chapter 2

1143 Words
Taksi yang di tumpangi Lovita memasuki pekarangan rumah. Taksi itu berhenti didepan pintu utama. Mungkin karena suara mobil yang masuk ke dalam pekaran  seorang pria keluar dari rumah itu dan terlihat khawatir karena menunggu Lovita sejak tadi. Lovita pergi dengan kedua anak lelakinya hingga larut dan tanpa kabar. Pria itu langsung keluar dan mendekati Lovita. Sepertinya kedua anak kembar itu kelelahan dan tertidur di mobil. Pria itu membantu Lovita menggendong Vendra sementara Lovita menggendong Alvi.   Setelah pria itu membayar taksi yang Lovita naiki, mereka berjalan memasuki rumah yang ia tinggali selama tujuh tahun. Orang selalu bilang iblis berkeliaran, bahkan mereka sering menyerupai manusia. Menyakiti manusia dan tertawa pada tangis dan luka yang mereka ciptakan. Tapi Lovita juga percaya malaikat pun tidak memiliki sayap dan hidup berbaur dengan manusia. Sepasang suami istri yang menolongnya disaat ia hampir menyerah. Wisnu dan Siska menyelamatkannya dari pikiran gelap. Di saat dia hampir merasa hidup tidak lagi berarti dan keinginan untuk mengakhiri hidupnya. Mereka tiba-tiba saja hadir dalam hidup Lovita dan menjaganya. Bahkan mereka mengajak Lovita ke rumah dan membantu Lovita menjaga kandungannya. Dan sudah hampir tujuh tahun Lovita tinggal di sini.   Dan saat ini dia merasa kalau dirinya sudah cukup mampu untuk memiliki kehidupan sendiri. Karena itu Lovita memilih untuk mencari pekerjaan agar dia bisa menabung untuk membeli apartemen untuknya dan kedua putranya. Jujur saja dia merasa tidak enak harus menumpang di rumah ini terus menerus. Dengan seluruh fasilitas yang mereka berikan untuknya dan kedua putranya yang sangat berlebihan untuknya.   Seperti kamar putranya yang cukup besar dan mainan-mainan yang memenuhi kamar ini. Dan Lovita tahu semua mainan ini bukanlah mainan murahan. Dia merebahkan putranya di kasur dan melepaskan pakaiannya. Bahkan mereka yang membelikan pakaian untuk putra-putranya. Membayarkan sekolah keduanya dan seluruh kebutuhan putra-putranya. Lovita mengerti kenapa mereka melakukan itu, karena mereka adalah pasangan yang sudah hampir sepuluh tahun menikah, tapi belum memiliki anak. Dan mereka sudah menganggap Alvi dan Vendra sebagai anak mereka sendiri. Tapi tetap saja Lovita merasa tidak enak dengan seluruh fasilitas yang mereka berikan.   Kamar dengan tema luar angkasa itu memiliki dua kasur dan dua lemari. Keduanya memiliki barang-barang sendiri dan berkewajiban untuk membersihkan barang-barang mereka sendiri. Lovita mengambil dua piyama putranya dan menggantikan pakaian mereka. Usai memakai piyama pada kedua anak lelakinya, ia mencium kedua kening putranya dan meninggalkan mereka.   Perempuan itu merenggangkan tubuhnya yang terasa sangat lelah. Lovita merasa lelah dan senang secara bersamaan karena menghabiskan harinya bersama kedua putranya di timezone. Sangat jarang untuk Lovita bisa pergi keluar dengan kedua putranya, karena dia memiliki pekerjaan sebagai tukang jahit di kompleks ini. Usai bermain mereka mencari tempat untuk makan makan. Lovita cukup merasa senang bermain dengan kedua putranya. Kehidupannya terasa menyenangkan dengan adanya mereka saat mereka lahir keduanya. Lovita seakan melupakan semua luka yang pernah dia rasakan. Saat melihat kedua putranya bahagia itu adalah obat yang paling membahagiakan untuknya. “Seharusnya kamu memberitahuku jika ingin pergi,” ucap pria yang sedari tadi berdiri dibelakang Lovita. Lovita berbalik dan tersenyum pada pria itu. “Maaf. Awalnya aku gak berniat untuk pergi sampai larut, aku hanya ingin pergi ke makam dan tempatku bekerja. Tapi tiba-tiba saja anak-anak meminta untuk pergi ke mall.  Jadi aku mengikuti keinginan mereka dan bermain di sana,” tutur Lovita dengan raut wajah bahagia seperti anak kecil. Wisnu menatap wanita itu dan menghela napas. Bagaimana pun dia masih sangat muda. Hanya saja dia harus berjuang untuk kedua putranya dan melupakan kalau dia adalah seorang perempuan yang bisa melihat dunia tanpa harus terikat.   Wisnu bertemu dengan wanita itu saat tujuh tahun yang lalu. Disaat wanita itu masih mengandung kedua anak kembarnya. Kondisinya sangat menyedihkan. Kandungannya yang sangat lemah, karena pikirannya yang sangat tidak stabil. Ayahnya meninggal karena penyakit jantung. Siska istrinya yang menjadi dokter Lovita saat itu, meminta pada dirinya agar bisa membawa Lovita ke rumahnya. Karena kalau perempuan itu sendirian, istrinya takut dia bisa melakukan hal yang tidak-tidak. Setelah dengan susah payah Wisnu dan Siska meyakinkan Lovita untuk mau ikut dengannya. Hingga akhirnya dengan sangat berat hati perempuan itu mengiyakan. Dan betapa bahagianya Wisnu dan Siska berhubung ia juga baru kehilangan anaknya dalam kandungan istrinya saat kandungannya mencapai lima bulan. Dan saat Lovita di rumahnya istrinya itu menjaganya dengan sungguh-sungguh. Seakan dia tidak ingin membuat perempuan itu kehilangan bayinya, hal yang sama ia alami. Dan secara perlahan Lovita pun kembali memiliki semangat untuk bangkit. Dan saat Wisnu tahu Lovita suka menjahit pakaian, dia membelikan mesin jahit untuknya agar dia memiliki aktifitas. Dan tanpa sepengetahuan Wisnu dan Siska, Lovita membuka pesanan jahitan dari sekedar mengecilkan baju, memotong, sampai akhirnya ada beberapa yang memesan untuk dibuatkan baju olehnya.   Mereka duduk di ruang tengah dan duduk di sofa, Siska membawa cangkir dari dapur dan membawakan suaminya teh hangat. Dengan sangat telaten Siska menyajikan teh kesukaan suaminya itu dan menaruhnya di meja. Dia duduk di antara Lovita dan Wisnu dan menatap Lovita yang terlihat sangat lelah. Perempuan itu pun menepuk pelan lengah Lovita. “Lain kali beritahu aku jika kamu pergi dengan waktu lama. Kami mencemaskan kalian, ” ucap Siska. Lovita tersenyum dan menganggukkan kepalanya. ” Ia Siska, aku akan beritahu kalian jika aku pergi lagi,” balas Lovita dengan senyumnya yang sangat manis. Wisnu hanya bisa menggeleng dan tersenyum melihat tingkah Lovita. ” Istirahatlah, kamu pasti lelah,” ucap Wisnu. Lovita mengangguk dan berjalan menaiki tangga dan berjalan ke kamarnya.   Lovita menutup kamarnya dan berjalan pada sisi kanan kamarnya. Dia menyebutnya tempat kerjanya. Dia menata mesin jahit dan kain-kain yang masih harus dipakai di sana. Agar tidak terlalu berantakkan dan tidak tertukar-tukar. Dia juga membungkus beberapa barang pesanan dengan nama dan jadwal deadline agar tahu mana yang harus ia kerjakan lebih dulu. Inilah pekerjaannya menjadi tukang jahit rumahan. Pekerjaan sambilan yang ia lakukan di rumahnya.   Mengandalkan pekerjaan dengan gaji yang pas-pasan. Dia tidak ingin putra-putranya merasakan kekurangan sedikit pun. Dia tahu Wisnu dan Siska tidak akan segan-segan untuk membantunya memberikan kebutuhan kedua putranya. Tapi ia tidak ingin membebaninya dengan segala t***k-bengeknya. Dapat tinggal di rumah ini tanpa biaya sepeser pun sudah sangat membantunya. Dan ia tidak mau lagi merepotkan keluarga ini. Setidaknya dari uang jahitnya ini dia bisa membantu Wisnu dan Siska dengan mengisi bahan-bahan makanan di dapur, atau keperluan lainnya.   Lovita mengambil selembar kain yang sudah tinggal di jahitnya. Dengan sangat terampil ia menjalankan mesin jahit tuanya. Membuat karyanya dengan sangat teliti. Dia selalu berusaha untuk membuat pelanggannya puas. Dan untungnya tidak pernah ada yang mengeluh dengan hasil pekerjaannya. Dan hampir semua ibu-ibu dan anak muda di komplek ini menyukai desainnya. Entah itu untuk pesta atau sekedar arisan. Ada juga yang memintanya membuatkan gaun ulang tahun yang sangat special. Dia di bayar dengan sangat mahal saat itu. Setelah menggambar lebih dari sepuluh desain gaun, akhirnya gadis itu menyukai satu desain. Dan Lovita pun membuat desain itu seratus persen mirip dengan desain yang buat. Dan saat melihat hasil dari jahitannya. Lovita semakin menyukai dunianya dan semakin mendalami desain baju. Dan Lovita berharap dengan dia bergabung dengan Flower butik, dia bisa menjadi fashion desain yang kagumi banyak orang nantinya.   ******  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD