bc

Love You Like Crazy

book_age18+
978
FOLLOW
13.9K
READ
billionaire
love-triangle
possessive
pregnant
arranged marriage
CEO
billionairess
drama
bxg
city
like
intro-logo
Blurb

Kematian tragis istrinya –Chrystalline Tan- membuat Christopher Wang patah hati. Kebodohannya membuat sang istri jauh lebih memilih mati daripada hidup bersamanya. Dan karena hal itu Christopher mengunci dirinya untuk hidup dalam penyesalan selama sisa umurnya.

Dalam kefrustrasiannya, sebuah kabar tersingkap. Sang istri masih hidup dan saat ini bersembunyi di Selandia Baru. Tak ingin mengulangi kesalahan yang sama, Christopher bertekad untuk menyusul sang istri dan memperjuangkannya lagi.

Tapi sayangnya semua tidak semudah yang Christopher bayangkan. Ada banyak jalan terjal yang menghalangi dan ada banyak musuh yang berkamuflase. Tak ada pilihan, Chrystal dan Christopher melakukan kesepakatan. Pada akhir cerita... apakah hasil dari kesepakatan mereka berdua?

Akankah mereka kembali bersama...

Atau

Akankah mereka berpisah demi kebaikan bersama?

Liza_Faiza

Juli 2021

chap-preview
Free preview
CHAPTER 1 - CHRISTOPHER'S SUSPICION
Happy Reading ^_^ *** Christopher Wang turun dari mobilnya dengan ekspresi yang sulit dijabarkan. Dia tidak tersenyum, tapi dia juga tidak marah. Sosoknya menguarkan aura yang mencekam, senada dengan tempat yang dikunjunginya sore ini yang mana itu adalah sebuah makam. Ya, makam. Lebih tepatnya adalah makam istrinya, Chrystalline Tan. Satu-satunya hal yang menandakan betapa hangatnya dia saat ini adalah bunga mawar putih yang saat ini dipegangnya. Setiap sore Christopher memang selalu menjadikan kunjungan ke makam istrinya sebagai suatu kegiatan yang harus dilakukannya sebelum pulang ke apartemennya. Dan ini sudah berjalan selama tiga bulan sejak sang istri dimakamkan. Agak tidak berguna? Memang. Toh istrinya tidak akan hidup lagi. Tapi Christopher tetap ingin melakukannya karena dari sinilah ketenangannya dia dapatkan. Tak dipungkiri kalau Christopher memang belum bisa lepas dari penyesalan kematian Chrystal. Apalagi salah satu penyebabnya adalah ketololannya sendiri. Oleh karena itu selama tiga bulan belakangan Christopher berusaha menebusnya dengan cara ini. Meski hanya ketenangan semu, tapi tidak apa-apa. Ini sangat pantas untuk dirinya yang selama hidup tidak pernah memberikan kepastian pada Chrystal. Sesampainya di makam sang istri, Christopher langsung bersimpuh dengan sopan. Dia meletakkan buket bunganya dan mengelus nama sang istri yang tercetak tebal-tebal di batu nisannya. Dan tak lama berselang, air matanya luruh. Walau bukan jenis tangisan yang terdengar dengan keras, tapi itu cukup menggambarkan betapa terlukanya dia saat ini. Meski sudah melakukan kunjungan semacam ini selama selama tiga bulan di waktu sore hari, tapi air matanya tetap tak terbendung kala melihat nama sang istri lengkap dengan tanggal kematiannya tercetak jelas di batu nisannya. Ini selalu menjadi pukulan telak untuk seorang Christopher Wang. Mati bukanlah hal yang mudah, tapi istrinya memilih menjemput ajalnya sendiri. Dan salah satu penyebabnya adalah pria yang dicintainya. Dia—Christopher Wang. Dirinya. Miris sekali. *** Sejak ditinggal Chrystal, jadwal Christopher cukup monoton. Dia akan bangun pukul setengah tujuh pagi, lalu bersiap-siap dan berangkat kerja tepat pada pukul tujuh pagi. Semua pekerjaannya akan selesai pada pukul setengah empat sore dan tepat pada pukul empat sore pria itu akan langsung meninggalkan kantor. Bukan untuk pulang, melainkan untuk mengunjungi makam sang istri lengkap dengan buket bunga. Setelah puas mengenang sang istri lengkap dengan meratapi kebodohannya, Christopher akan sampai di apartemennya tepat pada pukul enam sore. Setelah makan dengan tidak bernafsu, pria itu akan mendekam di ruang kerja sampai larut malam. Dan begitulah seterusnya sampai hari ini. Sebenarnya alasan kenapa Christopher mendekam di ruang kerjanya bukan karena dia benar-benar ingin bekerja. Dia hanya bekerja seperlunya karena kebanyakan sudah dia tangani secara langsung pada jam kerjanya di kantor. Sisa waktunya kebanyakan adalah untuk meratapi hidupnya yang benar-benar hampa sejak ditinggal Chrystal. Dia akan meratap sambil berandai-andai. Bahkan terkadang dia juga meratap sambil memandangi foto istrinya. Dan kegiatan ini jauh lebih nyaman dilakukan di ruang kerjanya daripada di tempat lain. Chrystal sudah menjamah apartemen Christopher sehingga sosoknya ada di setiap sudut ruangan. Kenangannya ada di mana-mana. Sehingga meratapinya di tempat lain –apalagi kamarnya- hanya akan meninggalkan rasa sedih. Ada banyak kenangan Chrystal di sana dan ini lumayan menusuknya. Tapi kali ini berbeda. Christopher memilih untuk meratap sambil memandangi foto sang istri di ruang khusus yang dibuatnya untuk memajang kumpulan tas milik istrinya. Entahlah, tapi hari ini dia benar-benar ingin melakukannya di sini. Dia merasa akan bisa lebih dekat dengan sosok Chrystal apabila bersandingan langsung dengan barang-barang peninggalannya. Walau agak menyesakkan, tapi tidak apa-apa. Christopher berdiri sambil memandangi foto yang digenggamnya, lalu tersenyum. Apa pun momennya, Chrystal tidak pernah melupakan tasnya. Dia masih memandangi beragam foto Chrystal –baik yang dijepret oleh Chrystal sendiri atau dengan bantuan orang lain- dengan senyum tipis yang terlukis. Chrystal sangat cantik dan terlihat bahagia. Apalagi dengan bermodel-model tas yang selalu berbeda di setiap fotonya –Christopher tersenyum tipis lagi karena teringat kegilaaan Chrystal akan item yang satu itu. Bahagia melihat itu, Christopher berfikir untuk menambah koleksi tas Chrystal. Tapi untuk apa? Benaknya seolah-olah bersuara untuk mengejeknya. Sang istri tidak akan kembali hidup dan memeluk tas pemberiannya dengan bahagia. Chrystal sudah tidak ada. Dia sudah mati dan itu karena dirinya. Karena serangan rasa bersalah itu Christopher menenggak minuman beralkohol yang senantiasa menemaninya. Christopher punya gangguan tidur sejak kematian Chrystal oleh karena itu tiada malam tanpa sebotol minuman beralkohol. Dia tidak peduli apakah dirinya sudah menjadi pecandu minuman beralkohol, tapi selama itu efektif untuk mengurangi kesedihannya, maka itu wajib ada di apartemennya. Ketika rasa bersalahnya mulai berkurang, Christopher memandangi foto Chrystal lagi. Secara iseng dia mencoba mencocokkan tas-tas Chrystal yang ada dalam foto dengan yang terpajang di depannya. Dan dia tergelak dengan pedih saat benar-benar menyadari kalau Chrystal hampir selalu berganti tas di setiap lembar fotonya. Hanya ada satu tas yang dipakainya beberapa kali dan itu tepat berada di depannya. Tas kesayangan Chrysta, pikir Christopher dengan pedih. Tapi kemudian senyum Christopher langsung hilang tak berbekas saat dia berganti ke lembar foto selanjutnya dan tidak menemukan tas yang dipakai Chrystal dalam foto itu. Dia mengerutkan keningnya. Seingatnya dia sudah memindahkan semua tas-tas Chrystal, baik yang ada di apartemennya di Amerika, apartemennya di Indonesia, dan juga rumah orang tuanya. Tapi... kenapa dia tidak menemukan tas yang terfoto ini di rak yang ada di depannya? Christopher memindah lembar demi lembar dan semakin kebingungan saat ternyata bukan hanya satu atau dua tas saja, melainkan memang ada beberapa. Salah satunya yang paling mencolok adalah tas keluaran brand Hermes dari seri birkin. Warnanya yang khas, yakni putih dan coklat yang seolah-olah menggambarkan pegunungan Himalaya. Selain harganya yang mencapai nominal milayaran, Christopher ingat dengan jelas kalau tas itu dipakai Chrystal saat mereka pulang ke Indonesia untuk bertemu Neneknya. Tas itu seharusnya ada di sini, tapi Christopher malah tidak melihat wujudnya sama sekali. Ke mana tas-tas Chrystal yang lain? Pikirnya dengan bingung. *** Keesokan paginya Christopher langsung mengumpulkan seluruh pelayan yang dia tugaskan untuk merawat rumah ini. Keberadaan pelayan sebenarnya tidak diperlukan di apartemen ini karena dia terbiasa hidup sendiri. Tapi karena teringat Chrystal yang memerintahkan mereka dahulu kala, maka Christopher enggan memberhentikan mereka semua. Dia ingin nuansa Chrystal tetap ada di sini meski perempuan itu sudah dikubur dalam tanah. “Aku akan bertanya pada kalian dan aku harap kalian jujur padaku,” kata Christopher memulai kalimatnya yang sejak kematian Chrystal selalu terdengar dingin. “Tanpa sengaja aku menemukan ada beberapa tas Chrystal yang hilang. Sekarang jawab aku... di mana tas-tas itu berada?” “....” “Di apartemen ini tidak ada CCTV, jadi aku sebagai Tuan kalian mengharapkan kalian semua untuk jujur.” Christopher menambahkan. Bukannya bermaksud untuk menuduh, tapi dia akan memeriksa masalah ini dari yang paling dekat. Pelayan-pelayan inilah yang selalu bersinggungan dengan tas Chrystal, jadi mereka seharusnya tahu ke mana tas Chrystal yang tidak ada di sini. “Tidak ada yang ingin bersuara?” desis Christopher dengan suara sedingin es. “Aku tidak bermaksud menuduh kalian, tapi aku hanya ingin tahu saja karena kalian yang setiap hari memastikan tas Chrystal dalam kondisi terbaiknya. Tidak ada yang boleh rusak, itu pesanku. Jadi kalau kalian tahu sesuatu, tolong katakan padaku.” Christopher mengetuk-ngetukkan jemarinya ke atas meja. Dia menanti, tapi semua orang masih bungkam. Ini adalah batas terakhir kesabarannya. Dia belum pernah sesabar ini sejak Chrystal meninggalkannya tiga bulan lalu. “Kalau kalian memang mencurinya, aku hanya minta satu hal pada kalian: tolong kembalikan tasnya. Tidak perlu mengakuinya sekarang, tapi kau bisa menemuiku secara pribadi. Dan tenang saja, aku tidak akan memecat orang tersebut. Kalian adalah pelayan yang diinginkan Chrystal, jadi aku tidak akan memecat kalian satu pun. Tapi dengan catatan, berubahlah. Ini bukan perkara tas yang harganya ratusan juta atau bahkan milyaran, tapi ini tentang satu-satunya barang peninggalan istriku. Aku sudah kehilangan istriku, jadi tolong jangan buat aku kehilangan barang-barang yang dicintai oleh istriku juga.” Christopher sudah berdiri hendak meninggalkan mereka semua, sampai sebuah suara salah satu pelayannya menginterupsinya. Christopher berbalik dan menatap orang tersebut dengan kening berkerut. “Ada yang mau kau katakan?” Christopher menawarkan. Pria itu melipat kedua tangannya di depan d**a seraya menunggu pengakuan yang akan terlontar. Pelayan itu terlihat gusar dalam posisinya bersama pelayan-pelayan yang lain. “Jangan membuang-buang waktuku. Cepat katakan sekarang juga.” tambahnya dengan nada memperingatkan yang tajam. “Mewakili bawahanku,” kata perempuan yang berstatus kepala pelayan. “... aku bersumpah kalau kami tidak mencuri tas-tas Nyonya Chrystal. Kami menghargai Nyonya Chrystal jadi kami tidak akan melakukannya.” “Ada bukti?” Christopher menyahut dengan tatapan yang terfokus pada kepala pelayan tersebut. “Kami tidak tahu ada berapa tas milik Nyonya Chrystal yang hilang, tapi sehari setelah Nyonya Chrystal pergi meninggalkan apartemen, dia kembali lagi dan mengemasi barang-barangnya. Kemudian dia pergi lagi membawa koper. Kupikir... kupikir ada beberapa tas yang dia bawa dan itulah yang hilang.” “Berapa koper yang dibawanya?” tanya Christopher lagi. “Hanya satu.” Christopher menaikkan sebelah alisnya. “Hanya satu? Tapi ada belasan tas Chrystal yang hilang. Apa kau pikir koper itu cukup masuk akal untuk menampung banyaknya tas Chrystal yang hilang saat ini? Tidak mungkin.” katanya dengan tajam. “Maafkan kami, Tuan Christopher. Tapi kami benar-benar tidak mencuri tas Nyonya Chrystal sama sekali. Kalau anda tidak memercayainya, anda boleh memeriksa melalui CCTV lobby bawah. Di sini memang tidak ada CCTV, tapi area lobby bawah dan basement yang selalu kami lewati saat pulang bisa membuktikanya.” “Aku pegang kata-kata kalian.” TBC

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

My Secret Little Wife

read
96.8K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
205.1K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Siap, Mas Bos!

read
12.9K
bc

Tentang Cinta Kita

read
189.7K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.5K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.3K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook