bc

Anomali

book_age16+
1.3K
FOLLOW
6.3K
READ
family
forced
second chance
goodgirl
brave
doctor
drama
school
teacher
like
intro-logo
Blurb

Clarissa Pratama, seorang guru IPA di sebuah Sekolah Dasar tiba-tiba mendapat sebuah tugas tambahan dari sang Kepala Sekolah, yaitu menjadi wali murid bagi seorang Siswa Berprestasi bernama Bhagas.

Bhagas, si anak pendiam ini ternyata menjadi jembatan bagi dua orang yang sama-sama memiliki masa lalu kelam, antara Clarissa dan Marco Setiawan.

Namun, dalam sebuah cerita selalu saja ada penyimpangan di setiap garis hidup yang kita lalui.

Anomali Cover made in Canva.com

Heading font: CINZEL

SubHeading font: GFS Artemisia

Pict: Black White Portrait Photography Book Cover by Marketplace Designers

chap-preview
Free preview
SATU
Clarissa   “Miss Clarissa, dipanggil Madam Patricia!” kata Miss Marissa padaku. Ya tuhan, apa salahku sampai harus dipanggil kepala sekolah? Bukan kah aku tak pernah membuat masalah? “Iya, Miss. Saya langsung ke sana!” jawabku. Aku segera keluar dari ruang guru. Melewati beberapa ruangan menuju ruang kepala sekolah. Aku mengetuk pintunya beberapa kali kemudian membuka pintunya perlahan. “Permisi, kata Miss Marissa saya dipanggil?” “Iyaa, ayok Miss Clariss. Silahkan duduk!” Aku berjalan ke kursi di hadapan Madam Patricia, sang kepala sekolah. “Ada apa ya, Madam?” Tanyaku. Berusaha mencari tahu apa dosaku sehingga dipanggil. Ruang kepala sekolah sudah seperti ruang BK kalau untuk guru-guru. “Kamu tahu Miss Anna?” Tanya Madam Patricia. Aku tahu, dia guru BK di sekolah ini. Tapi apa hubungannya denganku? “Iya, Madam. Saya tahu. Ada apa yaa?” Tanyaku. “Miss Anna akan pindah dari sekolah ini, ikut suaminya ke Kalimantan. Saya butuh bantuan kamu.” “Bantuan? Bantuan bagaimana Madam?” Aku bingung, aku seorang guru Science. Apa hubungannya dengan kepergian guru BK denganku? “Jadi begini, Miss Clariss. Selama ini Miss Anna ditugaskan buat memonitor 1 siswa. Dia agak beda, tapi istimewa.” “Siapa?” “Miss Clarissa pernah dengar ada siswa sekolah sini yang ikut lomba piano, lomba melukis dan selalu juara satu?” “Iyaa, kalau gak salah sekarang sudah kelas 2 kan?” “Iyaa, Betul. Namanya Bhagas Aldimas Setiawan.” “Terus apa hubungannya dengan saya, Madam?” Aku masih tidak mengerti kenapa aku diminta kemari. “Saya minta kamu jadi guru wali dari Bhagas, terlepas dari guru mata pelajaran dan wali kelas. Wali kelasnya Mr. Patrick tahu kalau anak ini butuh guru wali pribadi.” “Kenapa? Kenapa Bhagas butuh guru wali pribadi?” Tanyaku heran kepada sosok Bhagas ini. “Dia anaknya pendiam. Sangat pendiam. Gapunya teman. Gak mau bermain. Gak mau apapun. Nah saya minta bantuan Miss Clarissa buat deketin dia, sebagai ganti Miss Anna. Jujur saja, sudah setahun selama dia di kelas 1 ga ada perubahan sama sekali.” jelas Madam Patricia. “Kenapa saya? Kalau Miss Anna yang seorang psikolog saja tidak bisa apalagi saya, Madam?” “Saya juga gak tahu, tapi feeling saya kamu bisa!” seru Madam Patricia. “Ini sudah 2 minggu setelah tahun ajaran baru, kamu bisa kenalan sama dia, nanti pulang sekolah saya anter. Dia biasa nunggu jemputan di kelas seni.” Lanjut Madam Patricia. “Madam? Boleh saya kenalan sama dia pake cara saya sendiri saja?” Tanyaku. “Yaa Boleeh.” “Kalau begitu, saya permisi dulu.” “Eh, Miss Clariss?” Panggilnya saat aku berjalan menuju pintu. “Iya, Madam?” Tanyaku sambil berbalik. “Gak usah khawatir, ada bonus khusus ko untuk tugas tambahan ini!” Aku hanya tersenyum mendengarnya.    ***   Bel pulang sekolah berdering nyaring. Kemudian diikuti dengan suara riuh anak-anak yang bahagia. Aku sedang mengajar anak kelas 3C. “Oke, kids. Hari Rabu semua bawa tugasnya yaa!” kataku. “Yess, Miss!” sahut mereka serempak lalu meninggalkan kelas. Aku segera keluar kelas, menuju ruang guru. Aku duduk sebentar, memikirkan tugas baruku untuk jadi guru wali seorang siswa. Aku mengeluarkan cermin dari tasku, melihat penampilanku. Oke tidak terlalu berantakan. Lalu aku menyambar tasku dan berjalan keluar. Aku menuju ruang seni, karena kata Madam Patricia, Bhagas selalu menunggu jemputannya di sini. Saat melewat ruang seni, aku melihat seorang anak. Duduk diam di depan keyboard, tidak memainkan nada-nada. Kemudian aku masuk. “Hello!” sapaku. Bhagas menengok kepadaku, tersenyum. “Lagi nunggu jemputan yaa?” Tanyaku. Lalu dia mengangguk. “Miss, boleh duduk di sini?” Kataku menunjuk bangku yang ada di dekatnya. Berjarak 1 meter dari tempatnya duduk. Bhagas mengangguk. Aku diam sebentar. Bingung bagaimana berkenalan dengan anak pendiam ini. “Kok gak dimainin keyboard-nya?” Tanyaku. Bhagas menoleh kepadaku, ia tersenyum sambil menggeleng. Akhirnya aku bangkit dan mendekat ke arahnya. “Miss boleh duduk di sini?” Tanyaku. Menunjuk space kosong yang tersedia di bangku panjang yang ia duduki. “Boleh miss!” Jawabnya. Ini kali pertama aku mendengar suaranya. Suaranya agak berat, seperti ada sesuatu yang ditahan olehnya. Aku jadi penasaran, apa yang membuat bocah 7 tahun ini menjadi pendiam? Harusnya anak seusianya itu aktif, lagi badung-badungnya mungkin. Aku duduk di sampingnya. Ia menggeser sedikit. Aku tersenyum padanya lalu meletakkan tanganku di atas tuts keyboard. “Boleh?” Tanyaku. Bhagas hanya mengangguk. Lalu aku memainkan lagu yang sering ku mainkan: Falling Slowly.   Setelah selesai Bhagas bertepuk tangan. Aku tersenyum. “Giliran kamu dong!” Kataku, tapi Bhagas menggeleng. Aku mengangguk. “Kelas berapa? Bhagas?” Tanyaku. “Kok, Miss tahu namaku?” “Itu, liat di nametag.”  Jawabku menunjuk d**a kanannya. “Kelas 2A, Miss.” Jawabnya sambil tersenyum. “Oh pantes, Miss gak kenal kamu.”Dia hanya mengangguk. Dan diam, ini sudah pukul 2. Sudah lewat 1 jam dari bubaran kelas, mana jemputannya? “Jemputan kamu mana?” “Ini hari senin. Ayah biasanya telat.” Jawabnya. Aku mengangguk. Rasanya tidak baik memaksa anak pendiam ini mengobrol denganku terus. Aku pindah ke kursi sebelumnya dan duduk di sana sambil memainkan ponsel. “Miss belum pulang?” Tiba-tiba aku mendongkak mendengar suaranya, kaget karena ia bertanya. “Eh iyaa, belum.” jawabku. Kemudian ada seorang ibu paruh baya mengetuk pintu. “Permisi!” Serunya. “Iyaa, kenapa bu?” Tanyaku. “Ini mau jemput Dek Aga!” “Bhagas maksudnya?” Tanyaku. “Iyaa, Miss!” Jawab ibu itu. “Bhagas ini jemputannya?” Tanyaku memastikan. Karena tadi Ia bilang kalau ayahnya yang menjemput. Bhagas mengangguk. Lalu mengambil tasnya di lantai dan menghampiri ibu itu. “Pamit yaa, Miss!” Seru si ibu tadi. “Iyaa Bu, hati-hati. Bhagas juga yaa, see you tomorrow.” Kataku. Bhagas hanya tersenyum. Aku membalas senyumannya sambil melambaikan tangan. Kemudian keduanya pergi ke arah parkiran. Jeda 10 menit aku juga keluar menuju mobilku yang terparkir di parkiran khusus guru. Kesimpulanku dari pertemuan dengan Bhagas hari ini adalah dia memang sangat pendiam. Tapi dia merespon jika diajak bicara, walaupun kadang hanya dengan anggukan. Aku penasaran, apa yang membuatnya jadi seperti itu. Pasti ada sesuatu kan? Apa aku harus menghubungi Miss Anna? Atau bertanya pada Madam Patricia? Entah lah, tapi sepertinya akan menarik jika aku mencaritahunya sendiri. *** TBC                    

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Bukan Cinta Pertama

read
52.6K
bc

Rewind Our Time

read
161.6K
bc

Aku ingin menikahi ibuku,Annisa

read
55.6K
bc

Hubungan Terlarang

read
501.9K
bc

Kupu Kupu Kertas#sequel BraveHeart

read
44.2K
bc

I LOVE YOU HOT DADDY

read
1.1M
bc

Possesive Ghost (INDONESIA)

read
121.4K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook