Part 1. I'm coming to Jakarta

1200 Words
    "Akhirnya sampai juga! Welcome to Jakarta!" seru Alana dengan sangat bersemangat, tanpa memperhatikan tatapan orang-orang sekitarnya yang kini melihat ke arahnya.     Oh, dia seperti bule nyasar saat ini. Ia tidak memedulikan apa yang orang pikirkan tentangnya, hingga tak lama kemudian pikirannya tertuju pada sesuatu yang salah.     "Oh my God! Tasku! Bagaimana ?!" teriak Alana yang tiba-tiba teringat dengan tas yang tidak sengaja ia tinggal begitu saja di Bali.     Uang, dompet, handphone, kartu Atm dan kartu Kredit. Astaga, semuanya ada di tas itu.     "Aduh! Bagaimana ini?" ucap Alana dengan panik.     Dia mondar-mandir tidak jelas dan karena kecerobohannya yang tidak memperhatikan sekitarnya, ia harus bertabrakan dengan seseorang.     Brak!     "Astaga! Kau ini! Kalau jalan matanya di pakai dong! Jangan asal tabrak!" omel Alana tanpa memperhatikan siapa orang yang menabraknya.     Satu hal yang harus kalian ketahui adalah jika kamu melakukan kesalahan dan tidak mau dimarahi? Maka kalian harus mengikuti cara Alana yaitu memberanikan diri untuk menyalahkan orang yang ingin kau salahkan walau sebenarnya orang itu tidak salah.     "Hei? Apa kau sudah gila?! Kau yang menabrakku, bocah ingusan!"     "Aku?! Kau mau menyalahkanku? Helloooww...! Orang buta juga tahu kalau kau yang salah! Bukan akuuu...!" teriak Alana, mengumpulkan segenap keberaniannya.     "Sudahlah, aku tidak memiliki banyak waktu untuk meladeni orang gila sepertimu! Dasar, wanita tak tahu malu!"     "Apa dia bilang? Wanita tidak tahu malu? Hell, Jika saja dia tidak jauh lebih tinggi dari aku? Sudahku pastikan dia mati tercekik olehku!" batin Alana mengumpat sang pria.     Ia begitu kesal hingga tak sadar mulutnya tajam akhirnya melepaskan gerutuan lainnya, "DASAR PRIA b******n!" teriak Alana.     "Jangan berteriak-teriak seperti itu, nona! Kau sedang berada di bandara bukan di hutan belantara!" tegur security bandara yang entah kapan muncul dan sekarang sudah berdiri di samping Alana.     Oh, Tuhan. Masalah lain pun membuatnya bertambah kesal hingga ia harus kembali melontarkan kekesalannya, "Anda menyalahkan saya? Harusnya anda menyalahkan pria arogant itu!"     Ia lantas meninggalkan sang security itu, dengan kaki yang beberapa kali ia hentakkan.         Alana sekarang persis seperti ayam yang kehilangan induknya. Ia terluntang-lanting tak jelas dan tidak tahu kemana akan pergi. Sial Ia bahkan tidak membawa uang sepeserpun. Sungguh kejadian ini adalah hal yang paling luar biasa di hidup Alana. Di kejauhan ia dapat melihat sebuah mobil sport melaju dengan kecepatan kencang ke arahnya. Dan tanpa berpikir panjang Alana langsung menghentikan laju mobil tersebut.     Ciitttt... suara ban bergesekan dengan aspal pun terdengar sangat kuat karena sang pengemudi terkejut dengan keberadaan Alana yang tiba-tiba saja menghalangi jalannya. Alana tersenyum puas ketika melihat mobil tersebut berhenti dan tanpa babibu, gadis cantik itu langsung masuk ke dalam mobil dengan memangku kopernya. Untung saja, dia membawa koper yang kecil. Sayangnya ia tidak tahu berterima kasih, dengan sibuk mengoceh.     "Duh! sempit sekali, bolehkah aku izin keluar sebentar? Aku mau menyimpan koperku di bagasi mobilmu?" tanya Alana dengan penuh harap.     "Keluar dari mobilku sekarang juga!" teriak pria di samping Alana dengan penuh penekanan.     Pria itu mengamuk, membuat Alana sedikit bergidik ngeri. Akan tetapi hanya itu satu-satunya cara Alana mengatasi kecerobohannya dan ia dengan santai membalas ocehan si pemilik mobil.     "Ralat! Kalau begitu aku tidak jadi menaruh koperku di bagasi. Biar ku pangku saja. Tidak berat kok! Ayo jalan!" perintah Alana.     Ia masih belum berani menatap pria yang duduk di balik kemudi. Karena dengan cara seperti inilah, ia bisa mendapatkan tumpangan.     "Keluar sekarang atau kau ingin aku sendiri yang menyeretmu keluar, huh?!"     "Tidak mau!" tolak Alana secara terang-terangan.     "Kau benar-benar sedang ingin mencari masalah denganku rupanya,"     "Oh, ayolah. Aku hanya sedang ingin menumpang. " ucap Alana miris.     "Menumpang katamu? Setelah kau meneriakiku pria b******n kau mau menumpang di mobilku? Sungguh memalukan!"     "Apa?! Jangan bilang dia pria yang menabrakku tadi?" batin Alana, melirik ke arah pria disampingnya, "Oh, My Goodness! Benar! Dia pria tadi. Pria b******n. Sial!" rutuk Alana dalam hati.     "Sedang apa kau di mobil ini?" tanya Alana dengan polosnya.     "Kenapa? Ini mobilku, bocah gila! Sungguh, aku kasian padamu! Harusnya kau malu karna telah meneriaki aku pria b******n. Tapi, sekarang malah berharap kau akan memberi tumpangan padamu!" balas pria tersebut dengan nada menyindir.     "Kau bukan supir pemilik mobil ini?" tanya Alana lagi.     "Apa ada supir setampan aku?" jawab pria tersebut dengan penuh percaya diri.     Alana memperhatikan wajah pria tersebut.     Sial! Dia benar! Dia memang tampan. Tapi sayang, ketampanannya tertutup oleh sifat menjengkelkannya! Huh.     "Kau terlalu percaya diri, Ck!" desis Alana.     Alana menarik nafas panjang, "Anggap saja jika kejadian beberapa puluh menit yang lalu tidak pernah terjadi. Bagaimana? Kau mau kan, Tuan yang tampan?" bujuk Alana. "Tolonglah, Maafkan aku," sambungnya lagi, sembari mengangkat dua jari tangannya membentuk sombol perdamaian.     Pria di balik kemudi itu hanya bisa terdiam menatap tingkah konyol wanita disampingnya dengan kedua netra yang masih menatap ke wajah Alana.     "Jadi? Ayo kita jalan sekarang! Aku sudah meminta maaf, bukan?" lanjut Alana.     "Tidak semudah itu, Nona, kau... Hmm..." Pria itu tampak berpikir.     "Oh ayolah, aku kan sudah meminta maaf? Apalagi yang kau inginkan?" tanya Alana dengan nada memelas.     "Kau orang miskin?"     "Hah?" kaget Alana.     Oh, Tuhan! Pria dihadapannya ini sepertinya sudah buta. Dia bahkan sepertinya tidak bisa melihat bahwa semua yang sedang melekat di tubuh Alana adalah barang-barang yang original dan dari brand yang ternama.     "Apa kau sebegitu miskinnya sampai membayar taksi pun kau tidak sanggup?" tanyanya lagi.     "Tidak. Bukan begitu. Ceritanya panjang," jawab Alana.     "Ceritakan kalau begitu," perintah Sean sembari menjalankan mobilnya dengan perlahan.     Ya, pria tersebut adalah Sean Jovano Smith. Pria sukses yang baru menginjak usia dua puluh lima tahun dan berasal dari negara America. Ia sedang mengembangkan cabang perusahaannya di Indonesia dan tentu saja memiliki wajah tampan dengan pesona yang sangat kuat.     "Huh, akhirnya kau jalan juga. Jadi begini, Tuan... Siapa namamu?"     "Sean Jovano Smith"     "Okay, tuan Se—"     "Sean, cukup Sean!" potong Sean cepat.     "Ah terserah kau sajalah. Aku akan menjelaskan kronologis kejadian yang baru pertama kali terjadi dihidupku. Dengarkan baik-baik karena aku tidak akan mengulangnya, mengerti?" jawab Alana dengan cepat dan menarik nafas panjang sebelum ia memulai kisahnya.     "Aku tinggal dari Bali. Saat aku ke sini, aku membawa dua tas tapi tas yang satu lagi sepertinya tertinggal di Bali atau hilang di curi orang. Entahlah, aku tidak tahu. Intinya tas itu tidak ada saat aku turun dari pesawat dan aku tidak memiliki apa pun karena semua barangku mulai dari handphone, kartu kredit, kartu ATM, dll semuanya ada di sana." Jelas Alana.     Sean tertawa terbahak-bahak, "Sungguh, aku tidak mengerti aku harus kasihan atau menertawaimu," ucapnya.     "Kau sudah menertawakanku, SEAN!" ucap Alana dengan kesal.     "Sebagai gantinya, kau harus mengantarku pulang kalau tidak, aku berjanji akan selalu mengganggu hidupmu!" ancam Alana.     "Aku akan mengantarmu. Tapi, kau tahu kan kalau di zaman sekarang tidak ada yang gratis? Bagaimana kalau kita membuat perjanjian?"     "Perjanjian?"     "Ya, perjanjian yang sangat mengasikan tentunya"     "Apa benar mengasikan?" tanya Alana dengan antusias.     "Tentu"     "Wah, apa itu?"     "Kau harus menjadi pelayanku selama dua bulan"     "Absolutely, AKU TIDAK MAU!" tolak Alana dengan cepat.     "Oh, tidak mau rupanya?" Sean memberhentikan mobilnya di pinggir jalan, "Kalau begitu, kau boleh turun sekarang juga."     "APA? Kau tidak sungguh-sungguh, kan?" tanya Alana memastikan.     "Apa kau tidak lihat aku sudah menghentikan laju mobilku? Atau perlu aku menyeretmu keluar atau kau mau anak buahku yang menyeretmu?"     "Oh, Kau kejam sekali. Bagaimana jika aku kesasar? Atau Bagaimana jika aku di culik?" tanya Alana sedih, "Oh, tidak... tidak... Bagaimana jika aku di perkosa lalu di mutilasi?" panik Alana menggelengkan kepalanya.     Sean mendekatkan tubuhnya ke arah Alana. Gadis itu lantas berpikir jika pria itu akan menciumnya, sehingga ia menutup matanya erat-erat. Namun ternyata Sean malah membukakan pintunya, "Aku tidak peduli. Keluar!" perintah Sean.     Alana membuang nafasnya dengan gusar, "Okay, Okay, Baiklah. Aku setuju dengan perjanjian gila itu. Tapi, aku ingin melakukan penawaran," ucap Alana cepat sembari menutup kembali pintunya.     "Penawaran apa?"     "Bagaimana jika Cuma satu minggu?"     "Tidak."     "Baiklah, sepuluh hari?"     "Tidak."     "Dua minggu?"     "Tidak."     "Tiga minggu?"     "Tidak. Dua bulan atau tidak sama sekali?"     "Sial! Baiklah, deal! Dua bulan!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD