bc

Not Me, Your Destiny

book_age18+
330
FOLLOW
1.8K
READ
sex
playboy
twisted
sweet
serious
royal
feminism
secrets
asexual
love at the first sight
like
intro-logo
Blurb

"Laki-laki yang baik, untuk perempuan yang baik juga."

Barry merasa sudah tidak pantas lagi bersama Natasha yang sudah lima tahun menjalin hubungan sebagai pasangan kekasih. Hubungan yang awalnya berjalan dengan sangat baik harus terhalang dengan permintaan orang tua Barry untuk pulang ke Jakarta selang tiga tahun hubungan mereka berjalan.

Natasha semakin lama semakin posesif sementara Barry mulai dihinggapi rasa jenuh. Barry mulai terperangkap dalam lingkaran setan ; sering ke bar dan diskotik, menjajaki dunia malam bahkan beberapa kali bertemu dengan mantannya untuk sekedar melepaskan kebutuhan seksual.

Merasa berdosa kepada Natasha yang selalu setia menunggunya, Barry memutuskan untuk mengakhiri hubungan mereka dan membatalkan segala rencana mereka untuk menikah.

Mampukah kedatangan Natasha ke Jakarta merubah keputusan Barry?

chap-preview
Free preview
1. Awal Mulanya
"Maafkan aku Nat. Mungkin memang kita tidak akan pernah bisa bersama selamanya, seperti apa yang dulu telah kita rencanakan dulu," ucapku, di tengah derasnya guyuran hujan di malam hari. "Tapi kamu bisa menolak pernikahan itu Bar, aku tau kamu sayang sama aku," balas Natasha. Tangisnya semakin deras. Bahkan aku tidak dapat membandingkan lebih deras mana, antara hujan yang terus turun dari langit atau air matanya yang terus mangalir dari kedua pelupuk mata kekasihku yang datang jauh-jauh dari tempat asalnya. "Aku tidak bisa menghindari pernikahan ini Nat, ayolah kita berdua bisa demam kalau terus hujan-hujanan seperti ini." "Aku tidak punya cara lain untuk menahanmu Barry, aku gak mau kehilangan kamu." Isak tangis wanita yang telah 5 tahun menemaniku itu semakin menjadi. Aku tahu dia tidak rela kita berpisah, tapi semua keputusanku sudah bulat. Malam semakin gelap, pun hujan juga tidak kunjung mereda, udara dingin mulai terasa menusuk hingga ke tulangku. Sebagai seorang laki-laki, tidak mungkin aku membiarkan Natasha juga terus menerus berada di tengah hujan lebat seperti ini. Apalagi gerigi Natasha, mulai saling beradu dengan cepat dan keras. Ya benar, Natasha mulai menggigil kedinginan. Aku mencoba memeluk kekasihku itu untuk terakhir kalinya, hal ini juga merupakan percobaanku untuk menyelamatkan Natasha yang mulai diserang hipotermia "Kamu sudah menggigil Nat, aku bantu kamu ke tempat berteduh ya?" Namun usahaku ditolak mentah-mentah oleh Natasha, rangkulan tanganku yang sempat melingkar di tubuhnya pun dilepaskan begitu saja hingga membuat tubuhnya tersungkur di atas aspal jalanan. Benar saja, bahwa dunia adalah panggung sandiwara terbaik bagi dua insan yang saling mencintai. Kehidupan lainnya hanyalah bumbu dan pernak-pernik yang tidak akan pernah menjadi suatu nilai yang berharga. Seluruh pasang bola mata dari orang-orang yang terus melihat sepasang muda-mudi yang tengah memainkan perannya masing-masing di tengah lebatnya hujan yang turun, seolah menjadi bukti bahwa dunia kami benar-benar terkotakkan antara aku dengan Natasha, tidak ada siapapun lagi setelahnya. "Tinggalkan aku Barry, jika hujan ini dapat membunuhku. Aku tidak akan pernah beranjak dari tempat ini sampai aku benar-benar mati!" Jawab Natasha yang tergeletak di atas aspal. Malam itu seolah menjadi malam terakhir baginya, tidak akan ada malam lainnya daripada harus melihat seseorang yang dicintainya bersanding dengan wanita lain. Perkataan Natasha mengetuk sanubariku hingga bagian yang terdalam, tidak dapat dipungkiri bahwa aku juga mencoba untuk menyembunyikan rasa sedihku di hadapannya. Aku mencoba untuk tegar dan kuat walau hatiku juga remuk dan tak lagi berbentuk, aku bahkan juga harus menghela napasku panjang-panjang untuk meredakan rasa pilu yang mulai terasa pada ulu hati. "Pergi Barry, jangan pedulikan aku. Pergi!" Natasha terus menangis tanpa henti, setengah wajahnya tenggelam di sebuah genangan tempatnya merebahkan tubuh yang tak berdaya. Aku terus berfikir tentang apa yang harus aku lakukan agar Natasha mau menyudahi drama yang terjadi malam ini, wanita yang selama ini sangat aku kenal semua perangainya. Malam itu telah merubah semua jati dirinya, aku tidak dapat lagi membaca perangainya seolah hujan melunturkan semua yang ada pada sosok Natasha selama ini. Tiba-tiba otakku memanggil memori-memori yang pernah terjadi bersama Natasha, pikiranku terbang jauh ke tempat awal dimana aku bersua dengan wanita yang kini goyah dan tak b*******h melanjutkan hidupnya. Lima tahun sebelumnya, 03 Januari 2015. Namaku Barry, tinggi 168 centimeter, rambutku berponi tapi tidak pernah klimis, itu sebabnya aku selalu menyisir poniku sedikit agak ke atas, kulitku sawo yang tidak terlalu matang jadi sedikit agak putih dari orang biasanya, tidak banyak lagi yang dapat aku uraikan untuk dapat menggambarkan siapa aku dan bagaimana wujud diriku. Yang jelas, aku adalah gambaran dari sajak-sajak atau bahkan puisi-puisi yang selalu aku tulis. Mereka bilang aku lebay dan alay ketika aku menulis segala hal yang aku rasakan, tapi mereka salah besar. Aku menulis untuk diriku sendiri, bukan untuk mereka. Puitis? Aku rasa itu lebih manusiawi. Suatu hari aku tiba di sebuah pulau yang sangat jauh dari tempat tinggalku saat ini. Perjalanan panjang dari sebuah kisah hidupku yang amat memilukan, membawa ragaku jauh terbang ke Tanjung Pinang Kepulauan Riau untuk memulai lembaran baru dalam hidupku dari awal. Dapatkah terbayangkan bagaimana caranya memulai hidup dari awal? Sedangkan aku tidak benar-benar tahu, gambar apa yang akan menjadi sampul dari setiap lembaran-lembaran yang ada di belakangnya, tidak benar-benar tahu akan seperti apa alur cerita yang akan ditulis nanti. Saat itu aku pergi dengan kepingan hati yang hancur berserakan, sakit hati yang akhirnya membuatku beranjak dari Jakarta membawa sulut dendam dan amarah yang begitu membara dalam diriku. 2 hari sebelum kepergianku, sebuah kejadian yang sangat memilukan terjadi begitu saja. Aku yang saat itu menjadi kumbang, melihat bunga yang selalu menjadi tempat pulangku sedang dihinggapi oleh kumbang lainnya tepat di di depan mataku. Begitu jelas dan begitu melekat, bahkan aku masih ingat bagaimana rasa sakitnya kala itu. Aku benar-benar kacau menjalani hari demi hari yang terus berganti tanpa tahu harus berbuat apa di tempat pengasinganku, hatiku tak kunjung berdamai dengan rasa sakit, sedangkan ragaku terus terpenjara di sebuah kamar dengan ditemani lagu-lagu melow yang terus menggerus pertahananku. Sesekali aku menumpahkan tangisku dan meluapkan emosi yang telah menggunung, hati kecilku terus menghardik diriku sendiri karena telah membiarkan semuanya terjadi sampai sejauh ini. Entah seberapa sering diriku memukuli tubuhku sendiri demi melancarkan hasrat amarah karena situasi yang pelik ini, situasi yang mungkin semua orang tidak akan pernah berharap sekalipun terjadi menimpa mereka. Sebulan berlalu dengan begitu saja, Tuhan membantuku keluar dari situasi pelik itu dengan mengatur sebuah pertemuan yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Kemurahan hati Tuhan membuat aku dengan cepat mendapatkan pekerjaan di tempat pengasinganku kala itu, mulanya adalah sebuah pelarian yang kini menjadi sebuah tanggung jawab karena karier baruku akan segera dimulai. Akhirnya satu gambaran mulai terukir sebagai sampul untuk memulai lembaran baru dalam hidupku, aku juga mulai menata ulang alur ceritaku dengan sangat baik untuk menjadi lembaran-lembaran selanjutnya. Aku mendapatkan posisi yang cukup menjanjikan di tempat kerjaku saat ini, dimana sembilan puluh lima persen karyawannya di d******i oleh pekerja perempuan dan tentu sisanya adalah pekerja laki-laki. Latar belakang muasalku membuat aku dengan cepat menjadi pusat perhatian di tempat kerjaku, gaya dan pembawaan dari orang kota memang sedikit lebih mencolok dari orang pulau biasanya bukan? Tidak sedikit yang mencoba merayuku di saatku sedang berjalan atau bahkan sedang bekerja sekalipun meski baru beberapa hari aku bergabung di perusahaan ini. Beberapa wanita berlalu lalang untuk menebar pesona kepadaku, "Bodoh, kalian cari perhatian kepada orang yang salah." Pikirku mengingat luka dalam hatiku juga masih menganga begitu lebar. "Bar, mau aku tunjukin sesuatu tak, kerjaan engkau sudah selesai kan?" Ajak Denny dengan logat khas daerahnya. Denny adalah rekan kerjaku di tempat yang baru ini, sebetulnya Denny bukan asli orang Tanjung Pinang, akan tetapi Denny sudah cukup lama merantau di tanah Melayu ini. "Oh iya sudah Den, tunjukin apaan sih?" Jawabku yang tidak begitu serius merespon ajakan Denny. "Udahlah ayo ikut aje, ngapain lah engkau nih ngelamun terus ku tengok dari tadi. Buruan aku tau engkau pasti lagi galau kan?" Sebagai anak baru di tempat ini, aku tidak bisa berbuat banyak untuk menolak ajakan Denny. Pikirku Denny juga yang nantinya akan banyak membantuku agar lebih cepat untuk beradaptasi di perusahaan ini. Denny pun mengajakku ke tempat bagian produksi, dimana semua pekerjanya terdiri dari perempuan. Denny terus melemparkan pandangannya keseluruh penjuru arah mata angin, dia seperti mencari seseorang di tempat itu. Jujur saja, wajahku memerah kala itu, pandanganku hanya terfokus kepada langkah kaki Denny yang berjalan di hadapanku karena aku tidak begitu percaya diri sebagai anak bawang yang baru saja bergabung di perusahaan ini. "Berani taruhan Bar, pasti engkau ini banyak lah yang godain nanti." Ucap Denny berbisik pelan. Benar saja, tidak butuh waktu lama untuk membuktikan ucapannya. Beberapa wanita lagi-lagi mencoba menggodaku saat itu. Memang benar, wajahku yang asing membuat hampir seluruh wanita disana begitu penasaran. "Bang, boleh kenalan tak?" "Bang, bagi nomer lah." Hampir sepanjang langkah kakiku melangkah, perkataan mengulang begitu melekat di telingaku. Baru kali ini juga aku mendapatkan perlakuan yang begitu spesial dari lawan jenis sebanyak itu, lagi pula apa yang mereka lakukan cukup berani dan sedikit merubah persepsiku bahwa perempuan tidak akan pernah memulai duluan. "Itu Bar, hah engkau tengok lah tuh!" Ucap Denny sambil melempar telunjuknya ke arah depan. Jari telunjuk Denny mengarah tepat kepada seorang wanita yang jaraknya agak jauh dari tempatku berdiri. Namun sayangnya, wanita itu masih sibuk berkutat dengan pekerjaannya dan tidak kunjung membalikan badannya. Tapi siapa yang perduli akan hal itu, aku tetaplah pesakitan yang selalu berlari dari kenyataan yang sebenarnya. * * PESAKITAN! Dan kembali untuk kesekian kalinya menulis pesan duka atas harapan dan impian yang hancur. Sempat hebat berjalan lantang menantang kerasnya semesta, namun akhirnya terjatuh tanpa pernah bisa bangkit kembali. Akhirnya semesta menunjukan siapa gerangan diriku, si lemah dan tak berdaya yang sudah diperbudak cinta. Seharusnya tidak sejauh ini kuratapi kepergianmu, hanya saja harapan dan mimpiku bukan berada di tangan yang tepat kala itu. Aku akan tetap menjadi pecinta yang baik, meski berkali kali kau patahkan dan kau hancurkan. Mungkin salahku membangun harapan di tempat yang salah, tempat dimana aku tidak pernah lagi diperhitungkan, dan tempat dimana sayangku gugur dan gagal bersemi. Aku layaknya pesakitan setiap kali melihat foto-foto kebersamaan kita, teringat suka dan duka yang telah dilalui bersama, bagaimana bisa kita berpisah seperti ini. Aku merasa layaknya seorang tahanan masa lalu, yang selalu menangisi kepergian mu setiap waktu. Merasa tidak berdaya melawan garis waktu yang pergi membawamu kian hari kian menjauh. Andai saja pergimu sedamai kedatanganmu, mungkin kita tidak akan seasing ini. * * Setiap kali aku merasakan sesuatu, setiap kali itu juga hasratku ingin menuliskan setiap momen itu tumbuh dan tak terbendung. Aku tahu jelas bahwa niat baik Denny adalah untuk membantuku menyembuhkan luka yang menurutnya juga terlalu komplikasi di stadium akhir jika diibaratkan sebagai penyakit. Namun tidak semudah itu untuk berusaha baik-baik saja, pikiranku begitu banyak menyita waktu untuk menghayal bagaimana seandainya semua ini tidak terjadi. Bagaimana seandainya pacarku kala itu tidak berkhianat tepat di depan mataku atau bahkan bagaimana jika aku melanggar pendirianku selama ini dengan menerima kembali seorang pengkhianat dalam hidupku. "Namanya Natasha, ya menurut aku si, cewek ini lah yang paling cantik di sini tuh. Ucap Denny sambil terus melihat ke arah wanita yang terus membiarkan rambutnya tergerai dan menutup rapat-rapat punggungnya. "Oke, terus gua harus ngapain lu ngajak gua ke sini segala?" Jawabku dengan kegairahan yang minim. "Men! Ayolah, engkau tahu kan maksud aku ini apa? Engkau pepet lah si Natasha itu biar engkau gak galau lagi," jawab Denny dengan begitu fasih dengan logat Melayunya. "Haha memanglah lidah tak bertulang, enteng banget ngomong begitu," balasku sambil terus bergumam dalam hati "Tidak akan bisa, tidak akan!" "Ish engkau nih sudah dicarikan yang bening, segala bilang begitu pula ke aku." Singkatnya Denny mengajakku bertemu dengan atasan dari wanita yang katanya bernama Natasha itu, harus aku akui bahwa akal bulus Denny cukup licin juga kala itu. Dengan berpura-pura mengkonfirmasi pekerjaannya apakah ada barang yang tidak layak untuk produksi atau tidak, sampai akhirnya tujuan utamanya benar-benar terjadi. Atasan wanita itu mengajak Denny dan aku ke area kerja produksi. Semakin dekat semakin kencang pula degup jantungku berdetak. Mungkin itu hanya perasaan gugup yang wajar saja terjadi, lagi pula diriku memang masih hidup saat itu, jadi tidak masalah dengan degup jantung yang kian lantang seperti genderang. "Ha-Hai namaku Ba-Barry." Ucapku dengan terbatah-batah di hadapan wanita itu. Kalau boleh jujur, saat itu aku merasa sangat payah. "Iya halo, ada apa ya?" Tanya wanita itu, yang begitu tampak kebingungan. "Emmm, anu," ah benar, aku sangat payah. Lidahku seolah tidak bersahabat dan tidak membantuku sama sekali. "Dia mau kenalan Nat, kebetulan anak baru di bagian Abang," timpa Denny. Aku hanya tersenyum tersipu malu, bumi pun seolah melambat melakukan rotasinya sehingga membiarkanku terjebak di suatu keadaan konyol seperti itu.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

BRAVE HEART (Indonesia)

read
91.0K
bc

Love You My Secretary

read
242.9K
bc

Switch Love

read
112.5K
bc

DRIVING ME CRAZY (INDONESIA)

read
2.0M
bc

Married with Single Daddy

read
6.1M
bc

PLAYDATE

read
118.8K
bc

MENGGENGGAM JANJI

read
475.0K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook