu ya?" Jihan langsung menimpali disela-sela mengaduk mie-nya. Anne cuma menghela nafas. Jihan baru melihatnya sekali. Dan gadis itu terpesona. Karena Farras terlihat cantik, anggun dan ramah pula. Ia berpikir jika perempuan itu cocok sekali dengan abangnya Anne yang juga super ganteng itu. "Sorry, ya, guys, gue tinggal dulu." "Auk ah yang sibuk mah!" tutur Raina pura-pura marah. Anne hanya menepuk-nepuk bahunya sambil beranjak dari tempat tidur Jihan. Anne pamit dengan lesu. Ia mengucap salam dan dijawab sahabatnya dengan lesu. Akhir-akhir ini ia memang jarang berkumpul dengan mereka karena kesibukannya. Apalagi minggu depan, ia akan mulai magang di rumah sakit Om-nya. Alasannya sederhana, cuma mau belajar bagaimana cara kerjanya dokter di rumah sakit secara nyata. Menurutnya itu penting. Ia bisa mendapat gambaran luas soal itu. Dan lagi, itu ilmu yang tidak akan didapat melakui perkuliahan biasa. Jadi, ia juga akan terbiasa nantinya saat koass. Istilahnya, tidak kaget lah. Anne berjalan keluar dari lift, ia berjalan terburu-buru. Biasanya banyak tukang ojek di depan apartemen yang akan mengantarnya ke stasiun terdekat. Ia menyebrangi jalanan di depan lobi untuk keluar dari kawasan apartemen tanpa melihat kiri-kanan karena ia pikir akan sepi. Sementara cowok yang mobilnya baru akan keluar dan tengah bercanda sambil mengemudi itu terkaget ketika sahabatnya berteriak. Ia mengerem dengan cepat saat sesosok perempuan melintas tiba-tiba di depannya. Anne yang kaget, tentu saja berteriak sambil ber-istigfar dan menutup wajahnya. Rada parno. Pasalnya, Anne pernah ditabrak mobil saat hari pertama kuliah di semester dua kemarin. Dan itu membuatnya sempat dirawat beberapa hari meski tidak ada cedera serius. Biasa, kelebayan daddy dan abangnya lah yang membuatnya lebih lama dirawat di rumah sakit sampai Om-nya mengomel dan menyuruh pulang ke rumah. Hihihi. Maklum lah, ia gadis kecil dan anak bungsu kesayangan di rumah. Semua orang di rumahnya sangat protektif ketika ia terluka oleh sesuatu. "Astagfirullah!" seru lelaki yang tadi duduk di sebelah kemudi, tahu-tahu sudah keluar dari mobil. Ia berjalan menghampiri Anne yang baru membuka mata. Anne mengira ia sudah ditabrak padahal nyaris sekali. "Kagak kenapa-napa, neng?" tanyanya dengan mata mengedip-edip. Sepertinya ia mengenali gadis di depannya ini tapi ingatannya parah kalau menyangkut wajah. Meski gadis ini cantik sekali menurutnya. Tapi ia masih asing melihatnya. Anne menggeleng kemudian mengucap maaf dengan anggukan lemah. Ia merasa kalau ini salahnya karena tadi menyebrang dan tidak melihat-lihat sekitar lagi. Syukur-syukur hanya nyaris tertabrak. Kemudian baru hendak berjalan, tetiba sosok lelaki yang tadi berada di kemudi sudah berada di depannya dengan wajah panik dan juga cemas. "Gak apa-apa?" tanyanya yang kontan saja menghentikan langkah Anne. Ditanya begitu, awalnya Anne kaget tapi kemudian menggeleng. Anne pamit tapi langkahnya kembali dihadang hingga gadis itu mendongak bingung. Ia sadar jika ini lelaki yang sama, yang sering ia lihat akhir-akhir ini. Tapi ia sedang terburue sekarang. "Aku Hamas, anak kedokteran UI semester tujuh. Kalo ada apa-apa, cari aja di fakultas," tuturnya lantas berdeham saat tersadar kalau ia terlalu dalam menatap Anne. Sahabatnya yang berdiri di belakang, terkikik-kikik tanpa suara. Baru menyadari gadis asing itu. Kemudian ia berdeham-deham dengan sengaja. Anne mengangguk lantas pamit tapi baru tiga langkah... "Kamu namanya siapa?" teriak lelaki bernama Hamas itu. Ia bahkan balik badan demi melihat punggung Anne yang bergerak menjauh. Walau sudah tahu namanya. Hihihihi. Anne menahan senyumnya. Ia meragu, antara ingin memberikan jawaban atau tidak. Tapi akhirnya, ia putuskan untuk diam dan terus melangkah menuju abang-abang ojek. Seperginya Anne dengan abang ojek, lelaki yang sedari tadi terkikik tanpa suara itu akhirnya benar-benar terbahak melihat nasib sahabatnya yang dikacangi cewek. Kasihaaaan! Hihihi! "Kagak dijawab cobaaa! Kalo gue jadi lu udah terjun ke danau daah!" ledeknya tak henti sampai terpingkal-pingkal. @@@ Hamas, ingatnya dalam hati. Sudah sejak siang tadi ia tak hentinya mengingat nama itu. Sangat sulit dihapus dari kepalanya. Semenjak terpesona dari kejadian di mushola tadi pagi, ia memang bertanya-tanya siapa sosoknya. Tanpa tahu kalau lelaki itu adalah salah satu calon ketua BEM di fakultasnya yang suka dibicarakan Nia tanpa henti. Anne berjalan menaiki tangga, menuju kamarnya sampai kepalanya terpentok pintu kamar yang tertutup. Gegara sibuk melamun dan mengingat nama Hamas. Farras yang melihat kejadian itu sampai terpingkal-pingkal. Tapi Anne dengan sok cool-nya cuma berdeham lantas membuka pintu kamar dan menutupnya dengan setengah membanting. Ando geleng-geleng kepala melihat kelakuan adik dan istrinya itu. "Si Ann kenapa sih? Hari ini gak konek banget otaknya," komen Farras yang baru saja menaiki tangga. Mommy dan daddy-nya sih menginap di rumah Tiara, di Tangerang. Katanya mau main sama cucu yang baru berusia dua bulan itu. Makanya tadi Anne dipaksa ikut ke Tangerang karena tak ada siapa pun di rumah hingga malam. Mereka bahkan baru tiba jam setengah dua belas malam di sini. "Bahkan tadi, Bi. Diajak ngomong apa, jawabnya apa kalau gak ya hah-huh-hah-huh! Ngelamun apa coba?" Farras masih mengeluhkan adik iparnya hingga masuk ke kamar. Sementara Ando hanya menaruh ponsel di atas nakas. "Mau ke mana lagi, Bi?" tanyanya begitu melihat Ando berjalan menuju pintu kamar. "Jangan bilang kerja lagi," duganya dan ia langsung melompat ke arah pintu, menghadang langkah Ando. "Iiih! Tidur aja sih sama Ras!" sungutnya dengan nada setengah manja. "Abi cuma mau ngambil minum Ras, ke dapur," tuturnya dengan nada yang sangat-sangat datar tapi sanggup membuat Farras malu dengan kelakuannya sendiri. Farras terpaksa menyingkir dan membiarkan Ando berjalan menuruni tangga sambil menahan tawa. Tapi tentu tak berhasil. Karena ia benar-benar tertawa. "Ras dengar tauk, Biiii!" jengkel istrinya itu. Kini Farras resmi masuk kamar mandi terlebih dahulu. Sementara Anne? "Astagfirullah, Ann!" ia mengeluh sendiri gegara sabunan pakek sampo. Kemudian ia terkekeh sendiri. Cepat-cepat ia menyudahi mandinya dengan air hangat itu. Lalu duduk di depan cermin untuk memakai serum. Terakhir, menepuk-nepuk wajahnya lalu tersenyum lebar lagi. Teringat kejadian di depan gadung apartemen Jihan tadi. Lalu ia beranjak ke tempat tidur dan berupaya memejamkan mata usai berdoa sebelum tidur. "Isssh Ann! Begoo! Harusnya tadi ngasih tahu nama!" kesalnya pada diri sendiri tapi kemudian terkikik-kikik yang dilanjut istigfar. Tak lama, ia melompat ke atas tempat tidur, kakinya menendang-nendang angin, gemas akan kelakuannya sendiri. Kenapa ia baru memikirkan itu sekarang? Harusnya kan, ia jawab saja tadi. Iih-iiih! Menyesal itu memang belakangan ya? "Masya Allah, Ann! Tiduuur iiih! Mikirin cowok mulu!" dumelnya pada diri sendiri. Kali ini menutup wajahnya dengan bantal lantas berzikir hingga terlelap. Saat paginya, ia berteriak karena tak ada yang membangunkannya untuk Subuh. Jam enam pagi kurang seperempat, ia melompat dari atas tempat tidur kemudian berlari ke kamar mandi untuk mengambil wudhu. Farras yang mendengar teriakan Anne yang sempat mengomel tadi cuma geleng-geleng. Dari azan subuh tadi, si Farras dan Ando sudah bergantian mengetuk kamar Anne. Tapi emang dasar Anne yang terlalu lelap tertidur jadi tak mendengarnya. Tapi subuh memang yang paling melenakan sih. Iya kan? "Bii, mau Ras bekalin?" Ando yang sedang fokus pada bacaan berita diponselnya hanya menjawab dengan deheman. Yeah, jawaban apa sih yang Farras harap dari suaminya ini? "Jawab kek, Bi. Iya sayang gituuuuuu!" jengkelnya sambil sibuk mengambil tempat bekal untuk Ando. Ando hanya menahan senyum. Harusnya sudah hapal dengan kelakuan cold-nya itu. Tapi herannya, Farras selalu mendumel. Mungkin karena karakternya yang bawel juga. "Beneran nih? Ras ditinggal sendiri di rumah?" tanya Farras yang entah ke berapa kalinya sejak obrolan mereka subuh tadi. Ia memang gak bisa diam sih. "Emang Ras mau ikut ke kantor Abi?" Farras mengendikan bahu. Tentu saja ia tak mau. Mau ngapain di kantornya Ando? Jadi satpam? Jagain Ando di sana begitu biar gak dilirik cewek-cewek? Gak bakal bisa lah. Wong suaminya cakep begitu. Mau gimana lagi? Nasib punya suami ganteng pasti membuat semua cewek-cewek menoleh ke arahnya. Rasanya, Farras ingin sekali menempeli jidat suaminya dengan tulisan 'SUAMI ORANG!' atau 'WOY UDAH ADA YANG PUNYA! MASIH BERANI GODA, GAK TAKUT NERAKA?' atau 'DOSA WOY! JAGA PANDANGAN!'. Tapi nanti, kesannya si Farras terlalu posesif. Hari ini Farras benar-benar tak punya tempat singgah sih. Bundanya kan kerja, Papanya sih gak usah ditanya lebih sibuk dari presiden kayaknya. Saudara kembar sablengnya tentu saja tak di Indonesia. Satu kuliah di UK dan satu lagi kuliah di US. Pulang hanya setahun dua kali. Dina, sepupunya, juga kerja di rumah sakit Papanya. Kalau Rain sih masih bolak-balik kampus untuk memulai skripsinya meski lebih banyak bermalas-malasan. Sedangkan Farras tidak punya jadwal ke kampus lagi dan skripsinya hampir selesai. Paling ya, ia akan kembali bertemu dengan dosen pembimbingnya kemudian bersiap-siap sidang akhir. "Ras ke yayasan aja deh, Bi." Ando menoleh. "Siapa yang nganterin?" Farras mencebik. Ia lupa kalau Ando harus ke kantor dan mengantar Anne. Kalau harus mengantarnya dulu, si Anne bisa telat. Ini saja, Anne sudah rusuh. Ia baru turun tepat disaat Farras sudah menyiapkan bekal untuk Ando dan juga sarapan pagi mereka. Bahkan Anne nyaris terpeleset kaos kakinya sendiri. Ando dan Farras kompak geleng-geleng. "Baaang! Berangkat sekarang aja yuk! Ann bisa telat nih!" Ando mengangguk, ia memakan sedikit nasi goreng buatan Farras. Anne cuma sempat memakan dua sendok kemudian meminum susunya dengan terburu-buru. Sementara Farras cuma melihat dua orang yang makan terburu-buru itu. Agak sedih juga ditinggal sendiri walau kadang juga begitu. Kalau ada mommy-nya sih masih mending jadi ada teman mengobrol. Lah ini? "Ras di rumah aja, nanti Abi usaha kan pulang cepat," tutur Ando yang hanya dibalas helaan nafas oleh Farras. Kemudian perempuan itu menyalami suaminya. Tak lama, mobil Ando sudah meluncur keluar dari rumah. Hampir satu jam perjalanan dan terjebak macet beberapa kali, membuat Anne untuk ke sekian kalinya keluar terburu-buru dari mobil Ando. Ando cuma geleng-geleng kepala kemudian kembali mengendarai mobilnya keluar dari gedung fakultas Anne. Saat Anne belok kiri menuju ke kelasnya, langkahnya yang sedari tadi terbirit-b***t harus mencicit gegara kemunculan lelaki yang hendak berjalan menuju mushola. Lelaki itu ke kanan, Anne juga menghadangnya. Ia ke kiri, Anne kembali menghadangnya. Dan hal itu terulang beberapa kali. Hal yang membuat Anne mendesah lantas menghentikan langkah dan berhadapan dengan lelaki yang seringkali bertemu dengannya sejak kemarin. Sementara lelaki itu terkekeh menatapnya. Merasa lucu saja melihat Anne dan kelakuan aneh mereka. Ia juga heran, kenapa sering kali begini dengan Anne? Apakah ini yang dinamakan jodoh? Hahaha! Ia geli sendiri jadinya. "Aaann! Buruan masuk ada kuis!" teriak Evan yang berlari dari arah belakangnya menuju ke kelas. Lelaki itu datang lebiht terlambat darinya. Tadi juga terjebak macet, mana mengendarai mobil lupa tak bisa menyalip. Anne mengucapkan permisi lantas segera melangkah lagi dan terbirit-b***t mengejar Evan yang sudah di depannya. Keduanya menghela nafas lega saat masih diberikan kesempatan untuk masuk ke dalam kelas dan kebetulan, kuisnya baru saja akan dimulai. Anne nyaris kehilangan nilai kuisnya kalau terlambat sedikit saja. Ia tak tahu harus menyalahkan siapa jika terlambat tadi. Sementara lelaki tadi mendesis, "Ann," kemudian melangkah sambil tersenyum kecil usai melihat Anne dan Evan yang baru masuk ke kelas. @@@
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD