AMARAH DALAM HATI

1300 Words
Dixie menoleh ke arah suara wanita itu. "Kau...???" Ucap Dixie lemah.   Wanita itu segera berlari menghampiri Dixie, mencoba menghalangi suaminya yang akan memukul Dixie lagi. Dixie melihat wanita itu kembali lebam pada wajah dan lengannya. Seketika Dixie langsung penuh emosi dan amarah melihat lebam pada wanita itu, dan langsung bangkit menukar posisi tubuhnya dengan wanita itu, karena pria itu tetap melayangkan tangannya hendak memukul ke arah Dixie meski wanita itu menghalanginya.   Dixie kali ini menerima pukulan itu di punggungnya, karena melindungi wanita itu. Dixie langsung berbalik dan bangkit memukul pria itu dengan penuh emosi. Bugh!!! Bugh!!! Bugh!!! Beberapa pukulan langsung Dixie tujukan ke arah wajah dan perut pria itu hingga pria itu langsung jatuh tersungkur. "b*****t!!! Dasar b******n!!! Teganya kau memukul seorang wanita!!! Dasar banci!!!" Bentak Dixie dengan emosi sambil menendang pria yang sedang meringkuk itu.   Saat Dixie menarik kemeja pria itu untuk berdiri dan hendak memukul wajah pria itu lagi, tangannya ditahan dari belakang oleh wanita tadi. "Stop! Kumohon hentikan! Jangan pukul suamiku lagi!" Pinta wanita itu pada Dixie. Dixie menoleh dan melihat wanita itu sudah menangis memohon supaya Dixie mau memaafkan suaminya. "Tapi dia....???" Geram Dixie dan wanita itu menangis menggelengkan kepalanya, membuat Dixie menyerah dan akhirnya melepaskan cengkeramannya pada kemeja pria itu, menjatuhkannya ke lantai dengan kasar. "Terima kasih, kumohon maafkan dia. Dia hanya salah paham saat menemukan kartu namamu jatuh dari dalam tasku. Aku mohon maafkan dia." Ucap wanita itu sambil memeluk suaminya yang setengah sadar.  "Apa kau selalu dipukulnya hingga lebam seperti itu?" Tanya Dixie khawatir dengan kondisi wanita itu. "Dia hanya terlalu mencintaiku dan takut kehilangan aku, hingga melakukan semua ini padaku." Sahut wanita itu menundukkan kepala. "s**t!!! Kau sering dipukulnya seperti itu dan masih bisa membelanya?! Rasa cinta seperti apa yang dia miliki sampai tega memukulmu seperti itu?!" Tanya Dixie menggelengkan kepala tak percaya dengan ucapan wanita itu.   Tiba-tiba sekretaris Dixie masuk ke ruangan itu bersama dua orang security. Para Security itu langsung mengamankan pria tadi dan membawanya keluar ruangan. "Tuan, anda harus segera ke dokter untuk diobati luka-luka anda." Ucap Carol, sekretaris Dixie. "Aku baik-baik saja Carol, terima kasih. Kau sudah bisa pulang sekarang. Maaf, kau jadi terlambat pulang gara-gara masalah ini." Ucap Dixie. "Tak masalah Tuan, kebetulan saya tadi masih ada pekerjaan yang harus diselesaikan saat pria tadi menerobos masuk ke ruangan anda." Sahut Carol. "Baiklah tuan, saya permisi pulang dulu." Pamit Carol lalu langsung meninggalkan ruangan itu setelah tersenyum menundukkan kepala juga pada wanita yang masih ada di situ.   Wanita itu berbalik hendak mengikuti langkah Carol keluar namun berhenti saat Dixie memanggilnya. "Maura.. tunggu." Panggil Dixie menahan langkah wanita itu. Wanita itu menoleh ke arah Dixie. "Maaf, saya harus segera menolong suami saya dan membawanya pulang." Sahut wanita itu.   Dixie menghela nafas berat dengan geram segera menghampiri wanita itu dan memegang kedua pundak wanita itu, menatapnya meski wanita itu menundukkan kepalanya. "Dia tidak mencintaimu Maura, kau bisa mati jika terus bertahan dengannya, kau harus segera melaporkan suamimu pada polisi." Ucap Dixie. Wanita itu mengangkat kepalanya menatap Dixie dan menggelengkan kepalanya. "Tidak bisa, aku tidak bisa melakukannya. Bagaimana mungkin aku melaporkan orang yang mencintai aku?! Aku tidak bisa." Sahut wanita itu sambil menangis.   Dixie menarik wanita itu hendak memeluknya namun wanita itu menarik diri dan melepaskan dirinya dari Dixie dan segera melangkah keluar meninggalkan Dixie yang menahan emosinya. "AAARRRGGHHHH!!!!" teriak Dixie sambil melemparkan vas bunga tangan ada di meja dekatnya. Praaanggg!!! Vas bunga itu jatuh pecah berantakan di lantai.   Dixie sangat geram melihat sikap Maura dan mendengar segala ucapan Maura yang masih bisa berpikir bahwa suaminya mencintainya. Bugh!!! Bugh! Bugh!!! Dixie menghantam tembok yang ada di dekatnya beberapa kali, meluapkan amarah dalam hatinya, tangannya sampai terluka akibat dihantamkan ke tembok. "s**t!!! Hatimu terbuat dari apa Maura?! Bisanya kau masih membela suamimu?!!!" Ucap Dixie geram sendiri.   Dixie langsung mengambil jasnya lalu pergi meninggalkan kantornya. Dixie meminta Ken untuk mengantarkannya ke club, dan meninggalkannya disana bersama mobilnya. Dixie butuh pelepasan untuk segala pikiran kalutnya. Dixie minum beberapa gelas minuman beralkohol, namun tetap tak mampu menghilangkan rasa kesal dan amarah di hatinya. Dixie akhirnya memutuskan untuk menemui Brandon di rumahnya. Dixie tak mungkin ke rumah Xander mengingat karakter Elsa yang pasti hanya akan membodoh-bodohinya, lagipula Xander dan Elsa memiliki anak kecil yang belum genap setahun. Apartemen mereka juga tidak begitu besar, sehingga saat Dixie mencurahkan kekesalannya yang ada dia hanya mengganggu bayinya. Dixie tiba di rumah Brandon, lalu mengetuk pintu dengan agak keras, menunggu respon dari pemilik rumah. Tak lama terlihat Brandon menghampiri jendela luar sedikit menyingkap gorden dan melihat Dixie berdiri di depan pintu rumahnya. Brandon segera berteriak memanggil Anna. Brandon membuka pintu dan memapah Dixie yang datang dalam keadaan lemah penuh luka di wajah dan tangannya.   "Apa yang terjadi padamu?!" Tanya brandon panik. Anna juga ikut panik melihat keadaan Dixie. Anna segera mengambil kotak P3K yang ada di kamar mandi dan membawanya ke ruang tamu. Anna membantu mengobati luka Dixie tanpa bicara sepatah katapun. Anna hanya mendengarkan cerita yang mengalir dari mulut Dixie, menjawab pertanyaan Brandon. "Suami maura menemukan kartu namaku di tas Maura, dia langsung mendatangiku ke kantorku petang tadi, dan langsung memukulku dengan penuh amarah. Aku bingung awalnya tak mengerti siapa dia. Laki-laki itu menuduh aku adalah selingkuhan istrinya. Tak lama kemudian Maura datang menyusul dan terkejut melihat aku yang sudah kena pukulan suaminya. Aku baru tahu bahwa pria itu suaminya, aku juga terkejut saat melihat Maura yang sudah lebam wajah dan tangannya. Aku tahu bahwa itu perbuatan suaminya. Aku langsung dipenuhi amarah, aku tak terima saat ada seorang pria yang berani kasar terhadap wanita. Aku langsung memukulnya bertubi-tubi hingga membuatnya langsung terjatuh. Maura berteriak meminta kami untuk berhenti saling memukuli. Tak lama security datang dan segera membawa suami Maura keluar dari ruanganku. Maura meminta maaf padaku sambil menangis. Aku sungguh tak tahan melihatnya. Aku berusaha memeluknya, namun Maura melarikan  diri dariku dan  segera menyusul security yang membawa suaminya. Aku tak tahu mengapa Maura masih membela suaminya yang b******n itu!" Ucap Dixie menjelaskan kronologi kejadian yang membuatnya hingga babak belur seperti ini.   "Kau harus tenang, kau tak boleh sembarangan berhubungan dengan istri orang, meski hanya berteman." Ucap Brandon. Anna tak berkomentar apapun, dia hanya mengangguk setuju dengan ucapan suaminya. "Kau tahu? Maura bahkan mengatakan bahwa suaminya itu memukulnya karena sangat mencintainya dan takut kehilangan dirinya. Cinta seperti apa itu?! Mana ada orang yang sanggup memukul orang yang dicintainya?!" Ucap Dixie lagi meluapkan segala kekesalan di hatinya. "Tenanglah! kau harus bersabar Dixie!   Mau atau tidak, Maura memang sudah istri orang, milik suaminya sah. Kalau kau selalu seperti ini, Maura tak akan berlari ke pelukanmu. Kau harus bisa menunjukkan bahwa kau lebih baik dari suaminya yang pemarah dan kasar itu!" Ucap Brandon memberi nasehat pada sahabatnya.   "Mungkin aku dan kak Elsa bisa sedikit membantumu, jika dia tak bisa didekati oleh pria, maka harus sesama wanita yang mendekatinya, supaya suaminya tidak curiga. Mungkin dengan mengenalnya lebih dekat, kita bisa tahu keadaan rumah tangganya yang sebenarnya." Ucap Anna menawarkan bantuan. "Terima kasih Anna, tapi aku tak mau merepotkan kalian, kondisimu juga masih hamil muda dan Elsa masih memiliki bayi yang selalu butuh perhatiannya. Kalian tidak perlu repot membantuku. Maura saja masih membela suaminya, jadi aku lebih baik segera menjauh darinya sebelum terlanjur mencintainya." Ucap Dixie. "Ya terserah kau saja, Tapi kupikir Maura pasti saat ini sangat butuh sahabat, tak ada salahnya aku mencoba mendekatinya untuk menjadi sahabatnya kan?" Ucap Anna sambil tersenyum.   Dixie langsung menoleh ke Brandon. "Dimana kau temukan perempuan berhati bidadari ini?" Tanya Dixie dan Brandon tersenyum bangga menatap istrinya. "Kau beristirahatlah disini, jangan pulang sendiri dalam keadaan seperti ini." Ucap Brandon sambil berdiri dan menggandeng tangan Anna berdiri.   Dixie pun mengangguk lalu merebahkan diri di sofa panjang itu. "Tidurlah di kamar tamu! jangan seperti gelandangan yang menumpang tidur di sofa seperti itu!" Ucap Brandon terkekeh sambil berjalan ke kamarnya. "Nanti aku akan masuk ke kamar tamu, sekarang aku ingin disini dulu." Sahut Dixie.   Dixie tak mampu memejamkan mata, karena setiap saat matanya terpejam hanya muncul wajah lebam Maura dalam ingatannya. Dixie mencoba mengingat wajah Maura yang tersenyum saat bertemu di cafe siang tadi, namun selalu yang muncul wajah lebam Maura. Hati Dixie tak bisa menghilangkan emosi amarahnya melihat Maura diperlakukan kasar seperti itu oleh suaminya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD