Bab 2. Membujuk Tuan Arogan

1549 Words
Shevaya mematut dirinya di depan cermin, dia selalu bangga karena kecantikannya tidak pernah mengecewakan. Shevaya bahkan berhasil menutupi semua luka memar yang ada di wajah karena ulah Denver. Shevaya memang pergi, tetapi dia tidak pernah mengatakan jika tidak akan kembali dan membujuk tuan arogan itu. “Maaf Denver, aku tidak akan membuat hidupmu tenang sebelum kamu menepati janjimu.” Shevaya tersenyum penuh keyakinan, lalu pergi kembali menuju apartemen Denver. Shevaya memang sudah menargetkan Denver sejak dirinya diusir oleh ayahnya dari rumah karena fitnah Mala. Mau bagaimanapun, Shevaya tidak akan pernah membiarkan kakak tirinya bahagia. Wanita itu tahu jika Mala begitu tergila-gila dengan Denver, hal itulah yang membuat Shevaya nekat untuk mendapatkan lelaki yang Mala sukai. Shevaya tersenyum bahagia saat membayangkan tangisan Mala jika nanti melihat Denver bersamanya. Shevaya kini sudah tiba di apartemen Denver, dia menunggu di depan pintu dengan tenang karena dia tahu sebentar lagi Denver akan pulang. Satu penolakan tidak akan membuat Shevaya gentar, dia tidak akan menyerah hingga mendapatkan apa yang dia inginkan. “Kenapa kembali lagi?” tanya Denver setelah Shevaya nyelonong masuk ketika pria itu membuka pintu. “Tolong tepati janjimu! Jika apa yang aku lakukan semalam masih kurang untukmu, aku rela melakukan apa pun yang kamu inginkan.” Shevaya mengatakan semua itu tanpa ada rasa takut di matanya. “Apa yang bisa dilakukan oleh mahasiwa sepertimu? Apakah kamu tidak punya malu mengatakan hal itu?” tanya Denver tajam, dia mengetahui latar belakang Shevaya setelah meminta Segara menyelidiki semuanya. “Untuk apa aku punya rasa malu? Aku hanya ingin membalaskan dendamku pada Mala, apa aku salah? Hanya kamu yang bisa membantuku,” ujar Shevaya yang kini berlutut dihadapan Denver. Denver tidak menyangka jika Sheva akan berlutut, wanita itu memohon dan membuat hati Denver iba. Shevaya sudah tidak punya cara lain, hanya Denver yang menurutnya bisa membantu mewujudkan rencana balas dendamnya. “Katakan kenapa harus aku? Kenapa bukan orang lain?” “Kakak tiriku sangat menyukaimu. Kalau kamu mau menikahiku, dia pasti akan hancur. Aku tidak peduli dengan semua syarat yang kamu berikan, demi bisa membalaskan dendamku aku tidak akan mundur. Dia sudah membunuh ibuku, dia juga sudah membuat ayahku sampai tidak mempercayai dan tega mengusirku. Aku mohon, tolong bantu aku!” Denver dapat melihat kesungguhan dan seluruh rasa sakit yang wanita itu perlihatkan. Semua perkatan Shevaya menusuk hati Denver dan membuatnya yakin bahwa rasa sakit yang Shevaya rasakan mengalahkan rasa malu yang dia miliki. “Kamu yakin dengan semua perkataanmu?” Denver tiba-tiba mengangkat tubuh Shevaya dan menjatuhkannya di atas sofa. Wanita itu terkejut, dia mulai pasrah ketika Denver mendekatkan tubuhnya. Shevaya Ikhlas akan apa yang dilakukan Denver terhadapnya. Shevaya ingin membalaskan dendam dengan lebih kejam, dia hanya perlu membuat Denver setuju agar semua rencananya bisa berjalan lancar. “Jika aku menginginkan tubuhmu lagi, apakah kamu memberikannya?” tanya Denver dengan tatapan intens. Shevaya terlihat ragu, tetapi dia mulai menganggukkan kepalanya dengan perlahan. Senyum Denver yang manis kini perlahan menjadi terlihat kejam. Pikiran jahat terlintas dan Denver mulai menyetujui permintaan Shevaya. Denver bisa bermain dengan tubuh wanita muda itu, dia hanya perlu membantu dan tidak merasa dirugikan. “Baiklah, jika kamu bisa membuktikannya aku akan membantumu. Hal pertama yang aku inginkan adalah puaskan aku!” Jantung Shevaya berdebar saat mendengarnya, dia tidak pernah melakukan hal itu. Semalam dia hanya diam dan menerima semua perlakuan Denver padanya, memuaskan lelaki adalah hal yang belum pernah Shevaya lakukan selama ini. Tubuh Shevaya tersentak ketika Denver menariknya hingga dia duduk tepat di pangkuan Denver. “Menyerah saja jika tidak mampu,” ujar Denver kembali meremehkan Shevaya. “Jangan harap!” Shevaya cemberut dan menatap Denver kesal. “Kamu masih sangat muda Shevaya, kamu tidak menyesal melakukan hal ini?” tanya Denver yang kini mencengkram pinggang Shevaya. “Aku akan melakukan apa pun demi bisa membalaskan dendamku. Semua aku lakukan, bukan untuk diriku, tapi juga mendingan ibuku,” ujar Shevaya yang kini mencium bibir Denver dengan lembut. Shevaya tidak terbiasa, dia hanya mengikuti nalurinya. Tanpa Shevaya sangka kini Denver membalas ciumannya, lelaki matang itu sangat panas. Dia membalas ciuman Shevaya dengan liar, tangan Denver mulai bergerak mencoba membuka kancing kemeja milik Shevaya. Wanita muda itu sungguh membuat Denver kalang kabut karena tidak mampu menahan nafsunya. Denver menindih Shevaya di atas sofa, dia kembali menguasai tubuh wanita itu. Denver tidak pernah menyangka jika pada akhirnya dia tergoda pada wanita muda yang umurnya jauh dibawahnya. Shevaya kini mengalihkan rasa sakit dengan mencium bibir Denver yang ada tepat di depannya, Denver tidak berhenti menjamah tubuh Shevaya dia melakukan segalanya dan membuat wanita itu sampai mengerang kesakitan. “Mendesahlah, aku–” “Astaga apa yang kamu lakukan Denver!” Tiba-tiba teriakan seorang wanita paruh baya terdengar begitu kaget. Ya, wanita itu adalah Rosmala. Dia adalah ibu Denver yang memang sering mengunjungi putranya di apartemen. Bahkan, Rosmala sampai punya acces card apartemen agar sewaktu-waktu bisa datang tanpa memberi tahu putranya terlebih dulu. Hal yang memang tidak disukai Denver. Namun, mau bagaimana lagi, dia tidak melarang apa yang ibunya ingin lakukan. Shevaya memalingkan wajahnya, dia mengancingkan kemeja dan bersembunyi dibelakang tubuh Denver. Lelaki itu bersikap biasa, dia bahkan tidak malu atas apa yang dia lakukan. Wanita paruh baya itu berdecak kesal lalu duduk dihadapan mereka. “Untuk apa Mama datang?” tanya Denver kesal karena sang ibu mengganggu kesenangannya. “Emangnya Mama nggak boleh datang? Siapa dia?” tanya Rosmala yang kini menatap Shevaya dengan penasaran. “Sudahlah Mama jangan ikut campur, ini urusan Denver!” Denver masih tidak ingin menjawab pertanyaan Rosmala. “Jangan sembunyi, Sayang! Apa kamu pacarnya Denver?” tanya Rosmala lembut. Shevaya mulai menampakkan wajahnya, dia mengangguk dengan takut. Shevaya merasa malu karena melakukan hal yang tidak baik. Terlebih ini adalah pertama kalinya mereka bertemu, tetapi langsung dihadapkan dengan adegan tidak senonoh. “Sejak kapan kalian pacaran? Kenapa nggak bilang kalau kamu udah punya pacar, Denver?” tanya Rosmala kesal. “Bukan urusanmu Mah, udahlah Mama pulang, ya! Jangan ganggu urusan anak muda,” ujar Denver kesal. “Kalau sudah punya pacar ya bagus dong, Mama nggak perlu lagi carikan jodoh untukmu. Nama kamu siapa, Sayang?” tanya Rosmala tersenyum senang. “Shevaya, Tante,” jawab Shevaya, merasa punya peluang untuk semakin dekat dengan keluarga Denver. Dengan begitu, dia bisa mendapat bantuan dengan mudah. “Menikahlah, Mama akan tenang jika kamu sudah punya istri! Ingat, umurmu sudah tidak muda lagi. Mama juga mau punya cucu cepet-cepet,” ucap Rosmala menggoda Shevaya. “Mah, sudahlah! Lagian juga dia bukan pacar aku!” ujar Denver mengusir Rosmala halus. “Sudahlah, jangan malu-malu sama Mama! Pacar kamu aja tadi sudah bilang iya.” Rosmala mendekati putranya, lalu memukul pelan bahu Denver. Rosmala tidak marah, dia bahagia dengan kabar yang dia dapat. Setelah sekian lama, akhirnya Denver punya kekasih, setidaknya rasa bersalah dalam hati Rosmala sedikit berkurang. “Ya udah, sekarang Mama pulang dulu, ya!” Denver mendorong tubuh ibunya pelan menuju pintu apartemen. Rosmala pun tak melawan. Dia tak ingin mengganggu anaknya karena sangat senang Denver akhirnya bisa dekat lagi dengan seorang wanita. Setelah memastikan sang ibu pergi, Denver langsung mendekati Shevaya lagi, lalu menggendong tubuh wanita itu masuk ke dalam kamar. Dia sudah tidak tahan lagi untuk melanjutkan adegan yang sempat tertunda karena kedatangan Rosmala. Kali ini, Denver ingin menikmati tubuh wanita itu dengan sadar tanpa dipengaruhi alkohol. “Kamu harus menuruti semua hal yang aku perintahkan jika kamu ingin aku mendukung rencana balas dendammu.” Denver kembali melakukan percintaan untuk kedua kalinya. Shevaya hanya bisa pasrah di bawah Denver, dia menikmati segala rasa sakit yang lelaki itu lakukan padanya. Setidaknya Shevaya merasa lebih tenang setelah Denver setuju untuk membantunya. Shevaya akan segera membalaskan dendamnya, dia akan menghancurkan Mala dan juga ibu tiri yang sudah menyakiti dan membuat hidupnya hancur berantakan. “Kamu sungguh cantik Shevaya, rugi jika aku menolakmu. Setidaknya kamu bisa memuaskanku,” ujar Denver tertawa puas. Shevaya tau konsekuensi atas keputusan yang dia ambil, dia selalu membatasi dirinya untuk tidak melibatkan perasaan dalam pembalasan dendam. Shevaya berjanji tidak akan jatuh dalam pesona Denver. Lelaki panas itu sungguh berbahaya, sebisa mungkin Shevaya tidak akan mencintai lelaki yang hanya menginginkan tubuhnya saja. “Kamu harus siap ketika aku menginginkanmu, kamu tidak boleh menolaknya.” Denver mengatur nafasnya dengan perlahan setelah mendapatkan pelepasannya. “Kamu harus berjanji membantuku membalas dendam,” ucap Shevaya. Denver mengangguk lalu menggulingkan tubuhnya, tubuh Shevaya benar-benar membuatnya candu. Sudah lama dia tidak melakukan itu dan kini kembali tergoda karena tubuh mungil wanita muda yang jauh dibawahnya. Shevaya bergegas memakai pakaiannya, dia sudah menyiapkan surat pernjanjian agar Denver tidak kembali mengelak. Shevaya trauma dengan Denver yang melupakan setiap hal yang dia katakan seperti semalam. “Tanda tangani ini dulu! Setelah itu, aku akan pergi. Aku hanya tidak ingin kamu mengingkari janji lagi seperti semalam.” Shevaya memberikan satu lembar kertas dan sebuah pena pada Denver. Lelaki itu pun duduk dan mulai membaca semuanya, tidak ada yang aneh dari surat itu. Shevaya bahkan hanya menginginkan Denver membantu untuk membalas dendam pada Mala dengan menikahinya. Pernikahan yang berdurasi 1 tahun itu, menurut Shevaya sudah cukup untuk menghancurkan hidup Mala dan ibu tirinya. Hal yang membuat Denver setuju adalah tidak ada poin di mana Shevaya menginginkan harta kekayaannya. Semua murni dilakukan Shevaya untuk balas dendam. “Aku mengambil kartu namamu, aku akan menghubungimu.” Shevaya meninggalkan Denver yang tidak percaya dengan semua tingkah Shevaya, bocah mungil itu benar-benar sangat unik baginya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD