'Violet Margaretha Wijaya'

1426 Words
Violet melangkah cepat menuju ruang Osis untuk pertemuan yang akan membahas sedikit mengenai lomba minggu depan. Sebagai sekretaris, jelas dia sangat di butuhkan oleh Daniel untuk mencatat kerangka tentang apa saja yang akan diperlukan. Begitu ia masuk, semua anggota osis langsung menyambutnya hangat. "Akhirnya Vio dateng. Gue yakin, dia paling bisa nentuin tema," ujar Anggun sang bendahara. Violet duduk di hadapan meja bundar besar yang di kekelingi oleh anggota osis yang lain. "Jadi, gimana soal temanya? Udah ketemu?" tanya Violet. "Justru itu, kita belum menemukan tema yang pas." Daniel sang ketua osis membuka suara. "Hari ini bulan September, temanya dekorasi kelas bisa tentang hujan, hari natal atau tahun baru," lanjutnya. "Menurutku, kak. Gimana kalau semua tema nya dipakai? Jadi setiap kelas bisa memilih tema apa yang mau mereka gunakan buat dekorasi," jelas Violet. "Gue setuju," kata Melody cepat. Yang lainnya ikut mengangguk setuju dengan ajakan Violet. "Tapi kenapa harus ketiga-tiganya?" tanya Daniel. "Supaya banyak kejutan aja, kak. Kalau kita pakai ketiganya, kemungkinan dekorasi setiap kelas bakalan berwarna banget." Violet mengakhiri ucapannya dengan senyum merekah. Daniel tersenyum ke arah Violet. "Kita terima keputusan Violet." "The best deh Violet. Udah cantik, jago memutuskan lagi," ujar Aldi takjub. "Dia emang panutan buat kita semua," timpal yang lainnya. Violet hanya membalasnya dengan senyum malu-malu. "Jadi, guys. Kita udah nentuin tema buat lomba kelas kerapihan minggu depan. Temanya hujan, hari natal dan tahun baru." Daniel menutup perjumpaan dan memerintahkan anggota osis untuk kembali ke kelas masing-masing. Semua orang bubar, menyisakan Violet yang masih sibuk dengan laptop barunya. Wajahnya tertekuk seolah sedang dalam masalah. "Ada yang bisa dibantu?" tanya Daniel seraya mendekati Violet. "Eh, ini kak. Laptopnya kenapa ya, kok gini terus?" Violet sedikit menggeser laptopnya ke arah Daniel untuk menunjukan masalahnya. Daniel duduk dikursi samping Violet sambil mangut-mangut. "Oh, biar gue benerin. Kayaknya ini laptop baru, ya?" "Makasih, kak. Iya, itu baru beli kemarin." "Kerusakan kayak gini biasa terjadi, kok. Gimana kalau lo ke kelas dulu? Soalnya ini bakalan lama," ujar Daniel. "Lama ya, kak? Yaudah, deh. Aku ke kelas dulu kalau gitu." Violet berdiri dan berjalan menjauh. "Vio," panggil Daniel. Violet menoleh. "Iya, kak?" "Nanti istirahat gue anterin ke kelas lo, ya." Daniel tersenyum tipis. Senyum yang dikagumi oleh hampir seluruh siswi SMA Venus. Daniel Padilla, ketua OSIS yang menjadi idola di sekolahnya. Selain tampan, Daniel juga hebat dalam memasak segala macam masakan. Bayangkan, siapa yang tidak ingin dengan laki-laki tampan, dan jago memasak. _ Jam istirahat tiba, Violet membereskan buku-bukunya dengan cepat ke dalam tas beruang miliknya. "Vio, bilangin tuh sama saudari tiri kamu, jangan suka bolos jam pelajaran. Kan kelas kita jadi di cap jelek nanti," ujar Vanesa menunjukkan kekesalan nya pada Riola. Pasalnya, Riola ijin ke kamar mandi ketika pelajaran Sejarah tengah berlangsung. Namun hingga istirahat tiba, dia tidak kembali juga. "Iya, mungkin dia ke kantin," kata Violet. Violet melangkah menuju ke kantin untuk menemui Riola. "Tuh anak, gak pernah bisa dibilangin." Violet bermonolog di sela-sela langkah nya yang semakin cepat. Violet tiba di kantin, melihat Riola yang sedang duduk bersama Rivano dan dua temannya yang lain. Hal biasa yang selalu Riola lakukan setiap hari di jam istirahat. "Rivan kalau udah makannya jangan lupa minum s**u pemberian Ola, ya." suara Riola terdengar samar-samar mengenai telinga Violet yang sudah mendekati mereka. "Ola, si Rivan itu kagak minum s**u. Emangnya dia bayi apa?" ujar Dave tak bosan-bosannya mengatakan itu. Riola sudah diberitahu berkali-kali kalau Rivano tidak minum s**u, tapi dia tetap memaksa Rivano untuk meminumnya. "s**u menyehatkan, tahu. Pokoknya setelah Rivan abisin nasi ayam serundeng cocoknya dikasih minum s**u," jelas Riola. Rivano hanya diam dan memilih fokus pada makanannya sendiri. Tidak menoleh Riola sedikit pun dan tidak niat sedikit pun melakukan itu. Violet datang, duduk disamping Riola dan menyapa Rivano, Dave dan Lukman. "Hai." "Hai juga Vio cantik," sahut Dave dan Lukman bersamaan. Violet membalasnya dengan senyuman, merasa tak nyaman karena Rivano tidak membalas sapaannya. "Vio, ngapain ke sini?" tanya Riola. "Mau mastiin kamu ada di sini, atau gak. Soalnya tadi pelajaran Sejarah malah bolos," jawab Violet. "Ola tidur di sini dari tadi. Sambil nungguin pangeran Rivano," kata Riola. Dave dan Lukman menahan tawa agar tidak menyembur. Riola ini, terlalu lebay untuk tipe cowok seperti Rivano yang tidak suka cewek pecicilan. Rivano menggeser piring yang telah kosong dan meminum segelas minuman bersoda yang ia pesan. "Akhirnya Rivan udah juga makannya. Ini susunya minum, Rivan." dengan semangat empat lima, Riola menyerahkan s**u kotak yang ia beli. "Gue gak mau." Rivan berdiri, pamit pada Dave dan Lukman kemudian pergi dari kantin. Riola ikutan pamit dan menyusul Rivano yang sudah semakin jauh. "Rivaaaannn minum dulu s**u Ola!!" teriaknya seraya berlari kencang. "s**u Ola? Ambigu banget, astaga." Dave geleng-geleng kepala kemudian menoleh ke arah Lukman. "s**u kotak punya Ola, maksudnya gitu, Dev." Lukman meluruskan otak sahabatnya yang mungkin sudah mengartikan ucapan Riola dengan salah. Violet ikut berdiri, merasa tidak ada tujuan lagi duduk di sini. "Aku pergi ya," pamitnya kemudian pergi. "Iya Vio cantik," sahut Lukman. "Asli, idaman bat tuh si Violet. Udah cantik, baik, pinter, berbakat, kaya, bening.. Gak ada celah nya," ujar Dave takjub. Matanya memandangi punggung Violet yang semakin menjauh. "Beda banget sama saudarinya itu, yang pecicilan tukang ngerokok," kata Lukman. "Si Riola? Dia sama si Violet bagaikan langit dan bumi!" Dave meneguk habis minuman soda bekas Rivano yang masih tersisa. _ Violet baru keluar dari kamar mandi dan berjalan menuju ke kelas. "Violet!" Merasa ada yang memanggil, Violet menoleh dan melihat Daniel berlari kecil menghampiri nya dengan laptop yang terapit di lengannya. Violet tersenyum, menunggu Daniel menghampiri. "Laptop nya udah bener," ucap Daniel dan menyerahkan laptop berwarna ungu kepada Violet pemiliknya. "Wah, terima kasih banyak, kak." Violet tersenyum, memamerkan lesung pipinya yang dalam. "Sama-sama. Gak mau ngasih hadiah atau apa nih? Lumayan susah lho," ujar Daniel menggoda. "Kakak maunya apa?" tanya Violet. Ia jadi tidak enak dengan ucapan Daniel barusan. "Gue gak mau apa-apa kok, Vio. Cuman mau-" Daniel menggantung kalimatnya sesaat, menatap gugup ke arah Violet yang tengah merapikan rambut hitamnya yang sedikit berantakan. "Mau apa, kak?" "Ajak lo makan malam di kafe gue." Daniel melanjutkan dengan cepat. Violet tersenyum malu dan mengangguk. "Boleh. Jam berapa?" "Serius bisa? Jam tujuh gue jemput ke rumah lo." "Bisa, kak. Oke," sahut gadis itu. "Kalau gitu, see you." Daniel pergi, meninggalkan Violet dengan perasaan yang sangat bahagia. Akhirnya, setelah memendam perasaan pada cewek itu cukup lama, ia bisa memiliki keberanian mengajaknya keluar. _ Violet memasuki kelas yang masih kosong. Berhubung waktu istirahat belum habis, semua siswa siswi masih berkeliaran lincah di luar kelas. Violet duduk di bangkunya dan mengeluarkan sesuatu dari dalam saku sweater kuningnya. Sebungkus rokok dan sebuah korek. Violet mengeluarkan satu batang dari dalam bungkus rokok miliknya dan menyalakannya. Dengan santai, Violet menikmati rokok tersebut sampai habis. Setelah menghabiskan rokoknya, ia menyimpan korek beserta bungkus rokok tersebut ke dalam tas Riola yang tepat berada di mejanya. "Ini terlalu mudah, La. Lo gampang banget di kibulin," gumamnya penuh kepuasan. Violet mengambil handphone nya dan menelpon nomor Riola. _ "Ola buka pintunya, gue mau ke kelas!" bentak Rivano yang sudah kehabisan kesabaran. Ia menggedor pintu dengan keras agar Riola segera membukanya. "Gak! Ola pengen Rivan janji dulu buat pulang bareng sama Ola!" paksa Riola. Ia menahan Rivano di dalam kamar mandi cowok dan menguncinya dari luar. Cara apa pun akan Riola lakukan untuk membuat cowok itu menuruti kemauannya. "Oke oke, kita pulang bareng. Tapi keluarin gue dari tempat bau ini! Gue mau ke kelas bentar lagi masuk!!" teriak Rivan frustasi. Riola tertawa puas dan membuka pintu kamar mandi. "Udah janji, ya! Jangan ingkar!" "Iya, serah lo." Rivano berjalan menjauhi Riola. Riola mengambil ponselnya dan menerima telepon dari Violet. "Halo, Vio?" "Ola, kamu bisa Ambilin laptop aku di dalam tas, gak? Bawa ke ruang osis, ya. Cepetan." "Oke. Ola ke sana sekarang. Tunggu, ya!" _ Riola memasuki kelas yang lagi-lagi di penuhi asap rokok dan bau yang sangat menyengat. "Ada yang ngerokok di kelas lagi?" Riola berjalan perlahan menuju ke bangkunya dan menggeledah tas Violet untuk mengambil laptop miliknya. Namun belum sempat ia keluar, bel berbunyi dan teman-teman sekelas Riola mulai memasuki kelas. "Ola, lo ngerokok lagi?" tuduh Rio jengkel. Semua orang yang masuk ke sana, langsung menutup hidung mereka dan ada yang sampai terbatuk-batuk karena menghirup asap rokok. Riola menggeleng. "Nggak, kok!" "Anak ini kebiasaannya ngeles terus! Pantes aja banyak yang benci sama lo! Lo itu munafik!" cibir Vanesa pedas. Violet berdiri di ambang pintu kelas dengan senyum kepuasan yang terbit di wajahnya yang manis. Ia menyukai setiap kata-kata pedas yang dilontarkan orang-orang kepada Riola. Baginya, itu adalah kebahagiaan yang tiada tara. _ To be continued. Terima kasih sudah membaca ^^
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD