KEMBALI

1094 Words
                                                                   Tidak apa jika jatuh hanya sekali                                                                    Namun segeralah bangkit lagi                                                                   Karena jatuh yang kedua kalinya akan lebih menyakitkan                                                                   dibanding jatuh yang pertama kalinya                                                                                                -''- Suara tegas dari seorang lelaki menyeruak hingga ke dapur. Ketiga wanita itu yang sedang menyantap makan malam seketika keheranan karena jam sembilan malam seperti ini siapa yang berkunjung? Karena jika memang Ayah Najma itu tidak mungkin. Beliau sudah memberi kabar untuk tidak pulang hari ini. Najma mengerutkan dahinya. "Itu Ayah bukan sih, Bu?" Ibu Najma yang akan menyuapi Najma pun harus ditunda padahal Najma sudah siap-siap melahap nasi itu. "Kayaknya bukan, deh." "Itu Ayah kamu kayaknya, Habibah."ujar Ibu Najma. Habibah yang sebenarnya sudah tahu suara itu hanya terdiam dan langsung menuju pintu untuk menyambut Ayahnya. Ayah Habibah tersenyum pada putrinya ketika pintu sudah terbuka lebar. Raut wajahnya yang lembut membuat Habibah tidak tega untuk terus menatap lelaki paruh baya itu. Habibah segera mengusir air matanya yang sedikit lagi akan terjatuh kemudian mempersilahkan Ayahnya untuk masuk. "Eehh, Ayah Habibah. Masuk, Pak!"kata Ibu Najma kemudian Ayah Habibah pun duduk setelah dipersilahkan. Habibah terdiam ketika Ayahnya sudah duduk berada di sampingnya. Ia tahu apa maksud kedatangan Ayahnya. Sudah dua kali Ayahnya mencoba menjemputnya namun Habibah masih bersih keras dengan pendiriannya. "Ayah minta kamu pulang. Gak enak ngerepotin keluarga Najma."suara Ayah Habibah mulai terdengar. Habibah hanya menoleh sejenak ke arah Ayahnya namun langsung memalingkan wajahnya. Sungguh dirinya seperti sudah jahat sekaki berlaku seperti ini pada Ayahnya sendiri. Sosok lelaki yang sudah memperjuangkannya hingga sekarang dia masuk perkuliahan. Sosok lelaki yang sekaligus menjadi pahlawan hidupnya. Namun nyatanya Ayahnya sudah membuatnya kecewa. Ingin sekali Habibah menangis. Berteriak sekencang-kencangnya namun tidak ada orang yang bisa mendengarnya. Keadaan ini telah membuat batinnya sakit hati. Ibu Najma berdehem memecahkan suasana yang hening. "Umm, Pak maaf sebelumnya." Ibu Najma menjeda perkataannya. "Bukannya kami ikut campur tapi jika Habibah akan menginap disini pun tidak apa-apa bahkan tinggal disini pun saya pribadi akan sangat terbuka pada Habibah karena Najma juga tidak akan kesepian." "Maaf, Bu. Saya akan tetap membawa Habibah pulang."Habibah langsung menoleh dan sangat terkejut. "Ayah egois, ya. Ayah juga tega. Kalau Habibah pulang, sama aja Habibah pulang kedalam neraka."jelas Habibah dengan cepat dan membuat Ayahnya terkejut. Najma serta Ibunya langsung saling menatap karena mereka baru pertama kali melihat Habibah yang penyabar seketika marah seperti ini. Najma mengelus pundak sahabatnya. Ia mencoba menenangkan hati Habibah. "Kamu jangan gitu. Bagaimana pun itu Ayah kamu. Menurut aku kamu pulang dulu. Siapa tau keadaan akan baik setelah kamu pulang." Habibah berdecak. Ia tidak akan percaya jika suasana akan baik secepat itu. Tanpa basa basi Habibah langsung bergegas dan pergi. "Ibu, Najma, maafin Habibah yang udah banyak ngerepotin kalian."tutur Habibah sambil pamit pada kedua wanita itu. Ayah Habibah pun berterimakasih dan pamit. "Jangan segan-segan ya kalau kamu main kesini."jawab Ibu Najma kemudian Habibah pun mengangguk setuju. Habibah menghela nafas panjang. Selama di perjalanan ia tidak mengeluarkan sepatah kata pun. Hanya suara kendaraan di perjalanan yang ramai. Sesekali Ayahnya pun melirik putrinya yang sedang memandang keadaan sekitar melalui kaca mobil. Hanya butuh beberapa menit untuk sampai dirumah Habibah yang sederhana. Habibah tidak memperdulikan Ayahnya yang sedang memakirkan mobil di halaman rumahnya. Habibah tahu betul dan masih ingat tata krama. Bagaimana pun keadaannya sopan santun haruslah lebih utama. Habibah mengucapkan salam dan langsung masuk kedalam rumahnya. Terlihat Ibunya yang sudah duduk di ruang tamu sambil menjawab salam. Wanita itu tersenyum ke arah Habibah kemudian dibalas dengan senyuman pula oleh Habibah. "Sehat, Kak?tanya Ibu tirinya. "Alhamdulillah, Bu." "Habibah, Ibu dan Ayah mau bicara dulu."perintah dari Ayahnya menghentikan langkah Habibah untuk pergi ke kamar. Tanpa membantah Habibah langsung duduk. "Ayah harap kamu tidak menginap lagi dirunah siapapun. Kita bereskan masalah ini sekarang "tutur Ayah Habibah. "Udah selesai ko masalahnya. Sekarang Habibah udah pulang dan masalah itu udah berlalu ketika Habibah pergi dari sini." Terlihat wajah Ibu Habibah begitu bingung. Walau dirinya memang bukan Ibu kandungnya namun ia sendiri pun sebenarnya ingin mengajarkan anak-anak tirinya untuk belajar mandiri walau dengan cara yang mungkin keras sekalipun. "Nak, Ibu sungguh minta maaf. Ibu akan bantu kamu. Semoga kamu mengerti." Penuturan dari Ibu tirinya membuat Habibah  bingung. Minta maaf? Ada angin apa wanita itu tiba-tiba meminta maaf? Perkataan yang hanya tiada artinya itu membuat hati Habibab luluh. Habibah mengangguk begitu saja lalu pergi ke kamarnya. "Kamu mau kemana?"tanya Ayah Habibah menghentikan langkahnya lagi. "Tidur, Yah. Cape."wajah Habibah memang sudah lelah. Ingin sekali dia tidur. Habibah pun duduk kembali dan mencoba mendengarkan apa yang akan Ayahnya katakan. "Sebenarnya Ayah mau jodohin kamu sama seseorang." Habibah langsung terbelalak kaget. Apa maksudnya ini? Ayahnya dengan cepat mengambil keputusan begitu saja untuk menjodohkannya? "Ko gitu, sih Yah? Aku masih muda. Masih ingin kuliah terus jadi dokter. Apa Ayah lupa kalau aku punya cita-cita kuliah di Turki?"sekarang air mata Habibah sudah tidak bisa dibendung lagi. Bisa-bisanya Ayahnya menjodohkannya dalam keadaan Habibah ingin fokus ke cita-citanya. "Oh atau Ayah udah bosen ngurus Habibah kemudian Ayah bisa gitu aja jodohin Habibah? Ayah bosen kan ngurus Habibah? Ayah cape ngurus Habibah?"teriak Habibah lalu ia mulai bangkit dari duduknya. "Habibah!"bentak Ayahnya. Habibah terdiam namun masih memandang Ayahnya. Kali ini ia benar-benar kecewa. Bukannya Ayahnya sendiri yang memerintahkan Habibah untuk fokus menggapai cita-citanya? Tapi kenapa kali ini tiba-tiba Ayahnya ingin menjodohkannya? "Ayah mohon coba dulu, Nak. Lelaki itu baik agamanya, pendidikannya, akhlaknya." Habibah sudah tak tahan lagi. Ia menangis dan kakinya mulai lemas. Mengapa Ayahnya begitu memaksanya? Ayahnya seketika memeluk putrinya itu. "Habibah belum ngasih apa-apa ke Ayah. Bukannya Ayah yang minta Habibah jadi dokter sukses? Bukannya Ayah yang minta jangan pikirin dulu lelaki?" kata Habibah sambil menangis tersedu-sedu di pelukan Ayahnya sedangkan Ibu tirinya hanya memandang kejadian yang berada di hadapannya tu. "Semua keinginan Ibumu. Katanya kamu udah cukup umur untuk menikah dan tidak baik jika seumuran kamu belum menikah walau memang kamu masih kuliah." Habibah sontak terkejut dan langsung melepaskan pelukannya. Ini keinginan Ibu tirinya? Mengapa Ayahnya begitu penurut sekali dengan istrinya itu? Bahkan untuk kebahagiaan putrinya sekalipun. Pernikahan bukan perkara main-main. Habibah ingin pernikahannya bertahan lama dan satu kali dalam hidupnya. "Ayah nyuruh aku pulang buat ngabulin keinginan Ibu? Ayah jahat, ya."ujar Habibah sambil menyinggungkan senyumannya. Ia lalu berlari ke kamarnya dan berharap jika ini mimpi. Ia kira jika keadaan memang akan baik-baik saja tapi ternyata sebaliknya. Ayah dan Ibu tiri Habibah hanya memperhatikan anaknya yang sedang berlari di atas tangga. Mereka bingung dan merasa bersalah. Ternyata Habibah memang benar-benar fokus dengan cita-citanya. Namun mereka masih berharap jika Habibab menerima perjodohan ini. Di kamarnya Habibah hanya bisa menangis. Mengapa perihal pernikahan harus datang secepat ini? Padahal usianya masih menginjak 21 tahun. Tidak sama sekali Habibah memikirkan tentang pernikahan namun sekarang orang tuanya malah memaksanya untuk menikah dan dengan orang yang Habibah tidak tahu. Habibah memilih untuk membaringkan tubuhnya dan segera menyambut untuk dirinya di sepertiga malam nanti. Shalat tahajjud yang sudah ia kerjakan dengan rutin akhir-akhir ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD