Chapter 1 - Suka Duka

2049 Words
Rhea melangkahkan kakinya menuruni anak tangga, tangannya sibuk memainkan ponsel. Sekilas ia melihat seorang pria sedang duduk santai di ruang tamu dengan ekor matanya. Rambutnya tersisir rapi, tubuhnya terlihat tegap dalam balutan kemeja jeans biru dan celana jeans hitam. Tangannya sibuk mengetikkan sesuatu di ponselnya, keningnya sedikit berkerut menandakan bahwa ia sedang berfikir sangat keras. Ah dan lihat saja, bahkan dengan kerutan dikeningnya ia masih terlihat tampan, garis rahangnya yang tegas, tulang pipi yang tinggi dan hidung mancungnya, tentunya sepaket dengan bibirnya yang tipis tapi kemerahan alami. Perfect. "Kau bisa pergi jika sibuk." Rhea berjalan mendekat dengan malas. Pria itu menoleh, menatap Rhea didepannya dengan ekspresi yang- sudahlah, kau pun bahkan tidak akan mengerti artinya. "Ayo, kau terlalu lama." Ujarnya sambil berdiri, mengantongi ponselnya dan berganti mengambil kunci mobilnya. Rhea mendengus kesal dan mengekor dari belakang. Tamatlah riwayatku yang ingin berkencan dengan pria yang kuinginkan. - Rhea "Bisakah kita pergi ke supermarket sebentar?" Tanya Rhea saat mereka sudah berada dalam mobil. "Untuk apa?" Tanya pria itu, "Kau membutuhkan sesuatu?" Ya, aku membutuhkan air karena aku merasa seperti di neraka sekarang! -Rhea "Tidak, aku hanya ingin membeli eskrim." Jawab Rhea. "Kau sudah dewasa, Rhea. Sebentar lagi kau akan menikah dan menjadi istriku." Ucap pria itu, "Aku tak ingin akan menyebar berita tentang istriku yang masih suka memakan eskrim." Tambahnya lagi. Rhea mengacuhkannya. Mendengus kesal dan mengerucutkan bibirnya lucu. Begitulah Alvaro, Alvaro Aleander.  Seorang CEO dari Ocean grup yang bisa dikatakan sejajar dengan perusahaan terbesar dunia. Dia merupakan putra tunggal dan mewarisi sebuah perusahaan real estate terbesar dunia dari ayahnya, Christian Aleander di umur yang terbilang muda, 22 tahun. Tiga tahun setelah menjalankan Ocean Group, ia membuka sebuah anak cabang dengan dirinya sendiri sebagai CEO sekaligus pendiri yang diberi nama Skyline Corp. Sebuah perusahaan yang bergerak dibidang penerbangan. Dia pria cerdas dan mengintimidasi. Tak sulit baginya menaklukan perusahaan lain atau bahkan musuhnya sekalipun untuk akhirnya bernaung dibawahnya dan berlutut dihadapannya. Lagipula, siapa yang tidak luluh menatap rupa bak dewa sepertinya? Dia seorang kepala batu. Dia dingin. Terlalu dingin menurut Rhea karena dia adalah orang paling miskin ekspresi yang pernah Rhea temui seumur hidupnya, setidaknya begitulah yang dikatakan Rhea pada kawan-kawannya. Alvaro melajukan mobilnya cepat menembus kota, jalanan cukup padat namun tidak sampai membuat kuda besi mahal milik Alvaro terjebak macet. Dan Alvaro bersyukur atas hal itu. Ferrari F12 hitam itu memasuki halaman sebuah butik terkenal dibawah kendali Alvaro, memarkirkannya dan beranjak keluar diikuti Rhea. Rhea sedikit terkesima menatap butik didepannya, matanya membulat menatap gaun gaun indah yang terpajang di etalase butik. Dengan cepat ia memasuki butik itu. Alvaro hanya mengekor dibelakangnya. Dasar wanita. Keluhnya. Seorang penjaga butik menyapanya, "Selamat datang, adakah yang bisa saya bantu?" "Ya, kami mencari sesuatu untuk pernikahan kami." Rhea menoleh menatap Alvaro sudah menjawab pertanyaan yang seharusnya ditujukan padanya. "Apakah kalian menginginkan model tertentu?" Tanya pelayan itu lagi. "Tidak, berikan kami yang terbaik dan aku akan membayarnya." Rhea mendelikkan matanya pada Alvaro, mengapa pria itu terus saja menyela pembicaraannya? Menyebalkan. Rhea mendengus dan mengikuti pelayan itu memasuki butih lebih dalam. Rhea mengatur nafasnya, terlalu banyak gaun, sangat cantik dan indah. "Aku ingin semuanya." gumamnya tanpa sadar. "Oh, halo nona Aleander." Sapa seorang wanita paruh baya, Rhea menatapnya sebentar dan kemudian tersadar bahwa ia pasti pemilik butik ini. Seolah sadar akan yang dipikirkan Rhea, wanita itu mendekat, "Aku pemilik butik ini, panggil saja aku Catty." "Oh halo, nyonya Catty." Jawabnya sambil mengangguk sopan. "Apa kau sudah melihat semuanya? Adakah salah satu yang kau inginkan nona?" Tanya Catty lagi. Rhea menggeleng, "Semuanya terlalu cantik, aku menginginkan semuanya." Jawab Rhea sambil tertawa sumringah. Alvaro yang hanya berdiri tak jauh dari mereka hanya menggeleng. Ada apa dengan semua wanita ini? Mengapa mereka begitu gila belanja dan menghamburkan uang? Dengus Alvaro kesal. "Aku akan memberikanmu sesuatu yang istimewa," Catty menarik Rhea memasuki sebuah ruangan di sisi kirinya, "Thomas, bawa dia keruang ganti dan pakaikan pakaian yang sudah aku pilihkan untuknya." Titah Catty pada seorang pria yang tak jauh darinya sambil menunjuk Alvaro dengan dagunya. Baik Rhea ataupun Alvaro hanya menurut bagai sapi yang dicucuk hidungnya. --- Rhea memandang cermin didepannya tak percaya. Benarkan itu dirinya? Atau ada seorang putri istana yang keluar dari negeri dongeng dan berdiri dihadapannya? "Kau sangat cantik, nona Aleander." Puji Catty kemudian. Rhea masih terus memandangi cermin, menilai dirinya sendiri. Gaun itu cantik. Ah, tidak. Sangat cantik. Terlihat polos namun anggun, warna birunya lembut dan sangat cocok dengan kulit pucatnya. Bahunya yang mulus terpampang jelas berkat model sabrina pada gaunnya yang berujung dengan satun berlapis. Rambutnya terurai indah membuatnya bak seorang putri dari negeri dongeng. "Catty, kami siap." Teriak seorang pria diluar sana, sepertinya itu Thomas. Catty bergegas menggandeng Rhea dan membawanya pada suatu kotak yang 50cm lebih tinggi dari lantai, "Kau siap?" Tanyanya pada Rhea. Rhea sedikit ragu namun akhirnya mengangguk. Perlahan Catty menyingkap tirai didepannya, penghalang antara Rhea dan Alvaro. Dua insan itu saling menatap, saling mengagumi dan memuji dalam diam. Apakah itu Alvaro? Devil dari Antartika itu? Gumam Rhea, ia meneliti Alvaro dari ujung kaki sampai ujung kepala. Setelan jas biru tua dengan kemeja hitam dibaliknya melekat pas pada tubuh atletisnya, rambut disisir keatas, sangat pas dengan manik mata hazzelnutnya. Oh God, apakah dia seorang dewa yang dicampakkan kebumi? Pikir Rhea. Yang dipikirkan pun tak kalah, ia menatap gadis didepannya, calon istrinya. Hanya satu yang ada dipikirannya saat ini, Apakah dia orang yang sama dengan yang menamparku? Flashback On ~ "Apa kau sudah gila?" Desis Rhea marah, "Karna kau aku akan kehilangan masa mudaku, aku bahkan belum pernah benar benar berkencan! Dan sekarang apa? Dijodohkan denganmu?" Rhea menatap Keenan dengan berapi-api. "Rhea, daddy melakukan ini untukmu. Daddy cuma gakmau kalo putri tunggal daddy jatuh ke tangan yang salah." Ujar Andrea M. Evert yang tak lain adalah ayah Rhea. Rhea menyipitkan matanya marah dan menatap Alvaro, "Kau benar benar bren-" "Ikut aku." Potong Alvaro dan segera membawa Rhea menuju halaman belakang. "Apa yang kau lakukan b******n?!" Teriak Rhea marah. Menepis tangan kekar Alvaro dari tangannya dan mendaratkan tangan mulusnya pada pipi Alvaro. "Dengarkan aku! Kau pikir semudah itu aku menerima perjodohan ini? Kau pikir aku suka? Aku bahkan risih melihatmu!" Serang Alvaro balik. "Aku juga menerima karna terpaksa. Sama sepertimu! Jadi jangan pernah berfikir bahwa aku menyukai ini!" Alvaro terdengar frustasi. Hening.. "Sekarang kita ikuti saja mau mereka, setelah itu kita cari cara agar bisa bercerai." Ujar Alvaro dengan suara yang lebih rendah dari sebelumnya. Rhea terkekeh, "Dan kemudian aku menjadi janda?" Air wajahnya berubah seiring dengan ucapannya, "Aku bahkan tidak sudi menyandang status Janda karenamu!" Ketus Rhea lagi. "Ku mohon, jangan memperumit ini Rhea." Alvaro memijit keningnya lelah. Rhea buntu sejenak, namun ia memikirkan katakata Alvaro. Tak akan mudah melawan ayahnya, ia tak akan bisa lari dari perjodohannya ini. Hanya ada satu cara, menikasi Alvaro sesuai keinginan ayahnya kemudian menceraikannya. Rhea beranjak meninggalkan Alvaro menuju ruang keluarga dimana hubungan dua keluarga sedang dipertaruhkan. Sedangkan Alvaro tak tahu harus berbuat apa dan tidak memiliki ide apapun terkait dengan tindakan yang akan dilakukan gadis itu. "Daddy."  Panggil Rhea sarat akan rasa marah yang berusaha ditutupinya. Tangannya sudah mengepal seiring dengan hembusan nafas panjang yang dikeluarkannya. "Aku akan menikah dengannya." Ujar Rhea lantang dan lurus pada ayahnya. Flashback Off ---- "Kau bahkan akan menikah dengannya, tuan muda Aleander. Akan melihatnya setiap hari jadi tolong kondisikan pandanganmu pada Audrea ku." Ujar Catty menggoda. "Ayo, kuantar kau menggantu bajumu." Catty meraih tangan Rhea dan membawanya menghilang dibalik tirai. Alvaro masih mematung, sampai kemudian Thomas menyentuh pundaknya dan membuatnya salah tingkah. Rhea sibuk mengganti gaunnya dibantu Catty, "Apakah kau merasa bahagia?" Tanya Catty disela membantu Rhea. "Ya. Aku sangat bahagia, Catty." Senyum Rhea merekah. Cantik dan mempesona. Tungguu... Bahagia?? Apakah dia bahagia?? Hanya karena gaun ini? Rhea menggeleng kepalanya cepat,"Ada apa, Audrea?" Tanya Catty khawatir. Namun kemudian Rhea terlihat duduk lemas, bahunya naik turun. Catty mendekat dan menyentuh pipi Rhea yang sudah basah. "Apa yang terjadi Audrea?" Tanyanya lembut. Rhea terisak, airmatanya meluncur jatuh saling menyusul. Catty memeluk perempuan itu dengan sayang, "Katakan kepadaku." "Akuu..." "Yaa, katakanlah." "Catty.." "Iya, aku disini." Hening... Rhea mempererat genggamannya pada gaun belakang Catty, "Apakah aku dan Alvaro akan baik-baik saja, Catty?" Ujarnya dengan suara serak. "Apa yang kau katakan?" Tanya Catty tak mengerti. "Aku... Aku menikah dengannya bukan karna cinta." Ujar Rhea masih dalam isaknya, "Aku dijodohkan dengan dia." Catty mengusap punggung Rhea dengan lembut, "Kau tau? Itu tandanya orangtuamu sangat mencintaimu. Mereka tak ingin anak gadis mereka yang berharga ini jatuh ke tangan yang salah." Jelas Catty masih dengan dekapan lembutnya. "Tapi aku takut, Catty." "Apa yang coba kau takutkan?" "Harga diriku." "Keluargaku." "Perasaanku." "Kenapa?" "Terluka.." Rhea menghembuskan nafasnya kasar. "Apakah rumah tanggaku akan baik-baik saja meskipun tak ada cinta diantara kami?" Rhea mendongak, menatap Catty dalam berusaha membuat wanita paruh baya itu mengerti kondisinya. Catty menunduk menatap Rhea, menatap manik matanya dan berbicara dengan lembut, "Aku tau kau akan memiliki rumah tangga yang bahagia dengannya," Kalimat Catty telak membuat Rhea mengernyit. Omong kosong. "Kau dan dia saling mencintai, Audrea." Catty mengusap pipinya lembut. "Aku bisa melihatnya." Rhea mengerjapkan matanya, hal tidak masuk akal macam apa ini? Gumamnya. "Aku tidak mencintainya." "Kelak kalian akan saling mencintai dengan cara kalian sendiri-sendiri, seiring dengan berjalannya hubungan kalian, komunikasi, dan tentunya perasaan." Catty menjawab lembut. "Pada akhirnya hanya akan ada dua pilihan. Tetap bersama sampai akhir, atau berpisah agar tidak ada yang terluka. Namun dibalik itu semua akan ada pelajaran yang kalian dapatkan." Catty membawa Rhea dalam pelukannya. Berusaha menyalurkan kekuatan dan ketenangan pada gadis muda itu. "Tapi tentunya aku berharap kalian akan terus bersama dan tidak berpisah." Kerlingnya lagi. Rhea tersenyum samar dibalik pelukan Catty. Entah senyum menghormati kalimat omong kosong Catty atau senyum karena sebuah harapan telah bangkit dalam dirinya. "Ayo bangkit dan keluarlah. Mereka sudah menunggumu." Ujar Catty sambil memapah Rhea berdiri. "Pulang dan basuh dirimu, tenangkan hatimu. Kau akan mengerti." Ujar Catty sambil tersenyum. ---- "Kau menangis?" Tanya Alvaro mendadak. Rhea menggeleng cepat. Ia merutuki kebodohannya yang bisa-bisanya menangis hanya karena memakai gaun yang sangat cantik. "Matamu berair." "Hidungmu juga merah." "Aku tidak menangis, Alvaro." "Kumohon fokuslah pada menyetir jika kau tak ingin kita mati muda." Tambah Rhea lelah. Ia sama sekali tidak mengacuhkan eksistensi Alvaro yang melayangkan tatapan tak habis pikir padanya. Masa bodo, gue udah capek. Alvaro menatap Rhea bingung, satu hal lagi yang tak habis pikir oleh Alvaro, kenapa makhluk bernama perempuan ini suka sekali menyembunyikan sesuatu? "Kau ingin kemana?" tanya Alvaro lagi, "Pulang." "Iya maksudku, pulang kemana?" "Rumahku." jawab Rhea ketus. Kenapa pria ini menyebalkan sekali sih? Alvaro mengangguk mengerti. Hari ini sudah berjalan hampir 2 bulan sejak mereka menerima perjodohan ini. Dan tentunya Rhea sudah sangat sering mengunjungi rumah Alvaro, begitu pula sebaliknya. ---- "Sialan.." erang Rhea frustasi. Entah mengapa pikirannya begitu rumit. Dengan kasar ia menghempaskan tubuhnya di kasur, berharap esok pagi ia terbangun dan perjodohan ini hanya mimpi. Tingg.... Rhea menoleh pada ponselnya, pesan dari Keyna. "Lo dimana?" -Keyna "Dirumah baru dateng, napa sih lo nanyakin gue dimana meluluk. Mau jadi nyokap gue?" Tinggg.... "Gaikut clubbing? Devhira juga ada lohh."  -Keyna Sialan gue ketinggalan lagi. Desisnya lalu bangkit berganti baju, mengambil tas dan kunci mobilnya. Ducatti Veyron grey itu terparkir rapi di barisan mobil mewah lainnya. Ada Porches 918 RSR putih milik Keyna dan Supra GT18 merah milik Devhira. Tak ketinggalan ada Mazda Miata RF biru yang juga terparkir disana. Tunggu.... Mazda Miata biru? Rhea memutar matanya dan kemudian berlari menuju club malam. Sama sekali tak peduli pada banyak pasang mata yang menaruh perhatian padanya saat melewati koridor club. "Ya! b******k!" Rhea berteriak kencang diantara dentuman musik yang memenuhi telinga. Seorang wanita muda seumurannya menoleh dan melambaikan tangannya, "Long time no see, mrs. Aleander" ujarnya dengan lembut. "b******k kenapa lo pulang kagak bilang sama gue? Lupa sama gue?" Rhea menatap Gestya dengan mata anak anjingnya. Gestya memeluk Rhea heboh, "Lama banget gue gak denger suara menceng lo." Soraknya kegirangan. Mereka melompat sambil berpelukan dengan hebohnya. Membuat beberapa orang menatap mereka heran. Apakah mereka pasangan yang habis dipisahkan maut dan bertemu lagi di klub malam? Keyna tersenyum sumringah, "Okay girls, karena sekarang kita lengkap, ayo kita pesta penghabisan malem ini!!" Seru Keyna dan mengangkat gelasnya tinggi diikuti Rhea, Gestya dan Devhira. Empat perempuan itu heboh sendiri, tertawa terbahak dan terus menuangkan wine tanpa henti digelas masing-masing. Tanpa mereka sadari, ada seseorang yang menatap mereka dengan gerah. Matanya berkilat marah dan tangannya mengepal hingga buku-buku jarinya memutih. Tbc.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD