bc

Tsurayya

book_age16+
228
FOLLOW
1K
READ
dark
fated
independent
comedy
twisted
bxg
mystery
childhood crush
first love
crime
like
intro-logo
Blurb

Kisah seorang gadis yang bisa menuliskan takdir baik untuk orang lain, tapi tidak pernah bisa mengubah takdirnya sendiri. Sampai suatu hari, ada seorang ibu yang datang dan memintanya untuk menuliskan takdir putra sulungnya. Tanpa dia sadari, dia tengah menulis takdir seseorang yang terhubung dengan takdirnya, sehingga membuatnya terlibat dalam misi penyelidikan kasus pembunuhan berantai

chap-preview
Free preview
Bagian 1. Reparasi Takdir
Kereta api yang gerak dengan kecepatan cahaya, terlihat dikelilingi oleh cahaya biru kemilau yang membelah kegelapan. Semakin cepat kereta itu bergerak, sampai akhirnya aku melihat perwujudan seekor Harimau yang melompat ke langit. Cahaya itu terus meluncur ke angkasa, lalu memudar dan menciptakan guratan yang luar biasa menakjubkan. Aku di sini, berdiri seorang diri, menyaksikan langit yang perlahan semakin terang. Di sana, tepat di atas kepala, ada matahari yang bersinar sangat terang, dan kerlip bintang kecil dengan cahaya kebiruan di sampingnya. Kecil dan sangat terang, sehingga cahaya matahari tak mampu membunuh keindahannya. *** "Namanya Gibran Aditya Nuragha." Perempuan dengan rambut ikal pendek dan lipstik merah darah yang menghiasi bibirnya itu menyodorkan sebuah foto di atas meja. "Dia putra pertamaku, usianya sudah tiga puluh empat tahun, tapi selalu menolak untuk menikah." Perempuan itu mengembuskan napas dramatis seakan sudah sangat putus asa. "Tolong tuliskan 'kisah' yang baik untuknya. Bisa, 'kan?" Aku mengambil foto pria itu. Jika dilihat dari fotonya, pria bernama Gibran memiliki postur tubuh yang gagah dengan bahu lebar dan tinggi yang lumayan. Cukup menawan. "Bisa diatur," ucapku sambil menyatukan ibu jari dengan telunjuk di ujung foto dan membentuk gerakan kecil. "Saya butuh informasi lengkapnya, termasuk tanggal lahir, nama orang tua, pekerjaan, dan ...." "Sudah saya siapkan semua datanya, Mbah." "What? Mbah?" "I-itu, anu, maksud saya ... Nona." Aku tersenyum dan mengangguk kecil menanggapi kalimatnya. Nona Tsurayya, aku lebih suka ketika orang lain memanggilku seperti itu. Entah, aku merasa sebutan itu terdengar lebih enak dan juga memiliki kesan cantik sekaligus elegan saat diucapkan. "Bagus. Panggil saya nona dan jangan pernah ulangi kesalahan tadi lagi." Menyebalkan! Memangnya aku sudah nenek-nenek sampai harus dipanggil mbah? Aku masih terlalu imut dan cantik meski usiaku sudah hampir kepala tiga. Aku percaya itu. "Baik, Nona, akan lebih bagus jika Nona segera menyelesaikan kisah itu." "Baik, besok saya akan mulai riset tentang kehidupan putra Anda dan mulai menulis 'kisah' untuk Gibran. Mohon 'kerja samanya', ya." Aku sengaja menekankan kata kisah dan kerja sama saat mengucapkannya, karena kisah yang akan kutulis bukan sekadar novel dengan tokoh utama bernama Gibran. Kisah yang akan diaminkan oleh semesta, dan membuat seluruh alam bekerja sama untuk menjadikannya sebagai garis hidup tokoh utama tersebut. Ya, aku adalah seseorang yang seperti itu. Jika penaku bergerak di atas lembaran kertas dan mulai menuliskan ide cerita, maka di saat yang bersamaan takdir seseorang akan berubah sesuai alur yang kuciptakan. "Tentu, Nona." Perempuan dengan penampilan yang cukup glamor itu mengambil amplop cokelat dari tas di tangan. Aku benar-benar menyukai jenis klien seperti Nyonya Diana ini. Dia sangat pengertian. Dengan cepat, aku menyambar amplop coklelat dan menumpuknya dengan berkas yang diberikan oleh Nyonya Diana, sambil memamerkan senyum paling tulus. "Senang bekerja sama dengan Anda, Nyonya." Aku mengulurkan tangan, tapi perempuan itu hanya menempelkan ujung jemarinya sekilas. Seperti ada kesan jijik di bola matanya yang mirip kucing. Sedikit menyebalkan kalau saja aku tidak ingat dengan tebal amplop yang sudah dia berikan. "Baiklah, saya pamit dulu. Mohon kerja samanya juga untuk kerahasiaan data yang saya berikan." Aku tidak menjawab, hanya mengangkat tangan dengan ibu jari yang menyatu dengan telunjuk, membentuk huruf 'o' sebagai tanda sepakat. Seperginya Nyonya Diana, aku berniat menyimpan amplop yang dia berikan ke dalam laci yang ada di kamar. Betapa terkejut ketika melihat penampilanku sendiri di depan cermin. "Ya ampun, pantas saja perempuan itu terlihat jijik." Aku mengembuskan napas malas. Penampilanku benar-benar kacau sekarang. Rambut yang lepek dan sedikit berantakan, terasa berminyak saat disentuh, juga lingkaran hitam di bawah mata yang membuatku mirip dedemit. Sudah hampir seminggu aku nyaris tak memiliki waktu tidur yang cukup karena harus menyelesaikan satu naskah. Klien yang satu itu benar-benar menjengkelkan. Dia memintaku menuliskan kisah cinta romantis seperti drama korea dan menuntut pasangan hidup yang memiliki karakter seperti Raja Lee Gon. Aku tidak mengerti dengan jalan pikirannya. Sungguh sangat beruntung karena sepertinya langit sedang berbahagia, hingga kisah itu benar-benar bisa terwujud. Meski bukan seorang raja dari dunia paralel, pria yang dia temukan memiliki kesempurnaan fisik dan kecerdasan, serta sikap yang tidak jauh berbeda dari Lee Gon. Terutama dalam hal bucin pada pasangan. Hahaaa! "Apa yang harus kulakukan sekarang? Aku ingin tidur tapi perutku sangat lapar. Andai aku bisa melakukannya sekaligus." Aku menggerutu panjang pendek di depan cermin sambil mengacak rambut yang memang sudah tidak berbentuk. "Astagaaa, Ayyaaa!" Teriakan itu terdengar sangat tidak asing bagi telingaku. Airin, aku yakin gadis itu pasti datang untuk membuat hariku semakin kacau. "Boleh dikecilkan sedikit volume teriakanmu, Nyisanak?" Aku keluar dari kamar sambil menutup telinga dengan kedua tangan. "Telingaku hampir minta pensiun karena suara jelekmu itu." "Ya, Tuhan, Ayya! Aku tau kamu seorang 'penulis' yang sibuk, tapi setidaknya bereskan rumahmu. Pantas tidak ada laki-laki yang mau mendekatimu." Tangan anak itu memungut satu-satu bekas bungkus snack dan makanan cepat saji yang belum sempat kubuang sejak tiga hari lalu, juga kaos kaki bekas dipakai kemarin yang tergeletak di atas sofa. "Bagaimana bisa ada manusia yang tinggal di tempat seperti ini? Bahkan tikus akan berpikir dua kali untuk membuat sarang di sini, saking joroknya dirimu." "Lanjutkan!" Aku tidak menggubris kata-katanya dan hanya mengambil posisi tidur di sofa yang sudah dia bereskan. Aku terlalu lelah untuk berpura-pura meladeninya. Mataku benar-benar berat sekarang. Aku ingin tidur, sampai terdengar mangkok yang dipukul dengan sumpit alumunium, tanda ada tukang bakso yang lewat. Dalam sekejap, mataku langsung terbuka lebar dan segera berlari keluar, meninggalkan Airin dengan sejuta kosa kata u*****n yang seolah tak pernah habis jika itu untukku. Dunia mengenalnya sebagai Airin Justin si selebgram yang cantik dan ramah sejak tahun lalu, tapi di mataku dia hanyalah Mak Lampir yang tidak memerlukan tongkat sihir untuk bertarung. Lidahnya sudah terlalu tajam kalau hanya untuk mengumpat. "Mamaaang, baksonya dua mangkok, ya." Meski begitu Airin tetaplah sahabat yang baik. Terutama saat dia mau merepotkan diri membereskan tempat tinggalku. Siapa yang peduli jika dia terus mengumpat, kalimatnya hanya akan melewati lubang telingku dan tidak akan sempat mampir ke otak. Benar-benar hanya lewat. "Neng Ayya." mang Jalu menghentikan gerobaknya. "Mau pakai mangkok sendiri atau mangkok saya, Neng?" "Mangkok sendiri aja, Mang. Sebentar, kuambil dulu, ya." Aku mengambil mangkok, saat kembali ada dua ibu-ibu yang sedang mengantre sambil membicarakan sesuatu. "Iya, Jeng, dia itu kan memang selalu pulang malam. Pergaulannya terlalu bebas." "Tapi tetap saja, Jeng, aku tidak menyangka kalau dia akan hamil di luar nikah begitu." Entah siapa yang sedang mereka bicarakan. Aku tidak tahu, dan tidak terlalu ingin tahu. Namun pada akhirnya setelah mereka pergi, tetap saja pertanyaan itu keluar dari mulutku. "Ada apa, Mang? Sepertinya mereka sedang membicarakan seseorang." Mang Jalu menerima mangkok yang kuulurkan. "Biasa, Neng. Mereka kan memang selalu suka membicarakan orang lain." Tangannya dengan terampil meracik pesananku. Dia sudah sangat hafal kalau aku akan meminta banyak sayur dan tambahan lemak daging, berbanding terbalik dengan Airin yang anti lemak. "Gadis di ujung komplek sana katanya hamil, dan mereka selalu menggunjing dengan sumpah serapah yang tidak pantas diucapkan pada manusia." Saat mengucapkan kalimat itu, aku bisa melihat adanya kesedihan di mata Mang Jalu, meski detik berikutnya sudah sirna oleh senyuman kecilnya. "Hamil? Memangnya kenapa kalau hamil, Mang? Dia perempuan, 'kan?" "Ah, si Eneng ini..." Mang Jalu membuat gerakan seperti memukulku dengan sendok kuah. "Neng Ayya, mah, sukanya becanda aja kalau sama Mamang." "Seriusan, Mang. Aku tidak tau di mana letak salahnya. Perempuan hamil kan memang sudah kodratnya." Aku meringis, memamerkan senyum paling konyol setelah mengucapkan kalimat barusan. "Ya, memang tidak salah, Neng. Hanya saja, katanya dia hamil di luar nikah." Kali ini aku melongo sambil mengedipkan mata empat kali dengan cepat, berharap hal itu bisa membantu otak mencerna informasi lebih cepat. "Maksud, Mamang?" "Ya begitulah, Neng." Mang Jalu menambahkan sambal dua sendok untuk mangkokku dan satu sendok untuk Airin. "meski begitu, Mamang sebenarnya kasihan dengan gadis itu. Dia juga pasti tidak mau hal itu terjadi, seharusnya kita bisa membantu meringankan beban penderitaannya, bukan malah menyumpahi. Iya, kan?" Aku tersenyum lebar dengan mata meledek. "Mang Jalu memang terbaik!" Aku tidak bohong. Selama mengenalnya sebagai tukang bakso langganan, Mang Jalu sering kali membuatku takjub dengan kalimat bijaknya. "Terima kasih, Mamaaang." Aku menerima dua mangkok bakso, memberikan dua lembar uang sepuluh ribu dan dua lembar dua ribuan. Dunia ini memang selalu menujukkan keanehan di mata dan telingaku. Mereka yang mengaku berpendidikan, sering kali menghianati keilmuannya dengan perbuatan dan perkataan tak beradab. Sedangakan orang-orang yang direndahkan, justru bercahaya seperti mutiara di dalam lumpur yang terinjak.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

The Alpha's Mate 21+

read
146.5K
bc

Time Travel Wedding

read
5.4K
bc

AKU TAHU INI CINTA!

read
9.0K
bc

Romantic Ghost

read
162.5K
bc

Possesive Ghost (INDONESIA)

read
121.4K
bc

Putri Zhou, Permaisuri Ajaib.

read
3.9K
bc

Legenda Kaisar Naga

read
90.5K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook