Olivia - 3

1377 Words
Akhir pekan yang telah lama dinantikan oleh Olivia dan Matt. Acara pernikahan sepupu dari Olivia, Ben Hollman dengan gadis cantik bernama Samantha Jackson. Pernikahan yang digelar megah oleh pasangan berbahagia, terasa lengkap bagi Olivia karena ayah dan ibunya, pasangan Franklin datang menghadiri, Olivia memanfaatkan kesempatan itu untuk melepaskan rasa rindunya pada kedua orangtuanya. Mereka terbang dari Los Angeles menuju London dengan menggunakan jet pribadi milik keluarga Franklin. Olivia tak dapat menyembunyikan kebahagiannya. Wajahnya merona merah semu, dan senyumannya tak pernah berhenti mengembang. Olivia yang didaulat sebagai pengiring pengantin wanita bersama dengan gadis-gadis lainnya. Mereka mengenakan gaun berwarna merah muda, menyerupai warna bunga yang terpasang di jas pendamping pengantin pria. Dabby Franklyn mengatakan pada putrinya jika ia tampak cantik jelita dengan rambut yang dibuat cepol hingga wajah cantiknya tampak jelas. Gaun merah muda dengan bagian atas yang dibuat menyamping hingga menampakkan kulit bahu Olivia yang putih mulus. “Kau terlihat cantik,” bisik Matt sambil memeluk Olivia dari samping, mendaratkan sebuah kecupan di pipi Olivia. Olivia tersenyum malu. Pipinya kian memerah dan jelas ia merona. Matt mengecup Olivia di depan sang ibu, cukup membuat Olivia merasakan kikuk dan salah tingkah, meski seharusnya tidaklah lagi terjadi. “Matt.” “I love you, Liv.” Matt mengatakannya dengan begitu lembut tepat di depan telinga Olivia hingga keduanya saling melepaskan senyuman untuk masing-masing. Musik mulai dimainkan, para pendamping pengantin pria telah berhamburan dan berlarian menuju tempat yang sudah disiapkan. Mereka berbaris terdiri dari lima orang. Pengiring pengantin wanita juga telah berbaris untuk muncul secara bergantian menuju altar. Semuanya tampak tampan dan gagah, begitu juga dengan pendampin wanita yang terdiri dari lima wanita lajang yang cantik jelita.   Pesta kebun yang terasa menyenangkan dengan langit kota London yang tampak terang, tapi sejuk mengenai kulit. Para tamu juga tak kalah sibuk. Mereka juga bersiap, mengambil kursi yang telah disediakan bertuliskan nama mereka masing-masing. Anggotak keluarga Franklin, kedua orang tua Olivia berada di barisan paling depan bersisian dengan keluarga Hollman. Olivia berdiri di antara empat wanita lainnya, sambil menunggu dengan pikiran yang melayang, lantunan musik yang membawa Olivia tenggelam dalam pikirannya, membayangkan pesta pernikahannya kelak bersama Matt. Olivia telah memiliki bayangan, pernikahan seperti apa yang sangat dirinya inginkan. Olivia hanya menanti keputusan Matt untuk menikahi dirinya, mengikatnya dalam ikatan suci yang tak hanya sebatas pertunangan semata. Harapan itu telah ditanamkan Olivia sejak keduanya sama-sama lulus dari universitas. Suara musik mengalun, Olivia mulai melangkah dengan senyum mengembang. Matt di depan telah melemparkan senyum ke arah Olivia yang berjalan anggun. Di depan Olivia sebelumnya telah ada Lucy yang berjalan dengan langkah teratur, dilanjutkan dengan Olivia. Tatapan mata Matt di depan membuat Olivia tersipu malu saat melangkah, dan hatinya langsung berdebar saat menoleh ke sisi kiri para tamu. Mereka seakan terpesona denan kemunculan sederet wanita-wanita cantik bergaun merah muda, hingga pandangan mata Olivia mendapati sesosok pria yang sama dengan yang ia temui di awal pekan kemarin. “Ya Tuhan,” desis Olivia menelan ludah sambil menatap pria itu yang menatapnya dari balik bahu. Tatapan yang sama.    Olivia terus melangkah hingga pria itu menatap sejajar Olivia dengan senyum yang terasa misterus. Oliva tetap melangkah dengan pikiran yang tiba-tiba berubah penasaran, membuatnya menoleh dan menatapnya sambil tersenyum sekilas. “Kau mengenalnya?” Suara milik seorang wanita yang duduk di sampingnya. Samar terdengar hingga ke telinga Olivia, dan sampai langkah Olivia tepat di depan, ia tak gagal emndengar balasan pria itu untuk pertanyaan wanita di sampingnya. Olivia berdiri berjajar dengan para pendamping pengantin lainnya dan dari tempatnya berdiri saat ini Olivia bisa mendapati sosok pria yang ia lihat tadi. Pria itu sedang menatapnya dengan lurus, tidak tajam seperti sebelunya, namun hangat dan lembut, meski tetap membuat seluruh saraf Olivia berkedut. Membuat dirinya benar-benar salah tingkah. Detik itu pula, Olivia merasa dunianya bagai berbalik. Tatapan dari kejauhan di antara keduanya seakan membentuk jaring yang tak tampak namun terasa bagi Olivia. Hanya ada dia dan pria itu. Acara pemberkatan telah berlalu, kini Olivia duduk di deretan para gadis dan di sisi lain deretan para pria dan salah satunya ada Matt di sana. Sesekali saling mencuri pandang. Meja yang terletak sejajar dengan sang pengantin. Suara riuh terdengar saat Matt beranjak dari duduk untuk memberikan ucapan selamat untuk kebahagiaan Ben dan Sam. Saat semua mata memandang Matt. Arah tatapan Olivia terpatri dan tertuju ke depan. Ke arah pria yang hingga kini Olivia tidak ketahui namanya. Pria yang menatapnya dengan cara yang berbeda. Tatapan yang membuat hatinya berubah hangat. Olivia tertunduk beberapa saat, menghentikan degupan pada jantungnya, menarik napas dalam sebelum melayangkan pandangannya kembali ke depan dan tatapan itu masih di sana. Tak berkurang kadarnya, itu yang dirasakan Olivia. Sikap Olivia tampak jelas menjadi salah tingkah sepanjang sisa acara yang kini menyisakan pesta, tawa dan keriuhan yang membaur antara para tamu. Olivia tertawa terbahak-bahak bersama dengan Ben dan Sam usai Matt meluncurkan lelucon yang sesungguhnya terasa garing. Olivia seakan telah terbiasa dengan hal itu.   Tawa Olivia berhenti saat satu per satu mulai pergi dan ia merasakan kerongkongannya yang tiba-tiba kering. Rahang Olivia juga mulai terasa sakit setelahnya. Ia butuh minum namun saat ia berbalik di atas tumit sepatunya dan siap melangkah, Matt meraih pergelangan tangan Olivia dengan cepat dan tiba-tiba hingga cukup membuatnya terkejut. “Kau ingin ke mana?” tanya Matt. Sudut mata Olivia telah menangkap sosok pria misterius itu di depan meja bar. Olivia menelan ludah dengan susah payah. “Aku ingin minum,” Olivia menyahut dengan singkat dan tatapan matanya tertuju pada sosok di depannya. Olivia menyingkirkan tangan Matt dari pergelangan tangannya dan berjalan dengan anggun menghampiri meja bar yang ada di seberangnya. Pria itu masih menatap Olivia tanpa berkurang kadar kedalamannya. Olivia berdiri di depan meja bar. Bersandar sambil memilin jemarinya, ia bisa merasakan kehadiran pria itu yang begitu dekat sampai sang bartender datang. “Pesankan yang sama untuknya.” Suara berat pria itu mebuat Olivia menoleh. Menatap dengan segaris senyum. “Siapa namamu?” tanya pria itu dengan suara serak nan seksi, tanpa basa-basi dan sangat mengejutkan untuk Olivia. Jantungnya berdebar cepat dalam sepersekian detik. Matanya menatap ke dalam mata pria yang tampak seksi untuk kriteria dalam hidup Olivia, yang mampu membuat dirinya penasaran hingga kini. “Olivia,” jawab Olivia tanpa ragu dan takut di bawah sorot mata pria itu. Aura seksi jelas terpancar dari dirinya. Rahangnya yang kuat membingkai wajah tampannya dengan sorot mata yang dalam di bawah barisan alis tebal. Olivia menelan ludah saat ia merasakan kekonyolan dalam dirinya yang berpikir pria itu sedang bersiap untu menyantap dirinya dengan tatapannya, dan suara serak nan seksi itu, mengingatkan Olivia pada mimpi erotis yang kembali melintasi kepalanya. “Hi, James!!!” pekik Ben dari arah belakang Olivia. Seketika Olivia memutar tubuhnya di atas tumit sepatunya yang setinggi lima sentimeter. Olivia tergagap mendapati sosok Ben yang mendapati dirinya bersama seorang pria lain selain Matt. “Oliv?” Suara Ben terdengar kaget, matanya memicing seakan sebuah kejutan. “Hi, Ben,” balas pria bernama James yang disebutkan Ben beberapa detik sebelumnya. Olivia menoleh ke arah pria itu sebelum Ben memeluknya. Ben menatap Olivia dengan alis naik sebelah setelahnya. Menatap Olivia dan James secara bergantian. Olivia hela napas panjang, melayangkan pandangannya ke arah lain. Manik matanya berhenti ke arah sebuah meja yang ada di seberangnya. Di sana ada Matt yang sedang duduk sambil berbincang dengan Lucy. “Kalian, tunggu…apa kalian saling kenal?” tanya Ben curiga, keningnya berkerut, membuat Olivia melirik James dan pria itu tersenyum miring. “Tidak. Kami baru saja berkenalan,” James menjawab pertanyaan yang diajukan Ben. Sungguh jantung Olivia kian berpacu saat mendengar suara yang serak James dan melihatnya berbicara dengan lugas tanpa melepaskan pandangan matanya dari Olivia. Ben mengangguk pelan. Olivia hanya berharap degup jantungnya tak sekencang ini. “Come on, Baby!!” panggil Sam secara tiba-tiba dari arah pintu yag ditujukan untuk Ben. Semua tamu yang tersisa menatap ke arah Ben. Olivia tersenyum dan mendorong bahu Ben dengan jenaka. “Pengantin wanitamu menunggu, brother.” Suara kekehan dari Olivia dan Ben di antara James. “Baiklah, aku harus pergi. Senang melihatmu di pestaku, James. Bye Liv,” ucap Ben sambil mengecup pipi Olivia sebelah dan beranjak pergi dengan setengah berlari menghampiri Sam. Olivia melepas kepergian mereka hingga menghilang di balik pintu kaca ganda. “Kau terlihat cantik… Olivia.” Kalimat yang diucapkan dengan penekanan di akhir kalimat. Mata indah Olivia membulat, saat itu juga ia merasa sekujur tubuhnya merespon. Ada getar yang tak biasa yang memercik di antara dirinya dan James. “Kau, juga… terlihat tampan.” Olivia tak mampu berkata apa pun setelah kalimat pujian itu meluncur cepat dari mulutnya tanpa dapat ia tahan dan untuk pertama kalinya Olivia melihat senyum di wajahnya. James sangat tampan.   ***   
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD