********
Menikah memang bukan hal mudah. Tapi ketika menemukan orang yang tepat, itu jadi hal paling mudah di dunia ini.
********
Katakanlah bahwa setiap orang punya jalannya masing-masing. Tapi sungguh, Sera ingin sekali menikah secepatnya. Ini bukan keputusan yang ia ambil dengan tergesa-gesa. Dia sudah mapan dengan pekerjaan sebagai accounting di Trinita Production. Gaji? Tentu saja cukup untuk membantu suaminya kelak. Dan untuk kesiapan hati, Sera sangat siap. Alasannya, Barat adalah orang yang tepat untuknya.
Bagi Sera, umur bukan patokan untuk menikah. Walaupun umur 24 tahun memang sudah tepat untuk seorang perempuan menikah, tapi bukan itu masalahnya. Barat. Ya, pria berparas tampan itu berhasil mengambil separuh jiwanya. Bukan cuma itu saja. Berpacaran selama tiga tahun berhasil membuat Sera yakin bahwa Barat adalah pria yang tepat untuk jadi suaminya. Percayalah, ketika seorang wanita sampai ke tahap itu, rasa cintanya pasti sudah sangat besar.
“Sera, aku balik duluan ya.”ucap Mbak Elfri. Wanita yang selalu memakai rok span ke kantor. Dan yang bikin Sera kagumi, dia juga pakai high heels setiap saat. Katanya sih, itu salah satu bentuk integritasnya pada diri sendiri. Ya, selalu tampil cantik membuat percaya dirinya meningkat.
“Oke mbak, be careful!”balas Sera melambaikan tangan. Sera masih berkutat dengan hitungan tagihan untuk beberapa customer. Terutama pajak dan royalti penggunaan lagu artis-artis yang bernaung di manajemen Trinita Production.
Saat jam menunjukkan pukul 9, panggilan telepon membuatnya berhenti menatap angka-angka itu. Ada nama My West di handphonenya. Begitulah ia menamai Barat di kontak handphonenya.
“Selamat malam mas..”
“Selamat malam. Kamu masih di kantor?”
“Iya nih, masih. Kerjaan numpuk, soalnya kan ini hari jumat. Besok libur.”
“Ini sudah jam berapa, Ra? Kamu pulang deh sekarang. Atau mau mas jemput?”
“Eh, jangan. Gak usah mas. Aku bisa pulang sendiri.”
“Iya. Tapi pulang sekarang ya. Ini udah jam 9 lewat loh.”
“Iya mas.”
“Hati-hati di jalan. Jangan lupa makan.”
“Siap.”
Sera menggerakkan tangannya berharap lelah itu sedikit berkurang. Setelahnya, ia bergegas pulang. Saran dari Barat, selaku calon suaminya, selalu ia patuhi. Itung-itung belajar jadi istri yang baik. Saat kakinya hendak melangkah melewati lobby menuju ke halte busway, sebuah mobil tiba-tiba mengklakson dengan suara yang memekakan telinga. Sera menoleh dengan wajah kesal. Bahkan mulutnya hendak mengumpat. Tapi ia hentikan semua niat itu karena ia mengenal mobil itu. Mobil milik Dipta Brigarda, manusia paling beruntung di muka bumi ini.
Sera memperhatikan langkahnya dan langsung membuka pintu mobil. Dia langsung duduk disamping Dipta.
“Kenapa datang tiba-tiba sih?”
“Kebetulan banget. Aku ada meeting di mall sebelah.”balas cowok berambut gelombang itu. Rambutnya di cat perpaduan hitam dan kuning. Dan ya, warna itu cocok sekali dengan wajahnya. Dipta adalah seorang influencer yang sedang naik daun. Padahal, baru dua bulan dia menekuni bidang itu. Bukan tanpa alasan, Sera yang menyuruhnya untuk memamerkan wajahnya di sosial media. Tadinya mau nyuruh biar Dipta jadi model saja. Tapi Dipta tidak bisa percaya diri di depan banyak orang.
“Argh, aku capek banget Dip. Rasanya pengen resign aja. Kayak kamu gitu, bikin konten terus tinggal tidur.”
“Mau emang?”
“Mau dong.”
“Aku ada job nih. Butuh peran cewek. Aku udah bilang Berlin, tapi dia gak mungkin kan. Soalnya dia pemilik Nacita Fashion. You know, right?”
“Emang jadi apa? Aku kan susah banget ngomong ala-ala selebgram. Apalagi kalau bicarain konspirasi.”ujar Sera antusias.
Dipta malah tertawa. Walaupun sudah berteman hampir 10 tahun, Sera masih saja lucu. Dipta sendiri merasa asing waktu tahu Sera ingin sekali buru-buru menikah.
“Nggak kok, Ra. Cuma promosi produk kosmetik. Dan ownernya minta diupload di i********: sama t****k. Kalau kamu mau, nanti fee nya kita bagi dua.”
“Berapa dulu? Aku kalau dikit doang gak mau ah. Entar kerjaan di kantor malah kelewat.”balas Sera merasa paling penting. Padahal kan, gaji Dipta jauh lebih banyak daripada dia.
“Bakal kaget kamu Ra. Sampailah,,,, hmm,,,, lima puluh juta.”
“Serius?”
“Iya, Ra. Gimana?”
Sera tampak masih syok. Walau pertemanan mereka bagai kepompong, masalah gaji adalah hal tabu untuk diperbincangkan. Sera tidak terlalu mengikuti dunia selebriti dan para influencer. Jadilah, dia seperti orang katro ketika membicarakannya. Dia melirik Dipta dengan senyuman yang menunjukkan jawaban.
***
Beberapa orang mengakui bahwa pacaran adalah proses paling tepat untuk menemukan orang yang tepat. Tapi jangan salah, ada yang berpisah setelah pacaran begitu lama. Alasannya? Lamaran tak kunjung datang.
Serani Floella, artinya Serani yang seperti bunga. Dia memang cantik seperti bunga. Bahkan, semasa kuliah dulu, pria yang menyukainya tak bisa dihitung dengan jari tangan. Saking banyaknya. Dia keluar dari kamar mandi dengan rambut dibalut handuk. Keramas memang memakan waktu lama, tapi dia udah gak betah tidur dengan rambut yang gak dicuci selama tiga hari.
“Entar kamu masuk angin, Ra.”protes mama waktu ia hendak ke kamar mandi. Tapi abis mandi, mama sudah tidur. Untunglah, Sera tak perlu mendengar omelannya lagi. Dia menatap wajahnya di cermin besar itu. Setelah prosesi pra tidurnya selesai dengan sederet krim wajah, dia hendak merebahkan diri. Tapi ada sebuah kertas undangan di atas mejanya. Undangan pernikahan Jolin, teman kampusnya yang bahkan tak pernah tersiar pernah pacaran.
Dia sampai lupa membuka grup kelas. Sudah banyak ucapan selamat untuk perempuan itu. Dia cukup beruntung karena menikah setelah pacaran dua bulan saja. Bagi Sera, itu prestasi yang bikin iri.
Panggilan dari Barat membuatnya tak mengindahkan undangan itu. Ia merebahkan diri di kasur sambil bicara dengan kekasihnya itu.
“Iya, mas.”
“Udah sampai rumah kan, Ra?”
“Sudah kok. Mas belum tidur?”
“Belum. Nungguin kamu tidur dulu. Mas khawatir kalau kamu kenapa-napa di jalan.”
“Gak apa-apa kok. Tadi aku bareng sama Dipta.”
“Kok bisa?”
“Dia ada meeting gitu di mall sebelahnya. Jadi sekalian aja.”
“Terus, sekarang lagi ngapain Ra?”
“Gak tidur-tiduran sih.”ucap Sera dengan pikiran hendak membicarakan tentang masa depan. “Barusan aku dapat undangan dari Jolin, teman kuliahku dulu mas.”
“Oh gitu,”
“Aku iri sama dia. Padahal ya, dulu dia gak pernah pacaran. Tapi sekarang, dia yang duluan nikah.”ucap Sera mencoba mengarahkan pembicaraan pada hal penting itu. Sesulit apapun mengungkapkannya, lebih baik diusahakan. Rasanya sesak jika menahan semua harapan itu seorang diri. Ya, meskipun Sera punya Berlin dan Dipta. Tapi mereka gak bisa ngasih solusi yang akurat untuk masalah ini. Malahan, mereka punya dua pendapat yang berbeda.
“Gak usah iri Ra. Semua hal, akan ada saatnya. Kamu tahu itu kan?”
“Iya mas. Sebenarnya, aku..”
“Udah dulu ya Ra. Tiba-tiba, ada panggilan dari kantor. Kamu tidur aja, besok kita ngobrol lagi ya?”
“Iya mas, good night!”balas Sera dengan nada datar. Sera bisa merasakan perubahan Barat ketika membicarakan soal masa depan. Walau begitu, Sera masih berusaha untuk mengerti. Mungkin saja, di umurnya yang ke tiga puluh tahun ini, dia belum berkomitmen ke arah sana. Atau, bisa saja dia belum merasa mapan. Itulah alasan yang membuat Sera sedikit tenang. Andai statusnya sebagai perempuan bisa diubah. Dia ingin jadi laki-laki. Jika begitu, mungkin dia bisa melamar Barat.