Bian Pratama

422 Words
Janganlah kamu mengucapkan perkataan yang kamu sendiri tidak menyukainya jika mendengar orang lain mengucapkannya kepadamu. Ali Bin Abi Tholib *** "Sudah kalian temukan apa yang aku perintahkan?" ucap sosok lelaki yang nampaknya berada di usia pertengahan duapuluhan tahun ini. Dengan gagahnya ia duduk di kursi kebesaran salah satu kantor terbesar di Jakarta. Dari sinar matanya menyiratkan kekecewaan saat mendengar jawaban dari penelpon. "Cari sampai ketemu, awasi terus rumah orang tuanya." Lelaki itu langsung mematikan telpon dan berdiri menghadap jendela besar yang berada di belakang kursi kerjanya. Memandang langit yang sedikit mendung seolah menyiratkan suasana hatinya saat ini. "Nesa..., di mana kamu, Sayang," bisiknya lirih, Sayang? Andaikan Nesa mendengar ini mungkin dirinya akan ditertawakan, bagaimana bisa Bian yang telah mencampakkannya memanggil dirinya dengan sebutan 'sayang'. Ya, tapi inilah yang terjadi, Bian memang menjadikan Nesa adalah yang tersayang saat ini, bisa dibilang Bian Bucin kalau istilah jaman sekarang. Semoga saja walau Bucin Bian masih ingat untuk ibadah, aamiin. Kalau diperhatikan baik-baik ruangan ini, ada sebuah rak besar nan unik di sisi kiri meja kerja Bian. Rak yang berisikan beberapa buku dan juga hiasan, tapi bukan itu yang menjadikan rak itu unik melainkan tulisan yang terbentuk dari rak tersebut, diatasnya ada foto-foto yang tersusun sedemikian rupa sehingga membentuk sebuah foto pernikahan. Happy Wedding Bian & Nesa, seperti itulah yang terbaca dari rak tersebut. "Bian, ini ada surat yang harus kau tanda-tangani." Ucap seorang perempuan yang tiba-tiba saja masuk ke kantor lelaki itu dan membuatnya mengambil napas panjang. "Tidak bisakah kau mengetuk pintu?" Bian berbalik dan mendelik tak suka pada sang sekertaris. Hmm dia lupa bagaiamna dulunya ia mengejar-ngejar seketarisnya itu, laki-laki memang ya? "Aku sudah melakukannya sampai buku jariku memerah, tapi sayangnya bosku lebih memilih melanjutkan lamunannya." Perempuan yang menjadi sekertaris Bian menyerahkan map pada Bian. Dengan malas Bian mengambil map itu dan menandatanganinya. Bian kembali menyerahkan map itu dan meminta Tania nama sekertarisnya untuk pergi. Tapi ucapan Tania membuat Bian seketika merasakan tikaman yang sangat luar biasa. "Kau tahu Bian, aku kemarin bertemu dengan Nesa dan sepertinya dia baru saja melahirkan, anaknya sangat lucu dan cantik sama seperti Nesa. Ah kapan kamu akan menyusul untuk bahagia Bian, sepertinya Nesa sudah menemukan penggantimu." "Keluar." Ucap Bian dengan nasa suara yang dingin. "Baiklah, aku hanya ingin berbagi kabar bahagia saja." Tania pergi dengan senyum yang merekah meninggalkan Bian yang merasakan rasa sakit yang luar biasa. "Nesa hanya milikku, tidak akan aku tidak percaya dia telah menikah lagi" ucap Bian dengan lantang, dia tak akan rela Nesa menikah lagi sebelum ia benar-benar lelah dalam berjuang. Dan karena dirinya baru memulai maka dia yakin Nesa akan bisa kembali dengannya. TBC
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD